JAKARTA – World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2025, penderita Diabetes Mellitus akan mencapai 300 juta jiwa dan mengancam kesehatan umat manusia. Pada tahun 2000, Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara dengan pengidap gula darah terbanyak di dunia. Hal ini kian diperparah dengan 67,9 persen pasien diabetes memiliki tingkat kontrol diabetes yang buruk.
Dengan tingkat kontrol yang buruk, maka kemungkinan komplikasi diabetes dapat muncul semakin cepat. Di Kota Pontianak, Kalimantan Barat misalnya, diperkirakan sebesar 50.830 orang menderita Diabetes Mellitus. Untuk itu, sejak Mei 2017, RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie membangun Klinik Edukasi Diabetes Mellitus untuk memberikan pemahaman pentingnya kontrol secara rutin agar tidak cepat menimbulkan komplikasi.
“Kita ingin memberi edukasi kepada warga bahwa untuk menanggulangi penyakit Diabetes Mellitus ini tidak serta merta hanya obat. Ini perlu proses karena dampak daripada akibat kencing manis ini terhadap penyakit-penyakit lain yang mematikan,” ujar Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono saat Presentasi dan Wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono saat Presentasi dan Wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) di Kantor Kementerian PANRB.
Melalui Klinik Edukasi ini, terjadi peningkatan sebesar 26,47 persen dalam jumlah pengidap kencing manis dari hanya sejumlah 325 orang pada tahun 2017, menjadi 442 orang pada 2018, yang dirujuk untuk mendapatkan pengobatan. Hal ini juga berdampak kepada kunjungan yang meningkat sebesar 66,14 persen,dari yang semula hanya 170 orang pada tahun 2017 menjadi 502 orang pada akhir tahun 2018.
Selain dari jumlah penderita dan kunjungan ke klinik, salah satu kriteria yang diukur lainnya adalah evaluasi terhadap penderita diabetes sebelum dan sesudah mendapatkan edukasi mengenai penyakit Diabetes Mellitus ini. Hasil pemeriksaan HbA1C (NGSP) memperlihatkan penurunan sebesar 0,55 persen dari 8,66 persen menjadi 8,05 persen.
Berdasar SK Direktur No. 71/RSUD-PTK/2017, Klinik Edukasi Diabetes Mellitus berfokus pada inovasi pelayanan kesehatan dengan promosi dan pencegahan pada masyarakat, khususnya pasien penderita diabetes. Melalui klinik ini, diharapkan orang sehat tidak menjadi penderita diabetes, penderita diabetes tidak mengalami komplikasi, dan penderita diabetes dengan komplikasi tidak semakin parah.
Pencetus ide atas inovasi ini yang juga merupakan dokter spesialis penyakit dalam di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie dr. Amanda Trixie Hardigaloeh menjelaskan bahwa fokus dari klinik ini adalah pada pencegahan sekunder. “Pencegahan terhadap pasien yang sudah didiagnosa kencing manis untuk berlanjut menjadi komplikasi. Itu yang kita cegah disini,” jelasnya.
dr. Amanda juga menjelaskan bahwa tujuan utama dari berdirinya Klinik Edukasi Diabetes Mellitus adalah agar pasien penderita diabetes dapat mandiri. Edukasi berupa penerangan sebagai salah satu pilar dari seluruh aspek pengobatan kencing manis dengan tujuan agar pasien mandiri. “Jadi semakin pasien mandiri, akan semakin terkontrol gula darahnya sehingga komplikasi dapat dihindari,” ungkapnya.
Dengan model edukasi yang berbeda dari klinik edukasi pada umumnya, Klinik Edukasi di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie ini memiliki program unik yang terintegrasi. Pertama, pemantauan gula darah mandiri (PGDM). Melalui program ini, pasien diajarkan untuk dapat penggunaan glucometer sehingga bisa menjaga kestabilan gula darah.
Program kedua, yakni Sahabat Diabetes, yang merupakan program pendampingan dan pendidikan penderita secara menyeluruh dan berkesinambungan selama 20 minggu. Dengan Sahabat Diabetes, penderita diabetes dapat berkonsultasi melalui SMS dan telepon serta dapat menghubungi call center bebas pulsa jika penderita memiliki keluhan selama pendampingan jarak jauh tersebut. Program selanjutnya adalah grup mentoring secara online melalui aplikasi WhatsApp yang berisikan dokter spesialis, tim edukator RS, serta para penderita diabetes yang merupakan pasien rawat inap di RSUD RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie.
Inovasi ini menunjukkan bahwa penyakit diabetes dapat dikendalikan untuk mencegah pasien terkena komplikasi yang dapat berujung kematian. Stigma masyarakat pun perlahan berubah bahwa ke rumah sakti tidak hanya untuk berobat saja, tapi juga dapat melakukan pemahaman untuk promotif dan preventif mengenai penyakit Diabetes Mellitus. “Program ini berjalan sehingga sasarannya terhadap masyarakat yang belum atau sudah terkena Diabetes Mellitus akan berkurang dan berdampak terhadap penyakit yang lain,” pungkas Wali Kota Pontianak ke-13 ini. (ald/HUMAS MENPANRB)