Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso saat memberikan keterangan pers usai Rapat Terbatas mengenai Hilirisasi Ekonomi Digital, Kamis (10/06/2021) sore, di Jakarta. (Foto: Humas Setkab/Rahmat)
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso optimistis ekonomi digital akan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Keyakinan ini didasari oleh semakin berkembangnya berbagai platform digital, termasuk di sektor jasa keuangan.
Hal tersebut disampaikannya saat memberikan keterangan pers usai Rapat Terbatas mengenai Hilirisasi Ekonomi Digital yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Kamis (10/06/2021) sore, di Jakarta.
“Banyak sekali platform digital yang berkembang di sektor keuangan dan ini semua akan mendukung bagaimana mempercepat pertumbuhan ekonomi kita di masa digital ini. Ini juga memperkuat daya saing kita sehingga Indonesia ini akan menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” ujarnya.
Potensi ekonomi digital Indonesia juga ditunjang oleh jumlah penduduk yang mencapai 270,2 juta jiwa dan wilayah nusantara yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Wimboh mengharapkan para penyedia layanan digital dari dalam negeri mampu menangkap potensi tersebut sehingga tidak diambil oleh bangsa lain.
“Kami yakin ini suatu momentum yang harus kita dorong dan kita kembangkan, sehingga nanti, yang menjadi backbone perekonomian kita ke depan adalah perekonomian yang berbasis digital,” ujarnya.
Lebih lanjut Wimboh memaparkan, sejak tahun 2017 pihaknya telah mencanangkan percepatan transformasi digital di sektor jasa keuangan.
“Ini semua kebijakan OJK sejak tahun 2017 sudah kita canangkan untuk mempercepat mentransformasi bisnis sektor keuangan ini ke arah digital. Karena apa? Karena ini persaingan global, mau tidak mau harus berbasis digital,” ujarnya.
Wimboh mengatakan bahwa pihaknya telah memiliki rencana induk (masterplan) untuk mendigitalisasi sektor jasa keuangan, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan digitalisasi ekonomi nasional.
“Kita ketahui bahwa sekarang ini orang kalau mau transfer uang enggak usah pergi ke bank. Ini bentuk dari produk digital di perbankan. Di samping itu, kita kalau mau kredit sekarang sudah kita arahkan terutama kredit-kredit yang mikro, kecil, menengah tidak usah harus datang secara fisik,” ujarnya.
Digitalisasi tersebut, imbuh Ketua Dewan Komisioner OJK, akan memberikan pelayanan yang lebih baik, murah, cepat, dan mudah, serta dapat menjangkau kawasan yang lebih jauh.
“Kita yakin dengan digital ini sektor keuangan akan menjangkau nasabah yang lebih banyak lagi, bahkan dengan ongkos yang lebih murah. Ini akan memberikan sumbangan ya pertumbuhan ekonomi kita yang lebih cepat dan lebih besar.” ujarnya.
Dalam keterangan persnya, Wimboh juga mengungkapkan berbagai jasa keuangan berbasis digital atau fintech yang terus tumbuh dan berkembang. Salah satunya, yang saat ini marak, adalah jasa peminjaman melalui fintech peer to peer (P2P) lending atau fintech lending.
“Sekarang ini lending tidak hanya diberikan oleh lembaga keuangan maupun oleh bank tapi bisa dilakukan oleh peer to peer. Jumlah yang diberikan pinjaman melalui P2P ini sudah besar sekali, yaitu Rp194,1 triliun,” tuturnya.
Sampai saat ini, total jumlah penyelenggara fintech lending yang terdaftar dan berizin di OJK telah mencapai sekitar 146 perusahaan. Selain itu, masih terdapat entitas yang belum terdaftar dan berizin. “Yang ilegal banyak sekali dan tentunya akan kami tertibkan untuk semua itu memenuhi peraturan,” ujar Wimboh.
Selain fintech lending, ungkap Wimboh, terdapat juga jasa penawaran efek melalui layanan urun dana berbasis digital atau securities crowdfunding.
“Jadi anak-anak muda yang belum mempunyai credit record di bank silakan mengeluarkan surat utang melalui pasar modal yang kita sebut securities crowdfunding, terutama apabila sudah mempunyai proyek-proyek, terutama proyek dengan pemerintah,” pungkasnya. (FID/UN)