Jakarta, 12/05/2022 Kemenkeu - Menurut Global Findex 2017, 69% orang dewasa di seluruh dunia telah memiliki rekening di lembaga keuangan, meningkat dari 62% pada tahun 2014. Meskipun demikian, masih ada 30% dari populasi global atau sekitar 1,7 miliar penduduk dunia yang masih kekurangan akses ke produk dan layanan keuangan di mana mayoritas merupakan wanita, pemuda, dan UMKM. Pandemi Covid – 19 yang terjadi berdampak pada ekonomi dengan memperlebar kesenjangan, khususnya dari kelompok rentan tersebut.
“Ketika pandemi menghilangkan pekerjaan dan memperburuk kemiskinan, itu juga memperumit upaya kita untuk mengatasi hambatan terhadap inklusi keuangan. Jadi fokus kepada segmen yang dikecualikan secara finansial itu adalah sesuatu yang sangat mendesak,” jelas Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam acara seminar internasional bertajuk Digital Transformation for Financial Inclusion of Women, Youth, and MSMEs to Promote Inclusive Growth yang digelar secara hybrid di Bali (11/05).
UMKM berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja, investasi, dan pembangunan ekonomi. Di Indonesia, UMKM memiliki kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian dengan menyediakan 97% lapangan kerja, memiliki share lebih dari 60% PDB, dan lebih dari 60% investasi.
Namun, pengembangan UMKM masih menghadapi banyak kendala, termasuk akses terhadap pembiayaan. Masih terdapat kesenjangan akses pembiayaan bagi UMKM, sebagai contoh porsi kredit UMKM terhadap total kredit perbankan relatif stagnan di kisaran 18% sejak 2014, jauh di bawah beberapa peer countries yang mencapai sekitar 30% hingga 80%. Pandemi yang terjadi telah memukul UMKM cukup dalam. Dampaknya ialah kerentanan UMKM meningkat, terutama yang dikelola oleh perempuan karena hilangnya pendapatan dan terbatasnya akses keuangan.
Sementara itu, perempuan juga berperan penting dalam pembangunan ekonomi. “Kami menyadari bahwa meningkatkan akses perempuan ke layanan keuangan formal tidak hanya akan mengamankan kehidupan keluarga perempuan dengan mengelola uang dan menabung dengan lebih baik untuk kebutuhan dasar, seperti kesehatan dan pendidikan, tetapi juga memberdayakan diri mereka sendiri dengan terlibat dalam kegiatan bisnis seperti UMKM”, lanjut Menkeu.
Studi dari McKinsey Global Institute menunjukkan bahwa USD12 triliun atau 11% dari PDB global dapat ditambahkan jika semua negara mendorong kesetaraan gender. Lebih lanjut, perempuan yang terlibat di bidang ekonomi dan pasar tenaga kerja, berpotensi memberikan kontribusi sebesar USD28 triliun atau 26% dari PDB dunia pada tahun 2025.
Namun, perempuan seringkali sulit untuk mengakses layanan keuangan misalnya karena tidak memiliki identitas pribadi atau aset atas namanya, sehingga tidak memiliki jaminan yang bankable. Selain itu, banyak perempuan yang belum memiliki pengetahuan yang memadai tentang layanan keuangan formal dan bagaimana mengelolanya.
Sementara pemuda, yang merupakan 16% dari populasi global, merupakan kunci dari masa depan suatu negara. Kaum muda akan segera memasuki dunia kerja dan berkontribusi pada perekonomian. Namun, banyak dari mereka dikecualikan secara finansial karena kurangnya dokumen identitas resmi atau memerlukan persetujuan wali yang sah untuk membuka rekening bank, atau bahkan stereotip yang mengaitkan mereka dengan risiko yang lebih tinggi karena memiliki pendapatan yang tidak teratur dan simpanan yang kecil. Dampaknya, mereka sering diabaikan sebagai pelanggan potensial dan tidak ada produk keuangan yang memadai atau dapat diakses untuk memenuhi kebutuhan spesifik mereka.
“Oleh karena itu, kebutuhan untuk membangun keuangan inklusif dan ekonomi yang inklusif, kita harus menyikapi ketiga dimensi yang sangat penting ini yaitu perempuan, pemuda, dan Usaha Mikro Kecil Menengah, bagaimana kita akan memasukkan mereka dan mereka akan memiliki akses layanan keuangan. Akses ke rekening transaksi adalah langkah pertama menuju inklusi keuangan yang lebih luas. Upaya itu saat ini sudah mulai berjalan, tetapi kami juga menyadari bahwa ini masih membutuhkan banyak pekerjaan di depan kami,” kata Menkeu. (nug/hpy)