Pin It

20230608 Menperin Dorong Kerja Sama Industri Bioteknologi Mikroalgae untuk EBT dengan Jepang

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita bersama Senior Managing Director of Algae Industry Incubation Consortium Japan Profesor Makoto M. Watanabe. Foto: Istimewa

 

Jakarta, InfoPublik - Pemanfaatan bioteknologi pada sektor industri menjadi salah satu fokus pembahasan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) selama kunjungan kerja di Jepang. Bioteknologi merupakan teknologi kunci untuk mewujudkan konsep sustainability atau keberlanjutan yang menjadi tren dunia perlu diadaptasi oleh industri, sehingga pembangunannya dapat selaras dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan bermanfaat bagi masyarakat.

Sebagai bagian upaya pengembangan industri bioteknologi, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita melakukan pertemuan-pertemuan dengan Algae Industry Incubation Consortium Japan dan Euglena Co., Ltd.

“Pertemuan-pertemuan tersebut adalah dalam rangka membahas peluang kerja sama pengembangan bioteknologi di bidang industri dengan memanfaatkan teknologi yang dimiliki kedua perusahaan tersebut,” ujar Menperin dalam siaran pers yang diterima Selasa (6/6/2023).

Dalam pertemuan dengan Senior Managing Director of Algae Industry Incubation Consortium Japan Profesor Makoto M. Watanabe, Menperin membahas mengenai teknologi pengembangan mikroalgae yang cocok dibudidayakan di Indonesia sebagai basis utama dalam scale up crude oil, misalnya Spirulina. Selama ini, di Jepang telah dikembangkan Euglena untuk menjalankan prinsip-prinsip berkelanjutan, termasuk dalam pengolahan air limbah.

Pengembangan mikroalgae di Indonesia bertujuan untuk menghasilkan pengganti crude oil yang dibutuhkan sebagai sebagai sumber energi dan alternatif bahan baku di banyak industri. Mikroalgae sangat prospektif dikembangkan di indonesia karena didukung oleh kondisi lingkungan yang memadai, dengan banyaknya sinar matahari dan suhu yang hangat. Keunggulan lainnya yang dimiliki Indonesia dalam pengembangan mikroalgae adalah lahan yang cukup, tersedianya sumber daya manusia, dan biaya produksi yang lebih kompetitif dibandingkan di Jepang.

Menperin menyambut baik hasil riset Profesor Watanabe yang dan sangat mungkin diterapkan di indonesia dalam upaya menyerap CO2 di industri maupun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. “Kami juga akan mendorong kolaborasi dengan pihak-pihak terkait, khususnya pelaku industri untuk pemanfaatan hasil temuan Profesor Watanabe,” kata Menperin. 

Untuk itu, Menperin mendukung terwujudnya kerja sama Business to Business (B2B) dalam pengembangan mikroalgae menjadi crude oil. “Kami juga akan menfasilitasi kerja sama pengembangan mikroalgae melalui fasilitas yang dimiliki oleh Kemenperin, misalnya Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Pencegahan Pencemaran Industri di Semarang,” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Menperin juga melakukan pertemuan dengan Founder and President Euglena Co., Ltd. Mitsuru Izumo. Selama ini, Euglena Co., Ltd. lebih banyak mengolah Euglena menjadi produk makanan, kosmetik dan bahan tambahan, serta bahan bakar ramah lingkungan untuk pesawat terbang (sustainable aviation fuel). “Ada banyak potensi untuk mengatasi masalah lingkungan di Indonesia dengan teknologi perusahaan tersebut. Teknologi ini dapat menghasilkan sumber daya yang berkelanjutan di Indonesia. Pengembangan teknologi ini di Indonesia juga akan berkontribusi dalam mewujudkan masyarakat netral karbon,” jelasnya.

Karenanya, Menperin menjajaki kerja sama dengan Euglena Co., Ltd. untuk dapat memfasilitasi perusahaan-perusahaan industri hilir di Indonesia untuk memanfaatkan mikroalgae, antara lain dalam mengurangi pencemaran udara hingga memproduksi pupuk kompos. Menperin juga membahas kemungkinan pemanfaatan Spirulina yang banyak hidup di daerah tropis sebagai alternatif pengganti Euglena. Di Indonesia, terdapat tiga industri yang saat ini memproduksi bubuk Spirulina untuk bahan baku makanan super, bahan tambahan makanan, kosmetik, dan pakan.

Saat ini, Euglena Co., Ltd juga tengah bekerja sama dengan Universitas Padjajaran untuk melakukan pilot project optimalisasi reduksi karbon. Riset tersebut merupakan inovasi untuk mengurangi emisi CO2 di PLTU batu bara melalui carbon capture dengan mikroalgae dan menghasilkan biomassa alga yang dapat diaplikasikan kembali untuk biofluel. 

Menperin menyampaikan dukungannya untuk implementasi pilot project mikroalgae sebagai carbon capture di PLTU batu bara dan implementasi fermentasi hijau dalam menghasilkan green tempe dan green compost untuk dapat diterapkan pada sektor industri secara lebih luas. “Mengingat semua proyek tersebut sangat terkait dengan masalah lingkungan global yang dihadapi bersama saat ini, kami mendorong kolaborasi yang lebih erat ke depannya,” pungkas Menperin. (*)