Menkeu Sri Mulyani memberikan keterangan pers usai Sidang Kabinet Paripurna di Jakarta, Rabu (16/02/2022). (Foto: Humas Setkab/Jay)
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah akan menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2023 secara sangat hati-hati, mengingat dunia masih dihadapkan pada situasi pandemi dan penuh ketidakpastian.
“Kita akan menyusun anggaran APBN 2023 secara sangat hati-hati, dengan satu, tetap memperhatikan ancaman dari pandemi yang kita harapkan akan semakin berubah menjadi endemi atau normal dan yang kedua, muncul tantangan-tantangan baru yang harus kita waspadai,” ujar Menkeu usai menghadiri Sidang Kabinet Paripurna (SKP), di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (16/02/2022).
SKP yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tersebut membahas tiga isu utama, yaitu Penanganan Pandemi COVID-19; Tema dan Prioritas Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2023; dan Rancangan Awal Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun Anggaran (TA) 2023.
Terkait pemulihan ekonomi, Menkeu mengungkapkan bahwa Indonesia termasuk negara yang pulih dengan cukup cepat. Dalam lima kuartal, Produk Domestik Bruto (PDB) atau GDP Indonesia dapat kembali pada level sebelum pandemi. Sementara itu, banyak negara ASEAN maupun negara berkembang lainnya di dunia yang belum mencapai level sebelum COVID.
“GDP kita secara level tingkat sudah mencapai pre-COVID level atau bahkan di atasnya. Itu didukung oleh pemulihan, baik sisi permintaan seperti konsumsi, investasi, dan ekspor, maupun dari sisi produksinya, yaitu manufaktur, perdagangan, dan bahkan konstruksi juga sudah mencapai pre-pandemi level,” ungkapnya.
Lebih jauh Menkeu menjelaskan bahwa kebijakan ekonomi makro Indonesia di tahun 2023 akan terus mendorong pemulihan, yang tidak hanya bergantung pada APBN tetapi juga dari berbagai sumber pertumbuhan lainnya.
“APBN tetap akan suportif, namun sekarang peranan dari nonAPBN menjadi penting,” imbuhnya.
Menkeu mengungkapkan, salah satu sumber pertumbuhan yang dapat didorong adalah dari sektor perbankan melalui penyaluran kredit. Ia menyampaikan, pertumbuhan kredit yang sempat terkontraksi pada tahun lalu saat ini sudah mulai pulih dan dapat tumbuh sebesar 5,2 persen.
“Kita berharap pertumbuhan ini akan terakselerasi,” imbuhnya.
Sumber pertumbuhan lainnya adalah berasal dari pasar modal. Menkeu mengungkapkan, nilai pasar saham Indonesia mencapai Rp7.231 triliun atau naik 3,77 persen sedangkan pasar obligasi mencapai Rp4.718 triliun atau naik 9,65 persen.
“Bisa menjadi sumber bagi pemulihan ekonomi dengan perusahaan-perusahaan bisa melakukan IPO (Initial Public Offering), right issue, maupun mengeluarkan obligasi. Ini karena investor domestik kita sekarang sudah mencapai 7,5 juta investor,” ujarnya.
Peningkatan Produktivitas
Di dalam Sidang Kabinet Paripurna, Presiden Jokowi menetapkan bahwa tema yang diusung pemerintah pada RKP Tahun 2023 dan KEM PPKF Tahun Anggaran 2023 adalah Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan.
“Pemulihan ekonomi harus didasarkan pada produktivitas yang tinggi sehingga temanya memang masalah produktivitas. Produktivitas yang tinggi hanya bisa muncul dari perbaikan dari SDM (sumber daya manusia), infrastruktur, dan kualitas birokrasi serta regulasi,” ujar Menkeu.
Menkeu menambahkan, pemerintah juga mengidentifikasi pusat-pusat atau tren baru dari pertumbuhan ekonomi di berbagai aspek. Pertama, yang berasal dari pola hidup normal baru sesudah pandemi, terutama berbasis kesehatan.
“Reformasi di bidang kesehatan akan menjadi sangat penting, baik itu menyangkut industri alat kesehatan maupun dari sisi penyelenggaraan jasa kesehatan yang sangat penting untuk ditingkatkan,” ujarnya.
Kedua, reformasi di bidang investasi dan perdagangan.
“Transformasi di sektor manufaktur, baik itu industri mesin, elektronik, alat komunikasi, kimia, dan hilirisasi mineral menjadi sangat penting untuk menjadi roda atau lokomotif bagi pemulihan ekonomi,” ujar Menkeu.
Ketiga, peningkatan kesadaran akan ekonomi hijau. Menkeu menyampaikan, nilai ekonomi yang berasal dari karbon dan teknologi energi terbarukan akan diandalkan menjadi sumber pertumbuhan yang baru.
“Ini yang akan didukung oleh APBN untuk tahun 2023, di mana kita berharap pertumbuhan ekonomi tadi seperti disampaikan, ada dalam range 5,3-5,9 persen,’ tandasnya.
Terkait hal yang harus diwaspadai, Menkeu menekankan mengenai lonjakan inflasi dunia, terutama di negara-negara maju.
“Ini akan memberikan dampak spillover atau rambatan yang harus diwaspadai, yaitu dalam bentuk capital flow akan mengalami pengaruh negatif dari kenaikan suku bunga dan juga dari sisi yield atau imbal hasil dari surat berharga yang tentu akan mendorong dalam hal ini biaya untuk surat utang negara,” ujarnya.
Tak hanya di negara maju peningkatan inflasi juga terjadi di sejumlah negara berkembang.
“Kenaikan inflasi yang tinggi tentu akan bisa mengancam proses pemulihan ekonomi karena daya beli masyarakat tentu akan tergerus. Ini yang akan diwaspadai,” pungkasnya. (TGH/UN)