Jakarta, Kompas - Persoalan utama birokrasi pemerintahan adalah kuatnya kultur diantara pegawainya bahwa birokrasi tidak perlu menelurkan hasil yang nyata. Mereka juga cenderung merasa tidak perlu mempertanggungjawabkan pekerjaan kepada publik.
"Ada kultur kuat bahwa tidak harus menghasilkan sesuatu yang nyata dan tidak harus bertanggung jawab kepada publik," kata Profesor Robert S Kaplan dari Harvard Business School, Sabtu (19/1), di auditorium istana Wakil Presiden, Jakarta.
Kaplan mengatakan hal tersebut dalam diskusi mengenai eksekusi strategi di sektor publik dan nonprofit. Diskusi dihadiri oleh peserta dari berbagai organisasi, seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing dan LSM dalam negeri serta instansi pemerinta.
Kaplan berama David P norton merupakan penemu balanced scorecard, sebuah metode untuk membantu organisasi melakukan perencanaan terkait target yang hendak dituju. Berbagai perusahaan besar dan agen pemerintahan di dunia menggunakan metode tersebut.
Pengukuran hasil
Menurut Kaplan, sektor publik atau agen pemerintahan biasanya hanya berupaya merumuskan indikator pengukuran terhadap sumber daya (dana, fasilitas, orang, dan sebagainya) serta proses (perekrutan, pelatihan). Mereka tidak berupaya merumuskan indikator pengukuran terhadap hasil dan dampak jangka panjang ataupun jangka pendek.
Hal itu merupakan perwujudan dari kultur bahwa birokrasi tidak perlu menelurkan hasil nyata dan tidak perlu mempertanggung jawabkan hasil kerja kepada publik. "Mereka tidak berupaya menanyakan, misalkan beberapa orang yang terkena dampak dari hasil pekerjaan mereka," ujar Kaplan.
Perubahan organisasi besar-besaran, menurut dia, menuntut perumusan visi dan misi tersebut dengan baik kepada semua lapisan organisasi. Fungsi ini membutuhkan peranan kepemimpinan. Karena itu, ia menilai, kepemimpinan memegang peranan sangat penting dalam mewujudkan target atau tujuan organisasi.
Pembicara lain, Hendro Witjaksono, Asisten Deputi Penelitian dan Pengembangan Sistem Kontrol dan Akuntabilitas Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, mengatakan, Indonesia memiliki berbagai perangkat hukum yang cukup lengkap untuk menjamin manajemen kinerja.
Dia mengungkapkan, kontrak kerja yang kini dibuat oleh menteri, direktur jenderal, dan pejabat lain juga mendukung penerapan kinerja di Indonesia. (ATO)
Sumber: Kompas