JAKARTA – Dalam mengakses pelayanan kesehatan, seringkali pasien penyandang disabilitas netra memiliki ketergantungan dengan orang lain. Mereka juga terkendala saat akan minum obat karena kebingungan untuk membedakan obat. Namun dengan adanya Inovasi Braille E-ticket and Extraordinary Access for Visual Dissabilities (BREXIT), pasien penyandang disabilitas netra di Puskesmas Janti Kota Malang tak lagi menjumpai permasalahan itu.
Penyediaan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas, setara, dan berkeadilan untuk kelompok disabilitas netra sebagaimana layaknya masyarakat umum sudah menjadi kebutuhan. “Inovasi itu berangkat dari kebutuhan. Terutama karena di sana ada rehabilitasi netra milik provinsi yang menampung 150 orang tunanetra,” ujar Wali Kota Malang Sutiaji saat menghadiri Presentasi dan Wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) beberapa waktu lalu.
BREXIT berperan penting dalam mengatasi masalah kesehatan bagi penyandang disabilitas netra sejak tahun 2017. Melalui BREXIT, penyandang disabilitas netra diberikan kemudahan dalam mengakses pelayanan kesehatan yang memadai melalui penyediaan fasilitas hand rail, guiding block untuk akses di luar ruangan, guiding carpet untuk akses di dalam ruang puskesmas. Papan nama bertuliskan huruf braille juga disediakan untuk memberikan informasi kepada pasien penyandang disabilitas netra tentang tempat pelayanan yang dapat diakses.
Puskesmas Janti, selain menyediakan akses sarana dan prasarana fisik juga memberikan penyuluhan kesehatan secara berkala. Selain itu, untuk meningkatkan kemandirian dalam memahami aturan minum obat, Puskesmas Janti menyiapkan e-tiket obat bertuliskan huruf braille yang menyantumkan aturan pakai, indikasi secara umum, dan waktu kadaluarsa.
Pemerintah Kota Malang saat mempresentasikan inovasi BREXIT dalam KIPP 2019 di Kementerian PANRB.
Salah satu penyandang disabilitas netra, Suprapto, mengakui sangat terbantu dengan adanya BREXIT ini. Inovasi ini menumbuhkan kemandirian dalam mengakses pelayanan kesehatan karena tersedianya fasilitas untuk disabilitas netra dan juga dengan e-tiket. “Dulu untuk membedakan obat, kita taruh di tempat yang berbeda. Kadang hilang atau bahkan membuat bingung. Dengan adanya braille, memudahkan kami untuk membedakan obat dan sangat membantu untuk mendapatkan layanan kesehatan,” ujarnya.
Inovasi BREXIT memberi dampak yang sangat signifikan kepada masyarakat Kota Malang, terutama bagi penyandang disabilitas netra. Pada tahun 2017, angka kemandirian dalam mengakses pelayanan kesehatan meningkat secara signifikan dari 5 persen menjadi 71,06 persen dan kemandirian dalam memahami aturan minum obat dari 3 persen menjadi 74,17 persen. Pada tahun kedua pelaksanaan inovasi, capaian meningkat menjadi 83,11 persen untuk angka kemandirian dalam mengakses pelayanan kesehatan dan menjadi 86,17 persen dalam kemandirian memahami aturan minum obat.
Awalnya, BREXIT dilaksanakan dengan cakupan wilayah kerja Puskesmas Janti. Karena keberhasilannya, menginisasi Dinas Kesehatan Kota Malang menjadikan Puskesmas Janti sebagai rujukan pelayanan kesehatan dasar bagi penyandang disabilitas netra.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur memberikan apresiasi melalui Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KOVABLIK) dengan penghargaan Special Category of Region Innovative Breaktrough for People with Dissabilities tahun 2018. "Sampai saat ini, BREXIT menjadi lahan studi tiru bagi instansi pemerintah lain untuk mempelajari inovasi ini," tutup Sutiaji. (rr/HUMAS MENPANRB)