Oleh: Suwardi (Pranata Humas Madya Kementerian PANRB)
Si Kencur yang diciptakan Cris Kuntadi efektif mendeteksi dan mencegah kecurangan.
Di mana pun ditempatkan, dirinya bertekad untuk bisa membuat perubahan dan menjadi inspirasi di lingkungan kerja. Prinsip inilah yang tertanam dalam hidup seorang Cris Kuntadi, yang memulai karirnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan II/b di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) usai lulus dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN).
“Saya terinspirasi dengan almarhum ayah saya yang memutuskan untuk melanjutkan kuliah lagi mengambil S-1, meski waktu itu beliau gajinya sudah lebih tinggi dari gaji standar S-1,” tuturnya.
Cris berkomitmen untuk mengembangkan diri dengan terus belajar dan belajar, sehingga, dari tadinya yang hanya lulusan D-III, dia kemudian melanjutkan ke jenjang pendidikan S-1, S-2, hingga S-3. Dia juga mengambil beberapa sertifikasi profesi. Kenapa? “Saya ingin menanamkan dalam diri saya bahwa Bapak saya sudah memberikan contoh yang luar biasa. Dan ternyata dari apa yang sudah saya pelajari, baik pendidikan formal maupun profesi, banyak sekali input dan manfaat yang bisa saya peroleh untuk memperbaiki kehidupan saya secara pribadi dalam kaitannya dengan kedinasan,” ucapnya.
Dari sisi karir, Cris bisa dikatakan sangat sukses karena mendapatkan promosi jabatan yang sangat cepat. Setelah lulus S-1, dia langsung naik golongan menjadi III/a, dan tidak berapa lama naik lagi ke golongan III/b. “Dan alhamdulillah, saya mendapatkan promosi jabatan menjadi pejabat eselon 4 atau Kepala Seksi yang seharusnya dijabat golongan III/c. Meski dalam waktu sembilan bulan, saya juga dinaikkan menjadi III/c dan kemudian III/d,” ujarnya.
Karirnya terus berkibar, pria penggemar olah raga bersepeda ini juga mendapatkan amanah promosi jabatan menjadi eselon 3, dan golongannya naik lagi ke IV/a. “Setelah setahun setengah kemudian, begitu naik golongan ke IV/b, saya mendapatkan amanah menjadi Kepala Pusdiklat BPK, dan setahun menjabat saya dinaikkan jabatannya menjadi IV/c. Kalau dihitung-hitung, saya mendapatkan kenaikan pangkat pilihan itu sebanyak empat kali,” katanya.
Melahirkan Si Kencur
Karirnya terus berkembang. Namun sukses dalam karir itu bukan semata-mata kebahagiaan baginya. Yang menjadi kebahagiaan bagi dia adalah, mengimplementasikan apa yang diraihnya itu dengan memberikan sesuatu yang lebih dibandingkan dengan teman sekerjanya yang lain. “Maka saya pun harus mempunyai kiprah yang lebih baik daripada yang lain. Sehingga saya pun menciptakan sebuah konsep yang sekarang dikenal dengan nama Sikencur atau Sistem Kendali Kecurangan. Kenapa saya membangun itu? Karena saya ingin di organisasi yang saya pimpin tidak ada kecurangan yang terjadi,” ucap Pak Cris, panggilan akrabnya.
Saat itu Cris berpikir, kecurangan itu terjadi karena tidak ada pengendalian sama sekali. “Dari pemikiran itu, saya mulai membuat program Si Kencur yang kemudian diluncurkan pada 21 Februari 2012, untuk mengendalikan bagaimana tidak ada kecurangan di unit saya,” ujar pria yang memiliki sebelas gelar ini.
Dia pun bercerita mengenai kecurangan yang berhasil dihentikan melalui program itu. Sebelum Si Kencur diluncurkan, peserta diklat yang dari luar Jakarta yang datang ke Jakarta diperbolehkan membeli tiket sendiri dari masing-masing daerah. Nah, sistem pengendali kecurangan mengatakan, bahwa setiap reimburse biaya itu akan diverifikasi. Itu untuk pengendalian internal supaya tidak terjadi permasalahan. “Dan ketika kami verifikasi ternyata masih ada yang cheating. Mereka yang tiketnya harga tertentu, ternyata di-mark up dananya dengan harga yang tinggi. Karena pengendalian internal kami kuat, maka kami katakan, kami akan membayarkan sesuai harga tiket yang sesungguhnya,” tuturnya.
Tapi, kata Cris, tetap saja ada beberapa orang yang ternyata masih melakukan kecurangan. “Maka kami kencangkan dengan Si Kencur ini. Bagaimana caranya? Kami katakan, kami akan verifikasi, apabila ada yang tidak sesuai dengan kondisi yang sesuai kenyataannya, maka kami tidak akan membayarkan biaya tiketnya dan kami akan melaporkan kepada Inspektorat Utama BPK,” kata pria kelahiran Banyumas, 24 Juni 1969 ini.
Sejak itu, tidak ada lagi yang berani melakukan kecurangan. Kenapa? Risikonya, si pelaku tidak akan mendapatkan penggantian biaya tiket sama sekali dan dilaporkan ke Inspektorat Utama. “Alhamdulillah, ini pengedalian yang cukup kreatif hingga saat ini,” ujarnya.
Menekan Potensi Kerugian Kementerian Perhubungan
Pada tahun 2015, Cris pun kemudian mendapat promosi jabatan di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menjadi Inspektur Jenderal dan itu juga melalui proses bidding. “Setelah saya menjabat di sana, saya juga melakukan hal yang sama seperti yang saya lakukan saat di BPK. Konsep-konsep Si Kencur yang dilakukan di BPK itu saya bawa ke Kementerian Perhubungan,” katanya.
Saat itu Cris menemukan bahwa banyak sekali piutang kepada pihak ketiga yang ternyata tidak tertagih. “Karenanya, langkah pertama yang saya lakukan adalah langsung menagih. Kami surati kepada orang-orang yang mempunyai utang kepada Kemenhub, dan kami katakan, kami akan memberikan waktu selama 30 hari. Kalau selama itu tidak disetorkan maka kami akan black list,” ucapnya.
Kenapa? Karena dalam peraturan perdagangan dan jasa, salah satu yang menyebabkan rekanan di-black list adalah tidak menindaklanjuti rekomendasi auditor. Dan piutang itu adalah temuan Irjen Kemenhub dan BPK.
Dengan ancaman itu, maka pihak-pihak tersebut membayarkan utang-utangnya dengan jumlah yang cukup besar. Dalam setahun di 2015, kerugian negara yang dapat dipulihkan mencapai Rp1,12 triliun. Ini angka yang luar biasa besar.
Ini proses pemulihannya. Nah, bagaimana proses pencegahan? Si Kencur sebenarnya juga didesain untuk proses pencegahan. “Yaitu kami melakukan berbagai konsep review HPS (Harga Perkiraan Sendiri),” ujarnya.
Ketika ada unit kerja yang akan membangun atau melakukan pengadaan sesuatu barang atau jasa yang nilainya di atas Rp10 miliar, maka harga sebelum ditawarkan kepada rekanan harus di-review terlebih dulu. Ini dilakukan untuk memastikan bahwa HPS yang ditawarkan itu wajar. “Dan ternyata dari sini kami bisa memotong potensi kemahalan pada tahun 2016 sebesar Rp1,08 triliun,” tuturnya.
Meski dia dimutasi dari jabatan Irjen menjadi staf ahli pada April 2017, konsep yang ditanamkannya itu terus dilanjutkan oleh Irjen baru. Bahkan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pun mengapresiasinya dan mendorong supaya konsep review HPS tetap dilakukan. Hasilnya, pada 2017 potensi kemahalannya bisa dipotong sebesar Rp1,99 triliun, dan di 2018 Rp944 miliar. Kenapa turun? “Moga-moga karena mereka sudah paham bahwa harga-harga yang dicantumkan di HPS itulah yang wajar,” kata pria yang kini menjabat Staf Ahli Bidang Logistik Multimoda dan Keselamatan Perhubungan di Kemenhub ini.
Dia pun mengajak semua jajaran PNS untuk terus berinovasi menjadi excellent leadership. “Karena kita tidak hanya mendapatkan amanah untuk jabatan itu, tapi kita diberikan amanah untuk men-create atau membuat sesuatu lebih baik, membuat manfaat lebih luas dan lebih banyak. Sehingga, ketika kita mendapatkan jabatan, kita bisa benar-benar memberikan perubahan pada unit yang kita pimpin,” ujarnya.
Nama : Cris Kuntadi
Tempat, Tanggal Lahir : Banyumas, 24 Juni 1969
Pendidikan : D III Sekolah Tinggi Akutansi, S1 Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Indonesia, S2 Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada, S3 Doktoral Administrasi Universitas Brawijaya
Pekerjaan/Jabatan : Staf Ahli Bidang Logistik Multimoda dan Keselamatan Perhubungan di Kementerian Perhubungan