Yogyakarta, wapresri.go.id – Pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan di Indonesia sekitar 7% dan kemiskinan ekstrem mendekati 0% pada 2024. Namun, Badan Pusat Statistik (BPS) menilai hal tersebut sulit dicapai apabila tata kelola upaya penanggulangan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem tidak diubah.
Menanggapi hal tersebut, sebelum kembali ke Jakarta, Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin mengatakan kepada awak media bahwa dirinya optimis pemerintah akan mampu mencapai target penurunan angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem pada 2024.
“Sisa waktu ini kita genjot terus, optimis kita bisa [mencapai target],” tegas Waprez di Istana Kepresidenan Yogyakarta, Sabtu (04/02/2023).
Lebih lanjut, Wapres menerangkan bahwa target penurunan kemiskinan yang ada saat ini adalah target yang ditetapkan sebelum terjadi pandemi Covid-19. Menurutnya, pandemi Covid-19 yang melanda hampir tiga tahun terakhir telah memperberat upaya penanggulangan, baik kemiskinan maupun kemiskinan ekstrem.
“Kita masih berkeinginan dengan berbagai cara melakukan langkah-langkah [yang] lebih efektif dan juga terobosan-terobosan dengan mempercepat gerakan, mengkoordinasikan semua langkah, dan kemudian membuat sasaran-sasaran prioritas dimana [angka] kemiskinan itu tinggi,” ujarnya.
Sebagai contoh, sambung Wapres, saat ini terdapat 12 provinsi yang telah menjadi sasaran prioritas penanggulangan kemiskinan ekstrem.
“Kita inginkan masih tetap 2024 itu 0 persen. Artinya kita masih tetap berkeinginan. Bahwa itu karena adanya pandemi memang terhambat, sehingga memang lebih berat,” ungkapnya.
Ketika ditanya tentang pernyataan Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi Azwar Anas bahwa anggaran penanggulangan kemiskinan lebih banyak digunakan untuk rapat dan perjalanan dinas, Wapres menekankan bahwa dana penanggulangan kemiskinan harus tepat sasaran.
“Jadi mungkin maksudnya itu jangan sampai, imbauan Menteri PAN dan RB itu, terlalu besar kepada anggaran yang sifatnya [untuk] biaya perjalanan studi banding, sehingga menyedot, jangan terlalu besar,” ujar Wapres.
“Memang kita selalu [jaga] jangan sampai terlalu [besar untuk rapat dan perjalanan dinas], tapi justru tepat sasaran pada kemudian koordinasi programnya yang benar kemudian konvergensi anggarannya,” imbuhnya.
Lebih jauh, Wapres menjelaskan bahwa anggaran penanggulangan kemiskinan pada dasarnya digunakan untuk dua program, yaitu perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat.
“[Anggaran penanggulangan kemiskinan] itu kan ada dua sebenarnya, yang satu [untuk] perlindungan sosial supaya mereka bisa kita tahan supaya jangan sampai lebih turun, lebih jauh, [dan supaya] mereka bisa survive,” sebut Wapres.
“Kedua, [anggaran untuk] pemberdayaannya supaya mereka bisa tidak lagi miskin. Dua [anggaran] itu memang besar dan tersebar di berbagai kementerian lembaga,” tambahnya.
Menurut Wapres, anggaran tersebut wajar apabila jumlahnya besar. Namun yang terpenting adalah ketepatan sasaran, koordinasi progam, dan konvergensi anggaran pada tiap kementerian/lembaga.
“Anggaran ini jangan sampai masing-masing [kementerian/lembaga] menjalankan sendiri-sendiri, tapi ada konvergensi sehingga anggaran itu efektif,” pintanya.
Terlebih, tutur Wapres, pemerintah memiliki target yang berat terutama menurunkan angka kemiskinan ekstrem 0% pada 2024, sehingga penggunaan anggarannya harus lebih efisien.
“Masalah penanggulangan kemiskinan itu bukan masalah anggaran, karena anggarannya sudah besar. Tapi pada kinerja yang lebih efektif, ini yang harus dibenahi betul,” pesannya.
Mendampingi Wapres pada konferensi pers kali ini, Kepala Sekretariat Wapres Ahmad Erani Yustika dan Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi. (EP/SK-BPMI, Setwapres)