Pin It

20160530 Yanlik BKPM 2

 

Selain melanjutkan apa yang sudah dilaksanakan pendahulunya, Deputi Pelayanan Publik Diah Natalisa mengatakan harus mengakselerasi percepatan pelaksanaan amanah Undang-Undang No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik yang masih implementasinya masih minim, di usianya yang sudah tujuh tahun.

Untuk mengetahui jurus-jurus yang akan dilakukan guru Besar Universitas Sriwijaya ini, Majalah Layanan Publik melakukan wawancara khusus dengan Deputi Pelayanan Publik, Prof. Dr. Diah Natalisa MBA. Berikut ini petikannya :

Waktu pelantikan, Pak Menteri memberikan banyak arahan terkait tugas Deputi Pelayanan Publik. Bagaimana tanggapannya ?

Ya, jadi kalau dilihat amanah yang disampaikan kepada saya oleh bapak menteri pada saat pelantikan pada prinsipnya cukup banyak hal yang perlu lebih ditingkatkan. Deputi sebelumnya, Ibu Mira sudah sangat banyak melakukan kegiatan dan program, peningkatan kualitas pelayanan kepada publik. Nah untuk itu tentu akan kami lanjutkan dan ditingkatkan lagi.

Bagaimana dengan implementasi Undang-Undang No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik ?

Kalau dilihat menurut UUD No 25 tahun 2009 sebenarnya tugas yang diberikan kepada Kedeputian Pelayanan Publik ini cukup banyak. Salah satunya adalah inovasi pelayanan publik. Tapi hal-hal lainnya tentu juga harus diingat, seperti melaksanakan pemeringkatan, mempublikasikan. Secara spesifik Pak Menteri menegaskan hal-hal yang sangat penting adalah bagaimana kita dapat lebih mengoptimalkan kepatuhan terhadap UU No. 25 tahun 2009. Banyak sekali hal yang berkaitan, seperti standar pelayanan apakah semua unit sudah melaksanakan hal tersebut. Jadi kepatuhannya, implementasi terhadap undang-undang tersebut.

Kalau flash back, saat mengikuti open bidding, apa yang dikedepankan sebagai Deputi Pelayanan Publik ?

Pada intinya, saya ingin agar pelayanan publik itu sesuai dengan amanah undang-undang, yang di dalamnya ada juga pemeringkatan. Selain itu juga ada publikasi secara berkala, itu yang menurut saya perlu dilakukan secara lebih luas.

Dulu pernah ada pemeringkatan itu, iya waktu 2013, ini kami lagi duduk bersama, saya sedang konsolidasi internal, saya dengan tim independen sudah bertemu beberapa waktu lalu, antara lain dengan dengan Prof. Eko Prasojo dan timnya. Beliau juga memberikan saran-saran untuk perbaikan kedepan, meski yang dilaksanakan selama ini sudah sangat baik, tapi tentu kita harus lebih tingkatkan lagi. Untuk pemeringkatan ini kita bekerjasama dengan dengan banyak pihak.

Dari Kompetisi inovasi pelayanan publik 2016, sudah terpilih Top 99. Mau dikemanakan mereka ?

Memang, Pak Menteri juga ingin ada perubahan-perubahan, misalnya dari TOP 99 itu alangkah baiknya kalau dibuat kategori. Jauh lebih penting lagi, bagaimana tindak lanjut dari hasil yang sudah ada itu, bagaimana replikasinya, bagaimana kita juga bekerjasama dengan pemda, baik provinsi, kota, maupun kabupaten untuk diterapkan di tempat lain.

Top 99 itu sudah bagus-bagus, sudah banyak inovasi yang dilakukan. Tapi tindak lanjutnya seperti apa kedepan. Inovasi pelayanan publik ini masih bersifat sangat umum, sehingga perlu dibuat kategori sehingga fokus. Misalnya dibuat menjadi 10 kategori, seperti apa masing-masing kategori. Selain konsolidasi internal, kami juga meminta bantuan banyak pihak untuk memberikan saran dan masukan.

Kita juga ingin melihat kembali, mereview kembali instrumen daripada survey kepuasan masyarakat, sehingga hasil yang diharapkan menjadi lebih akurat. jadi tidak bersifat umum. Info yang saya dapatkan, pemerintah daerah masih banyak yang merasa bahwa instrumen itu berbeda persepsi. Kita harus melakukan rekapitulasi dan juga memberikan kesimpulan. Tapi kalau persepsinya berbeda antara satu pihak dengan pihak lain, bagaimana mungkin kita bisa membuat generalisasi dengan baik.

Terkait ease of doing business ?

Selain kepatuhan, kita juga harus fokus terhadap ease of doing business. Ini tidak gampang, karena melibatkan banyak pihak, stakeholders-nya sangat beragam. Kita hanya mem-push, realisaisnya sangat tergantung bagaimana pihak-pihak lain yang melaksanakan. Mungkin mereka berusaha untuk memangkas beberapa step dan proses dalam perizinan juga akan dilakukan efisiensi.

Sejauh mana keterkaitan ease of doing bisnis dengan kompetisi inovasi ini? Nyambungnya dimana?

Nyambung, menurut saya sangat nyambung. Sebenarnya banyak inovasi-inovasi yang membuat beberapa hal semakin sederhana prosesnya. Apalagi dengan bantuan IT, sehingga memberikan kemudahan. Sekarang peringkat kemudahan berusaha kita di urutan 109. Pak Presdien menghendaki tahun depan bisa 40. Memang tidak mudah, karena selain secara internal banyak kemenetrian/lembaga dan pemda yang terlibat, negara-negara lain juga tidak diam. Yang terpenting adalah, kita harus bisa mendorong, bisa berkoordinasi, bersinergi dengan banyak pihak, sehingga mereka benar-benar konsern menerapkan penyederhanaan berbagai proses perizinan. Selama ini, survei terhadap EODB hanya Jakarta dan Surabaya. Ketika disurvei, kadang-kadang yang menjawab bukan orang-orang yang kompeten. Kalau kita mau melakukan survey itu kan tentu saja banyak hal yang nanti akan memberikan dampak terhadap hasil survey. Selain instrumennya sendiri, juga siapa yang menjadi objek, bagaimana pemahaman mereka terhadap yang ditanyakan tadi. Jadi kalau yang ditanyakan tidak tepat sasaran, sehingga hasilnya pun bisa jadi bias, hasilnya juga tidak akan akurat. Hal-hal seperti ini, menurut saya sangat penting. Memang dua kota ini menjadi sasaran utama, dan kita berharap kemudahan-kemudahan itu menjadi semakin baik, pemangkasan-pemangkasan prosedur dari berbagai hal yang dianggap mempersulit, dan proses-proses perizinan itu juga menjadi semakin sederhana.

Optimis ?

Saya optimis kalau mereka semua benar-benar menjalankan. Kan sudah ada PIC-nya, Kemenkum HAM, misalnya kesehatan. Peran Kementerian PANRB melakukan sosialisasi, koordinasi, saling mengingatkan dan memastikan apakah benar-benar sudah dijalankan. Fungsi kita mendorong mereka, untuk memastikan apakah yang sudah mereka buat itu sudah dijalankan. Nah kalau itu dijalankan insya Allah bisa lebih baik, EODB – nya meningkat.

Kembali ke implementasi undang-undang Pelayanan Publik yang sudah tujuh tahun. Menurut ibu apakah sudah jalan atau bagaimana?

Terus terang saja kepatuhan kita dalam mengimplementasikan undang-undang ini masih jauh. Kami akan terus berusaha, dan standar pelayanan sekarang sudah dalam proses. Kerja sama antar kementerian menjadi sangat penting. Apalagi antusiasme masyarakat, kementerian dan lembaga terkait ini untuk melaksanakan itu cukup besar. Misalnya hasil dari inovasi pelayanan publik, semua menjadi sesuatu yang bisa kita laksanakan. Kita mampu, tidak hanya dalam skala lokal, tapi sudah di tingkat nasional, bahkan di UNPSA, kita tidak kalah.

Berarti kompetisi inovasi ini menjadi pemicu pelaksanaan Undang-Undang Pelayanan Publik ?

Betul, kompetisi inovasi ini menjadi semacam pendorong dan pemicu, motivator juga. Melihat antusiasme peserta di Surabaya tempo hari sangat luar biasa. Juga setelah dilantik, kebetulan saya diajak Pak Menteri ke daerah Jawa Tengah (kabupaten Batang), Bukit Tinggi, Makassar, Jambi, Bengkulu. Saya melihat ternyata semangat mereka luar biasa. Mereka nggak mau kalah dengan daerah lain. Jadi kalau ini kita lakukan dengan lebih baik, saya optimis peningkatan kualitas pelayanan publik kita akan berjalan lebih cepat.

Kita juga didukung Tim Panel Independen. Kita serahkan semua penilaian itu kepada mereka. Kita harus menjaga kredibilitas dan integritas, sehingga nanti masyarakat akan semakin terpacu, lomba-lomba mereka menunjukkan hal baik. Kalau ada dari daerah yang belum begitu paham, kemudian mereka mengundang kita untuk memberikan bimbingan. Saya kira itu merupakan modal awal yang sangat berharga dan harus dijaga.

Salah satu kendala yang sering dihadapi pemda, biasanya kalau ganti pemimpin inovasi yang sudah baik berhenti di tengah jalan. Menurut ibu bagaimana?

Memang komitmen pimpinan, leadership pimpinan daerah itu yang sangat penting. Tapi di masing-masing daerah punya Renstra, yang akan diteruskan oleh pemimpin berikutnya. Dan jangan dilupakan bahwa selain komitmen pimpinan, semua akan berusaha, terpacu untuk maju. Kita juga selalu bekerjasama dengan biro atau bagian organisasi di masing-masing daerah.

Menurut saya, kuncinya di sana, bagaimana harmonisasi kita, sinergritas kita dengan mereka, kita ini membantu mereka. Kalau ada hubungan yang harmonis, walaupun pimpinan ganti harus dilanjutkan oleh pemimpin yang baru. Kita juga harus terus melakukan pendekatan dengan pimpinan yang baru. Kebijakan Pak Menteri seperti yang dilakukan belakangan ini, melakukan Forum Koordinasi PAN RB di daerah-daerah, dengan melibatkan seluruh deputi, difokuskan untuk pemimpin-pemimpin yang baru. Misalnya ke Bengkulu, ke Jambi, supaya nyambung komitmen pimpinan itu juga semakin kuat. Pendekatan dengan pimpinan daerah harus lebih intens, dan itu akan menjadi kunci.

Dalam tahun 2016 apa saja yang akan dilakukan ?

Tentu sangat tergantung dengan perencanaan yang sudah dibuat di tahun sebelumnya. Kalaupun ada perubahan, tidak akan banyak yang signifikan, paling ada revisi sedikit-sedikit.

Bagaimana cara membangun tim yang solid di Kedeputian Pelayanan Publik ?

Langkah awal saya sudah melaksanakan dan selalu berusaha untuk konsolidasi internal. Itu yang paling penting dan utama. Kita ini arahnya memotivasi banyak pihak supaya dapat memberi pelayanan yang baik. Pelayanan itu ada yang internal ada yang eksternal. Dalam hal ini kementerian dan lembaga yang terkait. Untuk itu di dalam ini kami juga harus impowerment. Harus kuat, ada satu kesatuan. Ini yang saya lakukan di manapun saya bertugas.

Kebetulan sekarang di rumah baru, di Kementerian PANRB, khususnya di Kedeputian Pelayanan Publik. Saya berusaha untuk merangkul semua. Itu yang sangat penting, karena saya yakin saya tidak bisa berbuat apa-apa tanpa dukungan mereka. Saya rangkul semua, saya berusaha memahami.

Bagaimana dengan program-program yang sudah ada ?

Program yang sudah ada kita sisir kembali. Barusan saya lihat lagi, ada lima asisten deputi, progress nya seperti apa. Ini ada yang masih minim, ada yang sudah cukup banyak kegiatannya, ada yang malah belum. Kalau inovasi pelayanan publik ini hanya salah satu, banyak tugas lain yang sama pentingnya, dan saya berusaha semuanya bisa bekerja sama. Sebagai orang baru, saya belajar dari semuanya, dari siapapun yang ada disini. Begitu juga dengan tiga deputi yang lain, saya sangat bersyukur saya sudah mengenal mereka, dan diajak sama-sama, pergi bersama-sama ini juga merupakan bentuk komunikasi yang saya lakukan. Saya belajar banyak dari sini, saya bersyukur. Sinergi dari seluruh kedeputian sanghat bagus, kami tidak akan lepas dari tiga deputi lain dengan tupoksi kami.

Berarti sudah tidak merasa sebagai orang asing?

Tidak, saya tidak merasa menjadi orang asing sama sekali. Saya bersyukur, kita kan disini yang penting dengan tujuan organisasi, semua punya gaya masing-masing, semua punya kepribadian masing-masing. Jadi apapun itu semua orang memiliki hal yang positif dan negatifnya, semua orang pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, bagaimana caranya kita fokus dulu dengan pekerjaan kita.

Untuk tahun 2016 ini, apa saja yang akan dikerjakan ?

Setidaknya ada tujuh, program yang akan dilaksanakan pada tahun 2016 ini.

Pertama, melanjutkan kegiatan yang sudah berjalan, yakni kompetisi inovasi dan replikasi pelayanan publik, yang sudah berlangsung sejak tahun 2014. inovasi pelayanan publik yang masuk Top 35 tahun 2016 akan diikutsertakan dalam kompetisi tingkat internasional, yakni United Nation Public Service Award (UNPSA).

Kedua, mendorong kepatuhan terhadap UU No.25 Tahun 2009, fokus kepada implementasi penerapan standar pelayanan dan melaksanakan survei kepuasan masyarakat. Seluruh Unit pelayanan publik wajib untuk menerapkan standar pelayanan yang terdiri dari 14 komponen. Minimal, setahun sekali dalam setahun wajib melakukan survey kepuasan masyarakat untuk mengetahui kekurangan-kekurangan dari pelayanan yang telah diberikan untuk dilakukan perbaikan.

Ketiga, peningkatan pengelolaan pengaduan pelayanan publik dari manual menjadi berbasis elektronik dan bersifat terbuka. Dengan demikian, masyarakat dapat melakukan pengaduan maupun menyampaikan apresiasi melalui berbagai media. Diantaranya SMS, email, twitter, facebook, maupun lisan ke dalam Layanan Pengaduan Online Rakyat-System Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (LAPOR!-SP4N).

Keempat, menghidupkan kembali pemeringkatan instansi pemerintah pemberi pelayanan. Program ini pernah dilaksanakan oleh KemenPANRB melalui mekanisme Citra Bhakti Abdi Negara (CBAN) dan terhenti selama 3 tahun.

Kelima, 57 role model pelayanan publik. Evaluasi kinerja penyelenggara pelayanan publik telah dilakukan di 57 Kabupaten dan Kota dengan hasil 16 kabupaten dan kota yang pelayanan publiknya baik.

Keenam, pembangunan sistem informasi pelayanan publik (SIPP) sebagai database pelayanan publik., dan terakhir peningkatan peringkat Ease of Doing Business(EODB) dengan harapan bisa meningkatkan peringkat dari 109 menjadi 40 seperti diperintahkan Presiden. (ags/twi/HUMAS MENPANRB)