Hari kedua pemaparan ujian makalah bakal calon (Balon) Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) (04/01) menghadirkan dua kandidat Kepala BKN dan lima kandidat Kepala LAN.
Untuk kandidat Kepala BKN, tampil pertama Sulardi, Deputi Pengadaan, Kepangkatan dan Mutasi BKN, dan Wirman Syafri, Pembantu Rektor IPDN Bidang Akademik.
Sedangkan lima dari empat belas kandidat Kepala LAN adalah Abdul Wahab Achmad (Wdyaiswara Utama Kementerian Perindustrian), Agus Dwiyanto (Guru Besar Administrasi Negara UGM), Bima Haria Wibisana (Deputi bidang Monev dan Pengembangan Sistem Informasi LKPP), Deddy S. Bratakusumah (Deputi Tatalaksana Kemen PAN dan RB), dan Desi Fernanda (Deputi Bidang Litbang Administrasi Pembangunan dan Otomasi Administrasi Negara LAN).
Sulardi dalam kesempatan itu mengatakan bahwa BKN perlu perampingan struktur organisasi sesuai dengan tugas dan jabatan. Selain itu diperlukan juga perbaikan dan pembaruan sistem online seperti pembaruan data, NIP, Pangkat, dan Pensiun maupun rekruitmen PNS. Perbaikan informasi tentang kepegawaian harus dilakukan terus menerus secara bertahap baik itu masalah informasi teknologi, pelayanan pemerintah daerah maupun pusat.
Sementara itu, Wirman Syafri lebih mengedepankan persaingan PNS di tingkat dunia. Menurut dia, perbaikan harus dimulai dari proses rekruitmen yang ketat dan profesional. Penempatan PNS harus sesuai dengan bidang dan keahliannya. "Kesalahan yang terjadi dan mulai mengakar adalah kesalahan penempatan orang-orang dalam sistem kepegawaian," ujarnya.
Jika menjadi Kepala BKN, langkah-langkah strategis yang akan dilakukan ada 3 hal, yakni mengidentifikasi pekerjaan, penilaian kinerja secara harian, dan mempertimbangkan kenaikan pangkat 4 tahun sekali.
Salah satu kandidat Kepala LAN, Agus Dwiyanto memaparkan berbagai permasalahan terkait dengan revitalisasi STIA LAN, yang akan dijadikan services academy, mensinergikan diklat PIM dengan Lemhanas.
Bima Haria Wibisana yang juga sebagai kandidat Kepala LAN mengedepankan peran LAN dalam percepatan program reformasi birokrasi. "LAN harus menjadi center of excellence," ujarnya.
Namun Sarwono Kusumaatmadja mempertanyakan usianya yang masih relatif muda, karena lahir tahun 1961. Padahal tidak sedikit para pengajar dan para deputi LAN umumnya lebih senior. Tetapi menurut Bima, hal itu bukan masalah, dan dia mengaku sudah delapan tahun menduduki jabatan eselon I, dengan staf yang jauh lebih senior. Untuk itu, yang perlu dilakukan adalah membuka ruang untuk kompetisi berdasarkan kompetensi, yang tidak selalu identik dengan latar belakang pendidikan.
Untuk widyaiswara yang saat ini sudah banyak yang di atas 60 tahun, bahkan ada yang sudah 80 tahun, perlu ditata lebih lanjut. "Perlu adanya standarisasi kompetensi widyaiswara, sesuai dengan kompetensinya. Sekarang banyak diisi dengan pensiunan Sekda, pensiunan Dirjen dan sebagainya. Kalau perlu dibuat sertifikasi untuk pegajar di LAN," ujarnya. Bima mengaku, hal seperti itu sudah diterapkan di LKPP," tambahnya.
J.B. Kristiadi menanyakan langkah-langkah yang perlu disikapi LAN, sehubungan dengan kecenderungan terjadinya pembengkakan lembaga-lembaga, serta adanya pemekaran daerah, yang sangat memberatkan keuangan negara.
Bima mengakui, kelembagaan pemerintah di Indonesia memiliki model yang serupa, meskipun masing-masing instansi sebenarnya mempunyai peran masing-masing yang berbeda satu sama lain. Salah satu yang cukup bagus, ada di institusi kesehatan, di mana direktur sebuah rumah sakit tak bisa mengintervensi dokter ahli.
Untuk itu, Bima mengatakan pemerintah harus memiliki keberanian mempengaruhi DPR agar dalam membuat undang-undang tidak selalu mengamatkan pembentukan lembaga baru.
Mantan Kepala LAN Mustopadidjaya menuturkan pengalamannya ketika memimpin lembaga itu, yang banyak diwarnai oleh inkonsistensi bangsa ini, yang juga turut mempengaruhi perjalanan LAN. Karena itu diharapkan agar kebijakannya harus lebih membumi.
Noerhadi Magetsari mempertanyakan, kenapa perlu enam tahun untuk membangun customer services sehingga LAN bisa menjadi center of excellence, Bima menuturkan bahwa tidak ingin berlama-lama di LAN. Dia juga menuturkan berbagai kelemahan yang ada di LAN, misalnya saat diklatpim. Mulai dari sistem absen yang manual, bisa nitip, jual beli soal dan sebagainya.
Terhadap pertanyaan Sofian Effendi, Bima mengatakan bahwa untuk meningkatkan kompetensi aparatur, tidak cukup hanya dengan diklat di LAN. "Setelah diklat, mereka perlu pendampingan, atau technical assistance," ujarnya. Dia menganalogikan dengan diklat e-procurement yang dilakukan oleh LKPP, tak bisa dilepas begitu saja, tetapi harus ada pendampingan.
Wakil Menpan dan RB Eko Prasojo menanyakan bagaimana mensinergikan LAN, Menpan dan BKN. Menurut Bima, saat ini sulit dilakukan. Tetapi itu bisa dilakukan setelah UU Aparatur Sipil Negara dberlakukan.
Kandidat Kepala LAN Deddy S. Bratakusumah dalam presentasinya antara lain merekomendasikan perlunya merevisi Renstra LAN dan menyesuaikan dengan grand design reformasi birokrasi.
Sofian Effendi mengomentari peran LAN yang memiliki dua peran besar, yakni think tank dan fungsi sebagai diklat aparatur negara. Tapi kenyataannya sekarang banyak kebijakan pemerintah yang lebih bersifat reaktif. "Peran LAN di mana," sergahnya.
Menurut Deddy, saat ini yang menonjol dari LAN sebagai lembaga diklat, padahal peran itu hanya salah satu dari lima deputi yang ada. Agar berperan lebih besar, maka LAN harus dijadikan mitra strategis Kementerian PAN dan RB, kemudian hasil kajiannya dibawa ke Kementerian PAN dan RB.
Deddy juga mengatakan, agar LPNK seperti LAN bisa langsung bertanggungjawab kepada Presiden sebagai Kepala Negara, bukan kepala pemerintahan. Pasalnya, sejak Keppres No. 9/2004, Kepala LPNK harus dalam koordinasi Menteri terkait, sehingga untuk ketemu Presiden harus melalui Menteri. "Bagi LAN, hal itu menjadi demotivasi," ujarnya.
Mengomentari hal itu, Prijono Tjiptoherijanto mengatakan bahwa kebijakan itu dikeluarkan karena Presiden selalu disibukkan dengan menerima para Kepala LPNK. Karena itu, LPNK cukup dikoordinasikan oleh Menteri.
Kandidat terakhir di hari kedua, Desi Fernanda memaparkan makalahnya menyangkut Peran LAN dalam membangun kapasitas aparatur negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. "Pemikiran ini sudah ditulis tahun 2006 ketika mengikuti diklat pim I," ujarnya.
Dikatakan, LAN perlu kedeputian yang mengembangkan administrasi, sementara tiga kedeputian litbang yang ada perlu disederhanakan. Jadi ada integrasi litbang dengan kedeputian kebijakan publik. LAN perlu reorganisasi untuk mendukung visi percepatan organisasi. Hilangkan pusat-pusat kajian (eselon II) jadi koordinasi, dengan basis fungsionalisasi. Ke depan, lanjut Desi Fernanda, LAN bukan menjadi birokratif institution, tapi scientific institution.
Sarwono Kusumaatmadja cukup sederhana, tapi cukup mengelitik. "Pernahkan ada evaluasi hasil diklat?" sergahnya.
Menurut Desi, yang pernah dilakukan antara lain rakor diklat, ada juga rakor widiaiswara. Namun efektifitasnya, masih jadi kajian. Hal lain, disayangkan bahwa banyak hasil kajian yang dilakukan dalam diklat, tapi begitu diklat selesai, hasilnya hilang semua. Hal ini terjadi, lanjutnya, karena banyak yang ikut diklat untuk mendapat tiket, bukan mencari ilmu. Ditambahkan, bahkan di daerah sering hanya untuk memenuhi kuota jumlah peserta diklat. Desi juga mengatakan, sistem birokrasi saat ini tidak punya sistem perencanaan karir yang dilaksanakan dengan benar.
Sarwono katakan, pernah punya pengalaman dengan pegawainya yang pinter, jujur, tapi tidak punya pegalaman administrasi. Benar juga, ketika ditempatkan jadi Karo Umum, dia babak belur. Menanggapi hal itu, Desi mengatakan agar baperjakat (badan pertimbangan jabatan dan kepangkatan), ke depan perlu keberpihakan dalam pembinaan pegawai.
Edi Purwanto mengatakan, ada stigma orang dalam tidak akan menjadi baik kalau jadi kepala LAN. Kenapa tidak katakan bahwa LAN perlu revitalisasi.
Kristadi, juga menggambarkan apa yang bisa diberikan LAN kepada masyarakat secara riil dalam reformasi birokrasi. Soal Joko Wi mau pakai mobil rakitan SMK ke Jakarta. Ada yang bilang kan belum mendapat ijin, padahal sudah mengajukan dua tahun yang lalu. Ini kontradiktif. (ags/cry/HUMAS MENPAN-RB)