Anggota Tim Panel Independen KIPP 2020 Dadan S. Suharmawijaya disela-sela tahapan Presentasi dan Wawancara KIPP 2020 hari kesepuluh, di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta, Jumat (10/07).
JAKARTA – Inovasi menjadi salah satu upaya bagi instansi pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan publik. Menurut anggota Tim Panel Independen Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) 2020 Dadan S. Suharmawijaya, terdapat dua karakter kunci untuk berinovasi, terutama dalam bidang pelayanan publik.
“Inovasi pelayanan publik itu sebetulnya terbagi menjadi dua. Bagaimana upaya instansi pemerintah berinovasi untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki, dan inovasi untuk mengatasi masalah yang ada. Ini yang menjadi kunci dimana inovasi itu harus diciptakan,” ujar Dadan dalam Presentasi dan Wawancara KIPP 2020 hari kesepuluh di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Jakarta, Jumat (10/07).
Beragam potensi yang dimiliki oleh instansi pemerintah, baik kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah, dapat dioptimalisasi untuk menjadi suatu inovasi. Dengan inovasi, sumber daya serta kelebihan yang dimiliki dapat diolah sedemikian rupa sehingga berdaya guna dan memiliki nilai kebermanfaatan.
Bagi inovasi yang berangkat dari permasalahan, inovasi hadir untuk menjadi jawaban dan jalan keluar. Dadan mengatakan bahwa pada prinsipnya, inovasi tidak memiliki batasan. Sehingga, bagi instansi pemerintah yang memiliki keterbatasan tertentu, seharusnya tidak menghalangi untuk dapat menciptakan inovasi. Keterbatasan harus dapat menjadi motivasi agar dapat memikirkan solusi dari permasalahan yang telah ada.
“Jadi, kalau ada instansi yang mempunyai potensi, tapi tidak bisa memanfaatkannya, ya ketinggalan dari yang lain. Bagi instansi yang punya banyak masalah tetapi tidak mau keluar dari masalahnya, ya terpuruk. Dua kunci inovasi itu berada disini,” jelas Dadan yang juga merupakan Anggota Ombudsman RI ini.
Untuk terus mendorong instansi pemerintah dalam melakukan inovasi, Kementerian PANRB secara rutin menggelar KIPP. Dalam gelaran yang ketujuh ini, peserta inovasi dibagi menjadi tiga kelompok, yakni kelompok umum, replikasi, dan khusus. Dadan mengatakan, bahwa dari inovasi yang masuk ke dalam Top 99 dan 15 finalis Kelompok Khusus, sebagian besar telah memiliki dua karakter inovasi tersebut.
Dadan juga mencermati mengenai persebaran inovasi yang masuk ke dalam Top 99 pada KIPP tahun ini. “Inovasi-inovasi yang ada tidak hanya dari wilayah-wilayah tertentu saja, tapi hampir seluruh wilayah Indonesia sudah ada perwakilan yang masuk dimana inovasi-inovasi ini patut untuk diapresiasi,” lanjutnya.
Sebagian dari inovasi-inovasi tersebut ada yang hadir karena replikasi dari inovasi lain untuk menjawab persoalan yang tidak jauh berbeda. Namun, banyak juga inovasi yang hadir karena ide-ide orisinal dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
Mengenai inovasi yang masuk dalam kategori khusus, Dadan memaparkan bahwa dalam perkembangannya, inovasi terbagi menjadi tiga. “Ada inovasi yang layu saat berkembang, kemudian ada yang layu ditengah jalan. Tapi ada juga yang tetap berkembang dan terus berlanjut,” paparnya.
Dadan berpendapat bahwa kelompok khusus ini diadakan untuk dapat melihat bagaimana suatu instansi bisa terus mempertahankan keberlanjutan dari inovasi yang diciptakannya. Banyak hal yang dapat mempengaruhi keberlanjutan inovasi, seperti faktor pimpinan instansi atau pimpinan daerah, faktor SDM yang silih berganti, hingga tantangan kompleksitas masalah dari masyarakat. Faktor-faktor tersebut menguji inovasi untuk dapat bertahan atau tidak dalam mengatasi permasalahan yang ada.
“Kelompok khusus ini melihat apakah inovasi yang sebelumnya telah mendapat predikat Top Inovasi di KIPP ini masih dapat bertahan dan berkembang, yang kemudian dapat dijadikan contoh. Tentunya inovasi yang tidak berkembang, ya akan layu dan tidak masuk dalam kelompok khusus KIPP ini,” pungkasnya. (ald/HUMAS MENPANRB)