Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, E.E. Mangindaan menegaskan, ke depan tidak boleh ada lagi pegawai yang menduduki jabatan tertentu, baru kemudian masuk diklat, seperti disinyalir banyak terjadi selama ini. Kebiasaan seperti itu harus dikikis, sehingga fungsi pendidikan dan latihan benar-benar untuk mempersiapkan pegawai menduduki jabatan tertentu.
Hal itu dikatakannya ketika memberikan ceramah umum kepada mahasiswa S1 dan S2 Sekolah Tinggi Administrasi Lembaga Administrasi Negara (STIA LAN) di Bandung, Jumat petang (11/2). “Jangan ada lagi orang yang sudah duduk baru dididik. Harus dididik dulu, baru duduk,” ujar Menteri.
Penegasan itu disampaikan menanggapi kegelisahan dari kalangan mahasiswa STIA LAN yang sebagian besar pegawai negeri. Pasalnya, banyak terjadi pegawai yang disekolahkan, ketika sudah selesai dan masuk ke instansinya justeru tidak mendapatkan jabatan, karena sudah diisi orang lain. Kasus lain yang juga banyak terjadi, meski belum lulus diklat tetapi sudah dilantik pada jabatan tertentu.
@font-face { font-family: "Arial"; }@font-face { font-family: "Verdana"; }p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal { margin: 0cm 0cm 0.0001pt; font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman"; }div.Section1 { page: Section1; }“The right man on the right place mestinya jalan. Di tentara, siapa yang sekolah sudah tahu, kemana setelah selesai pendidikan. Doakan saya, saat ini sedang dibuat aturannya. Diantaranya RUU Administrasi Pemerintahan,” tuturnya.
Ditambahkan, jangan sampai pola karir aparatur yang sudah bagus tidak jalan hanya gara-gara kemauan seorang pimpinan yang tak mau melakukan itu. Bila UU Administrasi Pemerintahan sudah jadi, diyakini akan menjawab berbagai persoalan itu, sehingga pimpinan tak akan semena-mena.
Dalam kesempatan itu, Menteri Mangindaan yang didampingi Kepala LAN Asmawi Rewansyah dan Kepala STIA LAN Bandung Dedy Mulyadi, juga menyinggung berbagai langkah yang dilakukan dalam memperbaiki sistem rekrutmen CPNS, yang mulai 2010 dikoordinasikan oleh Gubernur.
Namun diakui juga bahwa pada langkah awal ini belum dapat terlaksana optimal, karena masih ada Gubernur yang belum siap mengkoordinasikan, ada juga Bupati/Walikota yang tidak mau. ”Ini menjadi PR kami. Kami juga sudah menerjunkan Tim Investigasi ke daerah-daerah yang disinyalir bermasalah dalam rekrutmen CPNS,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu dikatakan juga bahwa banyak pimpinan daerah yang menempatkan pejabat tetapi tidak sesuai kompetensinya. Misalnya, seorang guru menjadi camat, sarjana sastra menjadi bendahara dan sebagainya. Umumnya, mereka itu memiliki kedekatan emosional, atau merupakan tim sukses sang bupati/walikota. Ada juga daerah yang tidak memiliki SDM yang kompetensinya tepat.
Menurut Menteri, hal itu merupakan salah satu dari tujuh area perubahan dalam grand design reformasi birokrasi, yang sudah ditetapkan dengan Peraturan Presiden No. 81/2010. Persoalan itu juga tidak lepas dari gelombang reformasi di bidang politik, khususnya pilkada langsung yang kemudian menempatkan Bupati/Walikota sebagai pejabat pembina kepegawaian.