“To live is not enough. You also need sunshine, freedom n a small flower”, demikian kata pujangga abad renaissance, Hans Christian Anderson. Selasa (14/04), kami menikmati hangatnya sinar mentari pagi, kebebasan dan bunga tulip di Slagelse City, kota tempat pujangga besar tersebut mengenyam pendidikan. Di hari kedua pembelajaran, fasilitator memandu kami berkunjung ke kota yang berbatasan dengan Copenhagen tersebut. Disana kami menyimak pelaksanaan reformasi sistem pendidikan di tingkat pemerintahan lokal (Implementation of the public school system reform from a local perspective).
Diterima langsung oleh Manager Kota, Soren Lund Hansen. Sebagai pimpinan kota, Soren menjelaskan tentang format kerjasama berbasis konsensus antara sekolah dengan stakeholders dalam melakukan reformasi pendidikan yang esensial, terutama dalam membangun karakter anak didik. Kami juga belajar dari pengalaman perwakilan Kepala Sekolah dalam mengelola pendidikan, menurutnya formula untuk melahirkan generasi yang tangguh adalah : sekolah harus memiliki visi yang tajam dan standar kompetensi lulusan yang jelas sesuai dengan kebutuhan objektif; perlu dibangun nilai bersama melalui kesepakatan antara sekolah, siswa dan orang tua berdasarkan karakter bangsa dan kearifan lokal; perlu terus menerus melakukan inovasi dalam pembelajaran; serta pentingya keteladanan dari kepala sekolah, para guru dan siswa secara berjenjang.
Kami menimba pelajaran berharga, bahwa peran orang tua sangat menentukan dalam membesarkan, menyayangi dan mendidik anak-anaknya. Di Slagelse City, orang tua, baik ayah maupun ibu, mengantar anaknya ke sekolah dengan menggunakan sepeda merupakan pemandangan harian yang dapat kita saksikan di setiap sudut kota. Demikian juga peran guru sangat besar, mereka memberikan perhatikan yang serius. Kami sempat melihat rombongan anak-anak sekolah turun dari bus, kemudian dijemput dan dipandu menyeberang oleh gurunya.
Rabu (15/04). Kami kembali masuk kelas di kampus CBS. Pencerahan pertama kami dapatkan dari Prof. Mogen Kuhn Pedersen. Beliau membahas tentang pemerintah, tata pemerintahan dan digitalisasi (Government, Governance and digitalisation in denmark and infrastructural model). Menurutnya, Denmark sudah masuk pada fase masyarakat digital (digital society). Semua tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik, sepertilayanan kesehatan dan pendidikan sudah dilakukan secara online. Bahkan sejak tahun 1968, setiap warga negara disana dilengkapi National Personal Identity number (CPR), seperti KTP nya di indonesia. Kartu yang multi fungsi untuk semua keperluan warga. Mereka sudah moving online sejak dulu, process integrationdanchannel integration sudah mereka lewati, saat ini mereka sudah ada di fase service integration. Semua layanan pemerintahan sudah terintegrasi dengan baik untuk kesejahteraan warga. Kuncinya sederhana, kepemimpinan yang kuat dan terpercaya serta kerjasama lintas sistem (interoperability).
Sore harinya kami berkunjung ke Danish Agency for Digitisation untuk menerima pemaparan tentang e-Government Strategy 2011- 2015, disampaikan oleh Senior Advisor, Yih Jeuo Wang. Ada yang menarik saat berkunjung ke kantor ini, demikian juga kantor-kator pemerintahan yang lainnya. Bentuk bangunannya biasa-biasa saja, tidak ada gerbang dan papan nama kantornya pun kecil. Tetapi kinerja dari kementerian tersebut begitu terasa, setiap warga yang membutuhkan terlayani dengan baik. Tidak seperti di kita. Setiap kantor pemerintahan rata-rata megah, ada pintu gerbangnya dengan papan nama identitas yang besar, tetapi saat warga membutuhkan seringkali responnya tidak optimal.
Kamis (16/04). Hari pembelajaran keempat di Copenhagen makin seru. Diawali dengan kunjungan ke Danish Maritime Authority (DMA) untuk mendapatkan pengetahuan tentang Governance Business Process di lingkungan Kementerian Kelautan-nya Denmark. Kami diterima oleh Assistant Director General, Ruth Lauridsen. Materi teknis disampaikan oleh Gitte Mondrub, Special Advisor dan Kasper Sgaard, Head of Division.
Dari penjelasan para narasumber, dapat diambil kesimpulan bahwa Denmark adalah salah satu negara maritim yg kuat (Controls 5 % of the worlds fleet and caters for 10 % of world cargo trasport). Tata laksana (business process) pada sektor maritim sangat sederhana tapi mantap. Pelayanan pada sektor ini sangat optimal, demikian juga sinergitas lintas kementeriannya, misalnya dengan Ministry of the Environment,danMinistry of Food Agriculture and Fisheries, berjalan efektif. Kekuatannya bukan pada regulasi tapi pada kepercayaan dan konsensus, serta komitmen untuk memberikan "active service"dantake the customers perspektive : "how" can we solve your problem - never "if".Menurut Martin John, Director Survey and Certification,kekuatan dasar mereka ada di DMA basic values, yakni : we are part of the maritime denmark, our results make a difference, we are proactive, we are focus on quality, we welcome all viewpoints and are creative.
Siang harinya kami meluncur ke Asia House, tempat silaturahminya masyarakat Asia yang bermukim di Copenhagen. Tempat tersebut dibangun sejak jaman dahulu sebagai representasi hubungan dagang Denmark dan negara-negara Asia. Lokasinya di samping Langelinie Alle Park, taman kota yang berada di bibir pantai yang indah dan eksotis, tempat dipahatnya “Little Mermaid”, salah satu patung paling terkenal di dunia. Patung mungil sepanjang 1,25 meter dan beratnya sekitar 175 kg, dirancang oleh Edvard Eriksen pada tahun 1913. Diilhami dari cerita dongeng Hans Christian Andersen dengan judul yang sama. Belum ke Denmark kalau tidak melihat patung tersebut, begitu para pelancong bilang.
DiAsia House kami disegarkan oleh materi Governing the Danish system of multi-level governance session, yang disampaikan oleh Prof. Lene Holm Pedersen. Guru Besar cantik dari CBS tersebut membedah pentingnya steering motivation and ferformance for public sector employees. Menurutnya Performance adalah perpaduan antara Steering, Motivation dan User Capacity.
Sore harinya kami mendapatkan pembekalan dari Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Denmark, Prof. Dr. Bomer Pasaribu. Beliau membuka cakrawala pandang tentang Lesson learned from the Danish welfare system : Governance and Reform. Menurut Bomer, Denmark adalah sebuah model negara welfare state dengan pemerataan pendapatan tertinggi di dunia. Sistem ekonominya kapitalis, campuran pasar dengan negara kesejahteraan yang kuat berbasis knowledge economy. Visi besarnya "Denmark 2020, knowledge-growth-prosperity-welfare". Denmark merupakan the world wealthiest countries.
Kegiatan hari itu kami pungkas dengan jalan-jalan sore ke Tivoli Gardens, destinasi wisata kota paling melegenda di Eropa. Di tempat rekreasi tengah kota Copenhagen tersebut, kami melepas penat sembari melihat bunga warna warni yang sedang merekah, gedung-gedung tua yang masih berdiri tegak, serta hidangan pertunjukkan opera lawas abad pertengahan. Tivoli sangat strategis untuk dikunjungi dan sangat cocok buat anak-anak dan dewasa. Tempat hiburan favorit keluarga di Copenhagen. Mungkin sama dengan Dufan-nya di Jakarta. Di tempat ini berbagai atraksi dan wahana hiburan dapat dinikmati, seperti roller coaster kayu buatan tahun 1914, dan sebagainya. Tivoli juga menjadi tempat yang enak untuk bersantai. Taman-tamannya sejuk, ada danau-danau kecil lengkap dengan perahu yang bisa disewa. Ada pula tempat konser orkestra, panggung musik, gedung teater dan kafe-kafe kecil. Dari stasiun pusat, letak Tivoli tak begitu jauh. Tepat di depan gerbang Central Station Copenhagen dan tidak jauh dari International Airport Copenhagen. Dengan membayar tiket sebesar 95 kr (1 kr = Rp.1600), kita bisa masuk dan menikmati semua yang ada didalamnya. Tivoli juga memiliki roller coaster modern yang dibuat dari baja atau disebut Daemon sepanjang 20 m dan memiliki 3 loop. Selain itu, banyak atraksi lainnya yang bisa ditemui, ada korsel ‘The Flyer Star’, diayunkan 80 kaki di udara. Kita juga bisa menikmati pemandangan kota Copenhagen dan juga jembatan Oresund yang panjang membentang.
Jum’at (17/04). Pembelajaran hari kelima. Pagi-pagi rombongan sudah berkumpul dan bersiap mengunjungi The Ministry of Housing, Urban and Rural Affairs untuk menyimak materi Governance Business ProcessdariClaes Nilas, Permanent Secretary. Menurutnya, prinsip dasar pembangunan perumahan, perkotaan dan perdesaan di Denmark adalah livability (public space n mobility), sustainability (clean air and water, zero emission), growt (innovation and investments). Dalam implementasinya prinsip dasar tersebut dikembangkan melalui sinergi komunikasi dan harmonisasi lintas stakeholders, terutama antara pemerintah/politisi dengan dunia usaha dan perguruan tinggi (triple helix). Pemerintah/politisi fokus pada dukungan kebijakan, perguruan tinggi konsentrasi pada penelitian dan pengembangan, serta dunia usaha mendorong investasi ekonomi.
Clais lebih lanjut menjelaskan bahwa, masyarakat desa dan kota memiliki peluang yang sama untuk berperan dalam pembangunan, serta mendapatkan kesejahteraan. Indeks Gini Denmark sangat rendah, artinya pertumbuhan ekonomi disana diimbangi dengan pemerataan. Menyimak materi tersebut, jadi teringat trilogi pembangunan pada masa orde baru (stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan).
Namun demikian, pertumbuhan ekonomi Denmark saat ini mulai mengalami stagnasi di kisaran 1%. Sementara Indonesia masih sangat dinamis diantara 5-7 %, bahkan bisa menembus 10 %. Artinya, apabila Indonesia bisa menjemput dan memanfaatkan bonus demografi dan tidak terjebak middle income trap, bisa dipastikan Indonesia ke depan bakal moncer menjadi negara digdaya (the big ten), bahkan mungkin akan melampaui Denmark.
Siangnya tour of duty dilanjut ke kantor The Agency for Modernization – financial controlling, the employer perspective and systems. Diterima oleh Lasse Stenhoj Qvist, Special Advisor Venue. Sore harinya kami kembali ke kampus CBS dan menerima penjelasan. tentang The Agency for Modernization Performance Management in the Public Sector Session dari Ivar Friis, Professor CBS. Perjalanan menuju kampus ditempuh dengan jalan kaki sembari menikmati suasana sore yang serasa masih siang. Di bawah terik matahari tapi masih dalam suhu kurang dari 5'C, kami melihat banyak penduduk kota berkongko ria di teras cafe di pinggir-pinggir jalan, meneguk segelas kopi dan saling bercengkrama.
Kehidupan jalan raya di Copenhagen sangat tertib. Semua pengguna jalan, pengendara mobil, motor, sepeda dan pejalan kaki saling menghormati. Jarang sekali terlihat polisi, mereka berdisiplin tanpa harus ditongkrongi. Bahkan pinggir-pinggir jalan menjadi tempat yang romantis untuk bergandeng tangandan melepas rindu sesama pasangan.Tata ruang kota Copenhagen juga tertata apik. Kawasan pemukiman, perekonomian, taman kota, fasilitas umum dan sosial didesain proporsional. Tidak ada gedung pencakar langit, tidak ada kesenjangan yang menganga, serta tidak ada kesemrawutan yang dipelihara. Yang ada harmoni kota.
Selama pembelajaran di Copenhagen sulit sekali kami menemukan polisi atau pegawai pemerintah berjaga di tempat pelayanan, kecuali petugas pembersih stasiun kereta api bawah tanah, itu pun baru dua kali melihatnya, tapi semua layanan publik berjalan efektif. Warga melayani dirinya sendiri untuk berbagai kepentingan, bayar pajak, naik bus, kereta api atau transfortasi lainnya, semua ngatur sendiri tanpa ditongkrongi petugas. Sulit juga kami menemukan kecurangan dalam keseharian, apalagi korupsi. Karena itu, di Denmark tidak ada lembaga penegak hukum super body seperti KPK di Indonesia, jumlah polisi sangat terbatas, hakim dan jaksa pun sepertinya banyak nganggur karena jarang sekali kasus hukum. Namun demikian tata kelola pemerintahan dan pembangunan berjalan baik. Negara hadir dalam kehidupan warga dalam bentuk yang lebih kongkrit, yakni membuat warga bahagia dalam kesehariannya karena cukup sandang, pangan dan papan. Satu kata untuk menggambarkannya, di Denmark ada "trust"!
Sabtu (18/04). Pembelajaran hari keenam, hari terakhir kami menimba ilmu. Kami melaksanakan evaluasi sekaligus Final workshop lesson learned - key take aways and implementation strategies - Incl. presentations and diplomas session. Dipandu langsung oleh para pendamping setia dari CBS Executive Program Management. Lesson learn yang bisa diambil selama kami di Copenhagen adalah pentingnya trust, concensus, cooperation dan active service dalam tata kelola pemerintahan. Business process jangan terjebak pada regulasi dan pendekatan normatif administratif, yang terpenting adalah bagaimana memberikan kepercayaan kepada setiap istitusi untuk menemukenali tata laksana terbaik berdasarkan kebutuhan, potensi dan budaya masing-masing organisasi. Selanjutnya bagaimana membantu setiap institusi mendapatkan pancing yang tepat agar mereka bisa memancing dengan baik dan mendapatkan ikan. Model tata laksana dan tata kelola pemerintahan di Denmark memang bagus, disini kami menemukan kembali arti penting values dan trust dalam penyelenggaraan pemerintahan (reinventing government). Tentu Denmark Model tidak bisa di ditiru dan diterapkan dengan serta merta di Indonesia, kita harus nyusun model sendiri dengan inspirasi dari Denmark model. What next ?. Pekerjaan rumah kita adalah bagaimana merumuskan regulasi tentang business process ala Indonesia (Indonesian Model), serta bagaimana menerapkannya di lingkungan Kementerian PANRB sebagai role model. (hs/HUMAS MENPANRB)