Pin It

20181023 logo anugerah asn

 

Oleh: Suwardi (Pranata Humas Madya Kementerian PANRB)

 

Tak hanya inovatif dalam cara mengajar, Endang Yuli Purwati juga sangat peduli kepada anak-anak terbuang dengan segala permasalahannya.

 

Banyak orang yang prihatin melihat anak-anak terlantar yang hidup dengan mengemis di jalanan. Banyak pula yang hanya merasa kasihan ketika melihat atau membaca berita tentang bayi yang dibuang orang tuanya. Berbeda dengan Endang Yuli Purwati. Guru agama Islam SMA Negeri 4 Bandung ini tergerak untuk membantu anak-anak yang kurang beruntung itu dan merawat mereka bagaikan anak sendiri.

Terhitung sejak tahun 1984-2004, wanita yang memiliki empat anak kandung ini sudah mengasuh dan menyekolahkan 54 anak terlantar, atau anak-anak dari keluarga tidak mampu. Dari jumlah itu, bahkan ada  8 anak yang sudah menjadi sarjana, dan satu di antaranya menjadi dokter.

Perhatian lebih Endang kepada anak keluarga tidak mampu berawal pada tahun 1984. Saat itu ia mempekerjakan seorang anak perempuan lulusan SMP sebagai pengasuh anaknya.

“Saya menilai kerjanya sangat bagus dan terlihat ada keinginan untuk melanjutkan sekolah ke SMA. Saya pun menolongnya dan membiayainya hingga lulus SMA,” tutur Bu Yuli, sapaan akrabnya.

Ada perasaan senang saat ia bisa membantu mewujudkan keinginan pengasuh anak itu hingga bisa lulus SMA. Berangkat dari situ, kesenangannya untuk menolong dan menyekolahkan anak-anak tidak mampu seakan menjadi kebiasaan. Ia pun mulai berbuat hal yang sama kepada anak-anak tetangga yang tidak mampu, termasuk loper koran yang ingin bersekolah.

 

20181213 endang yuli2

 

Mengasuh Puluhan Bayi

Di tengah kesibukannya mengurus anak-anak asuh pada tahun 2001, Yuli hamil anak keempat. Karena pernah mengalami sakit dan sempat koma saat proses kelahiran anak ketiga, dokter menyarankannya untuk melakukan aborsi.

Kontan Yuli menolak saran itu dan tetap mempertahankan bayinya. Ia berusaha meyakinkan diri bahwa dia dan bayinya akan baik-baik saja. Dan keyakinannya itu terwujud, dia bisa melahirkan dalam keadaan sehat.

Yuli sangat bersyukur kepada Allah SWT atas karunia ini dan berusaha mencari cara untuk menunjukkan rasa syukur tersebut. Jawabannya pun ditemukan saat menonton televisi yang memberitakan ada bayi yang dibuang orangtuanya. “Saya pun mulai berpikir, kenapa saya tidak menunjukkan rasa syukur saya kepada Allah SWT dengan cara menolong bayi itu,”  tuturnya.

Jadilah sejak saat itu ia membuka hati untuk mulai mengasuh anak-anak yang terbuang sembari tetap mengasuh dan menyekolahkan anak-anak yang tidak mampu.

Tepatnya pada 23 Februari 2004, ia pun mendapatkan bayi pertama laki-laki yang dibuang orangtuanya dan diberikan kepadanya untuk diasuh. Menyusul lagi pada 16 September 2004, ia mendapatkan anak asuh bayi laki-laki, kemudian tanggal 19 September dapat bayi laki-laki, pada 29 Oktober dapat bayi perempuan, dan 10 Desember bayi perempuan.  “Kami dapat bayi lima dan itu datang sendiri. Saya juga bingung kenapa bayi-bayi itu datang sendiri,” ujar istri Ahmad Badawi ini.

Tidak hanya dari Bandung, bayi terbuang bahkan pernah datang dari Jember, Jawa Timur. Ia menerima bayi tersebut dari ibunya yang dihamili entah oleh siapa dengan kebingungan merawat anaknya.

Rumah Yuli di kawasan Kopo Permai, Sukamenak, Bandung, pun ramai oleh tangisan bayi. Ia dengan sigap langsung turun tangan menyiapkan susu formula, merapikan bayi, dan menggendongnya.

Yuli mengaku hampir tidak memiliki hambatan ketika mengasuh anak-anak dan bayi tersebut. Untuk membiayai semua kebutuhan anak-anak asuhnya itu, ia membuat usaha warung makan. Ia dan suaminya yang pensiunan BUMN tidak ingin meminta biaya dari pihak manapun, baik dari donatur ataupun membuka kotak sumbangan, walau memang tak jarang ada saja para dermawan  yang tanpa sepengetahuan mereka turut membantu. “Kami sangat bersyukur, karena mendapat keberkahan rezeki semenjak mengasuh anak-anak itu,” katanya.

Bahkan, dia juga tidak mengekpos apa yang telah dilakukannya itu ke publik. “Karena kami anggap itu sama dengan membuka aib mereka-mereka yang melahirkan bayi yang tidak diinginkan. Kami sangat mencintai kehadiran bayi-bayi itu,” ucapnya

Bahkan, suaminya juga tidak mengijinkan untuk memasang plang yayasan atau panti asuhan di depan rumah mereka. Alasannya, itu bisa saja mempengaruhi psikis anak-anak asuhnya. “Kami berpikir anak-anak itu bukan butuh plang, bukan butuh panti asuhan, tapi butuh ibu dan bapak,” ujarnya.

Bayi dan anak-anak itu diasuh Yuli sepenuh hati dengan pendekatan kasih sayang dan keterbukaan. Ia juga memperlakukan mereka sama seperti apa yang ia lakukan kepada anak-anak kandungnya. Dalam hal pakaian misalnya, ia tak pernah membeda-bedakan. Jika satu dibelikan pakaian baru, maka semuanya pasti dibelikan juga. Syukurnya, anak-anak kandungnya tak ada yang komplain.

Seiring perjalanan waktu, semakin banyak anak-anak terbuang yang datang kepadanya. Mereka ada yang usia SMP, SMA, dan bahkan di antara mereka ada yang dalam keadaan hamil, baik dari hasil perkosaan dan hasil perzinahan. Anak-anak ini diasuh dan dididik agar tidak kembali menjadi anak-anak yang terbuang. “Saat ini anak asuh saya tinggal 23 orang, yang lainnya sudah dikembalikan ke orangtuanya,” ujar Yuli di malam penjurian lima besar ASN Inspiratif 2018, di Studio TVRI Jakarta, akhir November 2018 lalu.

Yuli mengaku semua dilakukannya karena dirinya mau membuka hatinya untuk anak-anak tidak mampu dan terbuang. “Rumah saya sebenarnya biasa saja, tidak terlalu luas. Tapi saya bisa melakukan itu semua. Yang dipentingkan itu tidak rumahnya yang diluaskan, tapi hati kita,” kata Yuli.

 

20181213 endang yuli2

 

Inovasi dalam Mengajar

Di sekolah tempatnya mengajar, Yuli juga memposisikan dirinya sebagai ibu guru yang siap menerima keluh kesah murid-murid. Menurutnya,  keluh  kesah anak SD, SMP, dan SMA itu berbeda. SMA itu sudah ada rasa suka kepada orang lain, ada rasa pemberontakan kepada orangtua, ada pemberontakan kepada aturan-aturan. “Nah, saya tidak boleh ada batas dengan anak-anak, saya harus dekat dengan mereka,” katanya.

“Beragam keluh kesah dan curhat disampaikan anak-anak ini. Ada di antara mereka yang berbuat salah, namun saya tidak menghakimi, bakan tidak menceritakannya ke guru-guru lain,” kata Yuli.

Sebagai seorang guru agama, ia juga memiliki cara yang inovatif dan menarik dalam mengajar di kelas, sehingga murid-murid dapat benar-benar memahami pelajaran dan tidak mudah jenuh. Salah satu inovasi itu adalah mendesain pembelajaran mengenai pernikahan menjadi lebih menarik dengan langsung dipraktekkan dengan menyelenggarakan nikah massal di sekolah.

Acara ini juga dirangkai dengan kegiatan Festival Gifari dengan puncak acara pada tanggal 14 Februari. “Ini sekaligus untuk menangkal pengaruh negatif valentine's day bagi anak-anak,” ungkap Yuli. 

Murid-murid dilibatkan dalam acara ini. Mereka menjadi WO (wedding organizer), mendekor ruangan kelas menjadi tempat pernikahan, menyiapkan hidangan, hingga mengundang tamu. Nikah massal pada Februari 2018 lalu bahkan dihadiri Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, Andang Segara, mewakili Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan.

Festival Gifari sendiri berisi rangkaian kegiatan bernuansa Islami seperti lombah tahfiz Quran, lomba kaligrafi, cerdas cermat, dongeng kepahlawanan Islam dan lainnya. Diundang pula tokoh atau publik figur yang telah berhijrah untuk menceritakan pengalaman mereka mendalami agama agar bisa menjadi motivasi para murid.

Inovasi pelajaran lain adalah manasik haji yang didesain seolah-olah para murid memang akan pergi haji. “Kegiatan ini kemudian menjadi program sekolah, bukan program guru agama lagi dan akan tetap dilaksanakan meskipun saya tidak mengajar lagi,” ucap Yuli yang sudah mendekati masa pensiun ini.

 

20181213 endang yuli2

 

Arti Kesuksesan

Yuli diangkat menjadi PNS sebagai guru di SKKP Negeri 1 Bandung pada tahun 1985 setelah menyelesaikan kuliah di IAIN Sunan Gunung Jati, Bandung. Setelah masuk kelas, ia merasa apa yang dipelajari selama betahuan-tahun belum ada artinya ketika berhadapan dengan murid-murid. “Banyak kondisi di lapangan yang tidak sesuai dengan teori yang dipelajari saat kuliah. Jadi saya harus belajar terus,” ujarnya.

Pada tahun 1986, ia menemukan kasus 8-9 anak yang tidak bisa masuk kelas karena menunggak SPP. Dengan sukarela ia bayarkan SPP anak-anak tersebut secara mencicil dengan memotong gaji yang baru 80% diterimanya.

Awalnya Yuli merasa tidak enak hati kalau aksi dermawannya itu diketahui guru-guru lain. “Saya kan guru baru, nanti bagaimana pandangan bapak-ibu guru yang lain,” ujarnya. Beruntung, respon guru-guru lain sangat positif. Bahkan mereka akhirnya ikut membantu dengan menyelipkan uang pada kotak makan yang dibawa Yuli ke sekolah. Sebagian uang itulah yang ikut digunakan membiayai perawatan anak dan bayi terlantar.

Kasus lain, ia menerima curhat seorang murid perempuan yang ketakutan kalau berada di rumah. Seminggu anak itu menghilang, tidak bersekolah, kemudian muncul dan kembali menghilang. Setelah dibujuk-bujuk oleh Yuli, ternyata anak tersebut ketakutan di rumah karena sering mendapati ayahnya masuk ke kamarnya dengan kondisi sudah tidak berpakaian. “Tentu saya harus mengambil tindakan dengan mengamankan anak tersebut dari kemungkinan tindak kekerasan,” katanya.

Pada tahun 2000 ia pindah ke SMA Negeri 18 Bandung dan pada tahun itu juga ia terpilih menjadi guru terbaik Jawa Barat berdasarkan penilaian Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan. Ia dianggap kreatif karena telah mempraktekkan cara mengajar sesuai Kurikulum 2013. Pada 2005, Yuli pindah ke SMA Negeri 4 Bandung hingga saat ini. Selama karirnya Yuli tetap menjadi guru biasa dan tidak mau ditugaskan menjadi wakil kepala sekolah.

Seluruh hati Yuli diberikan kepada murid-murid, anak dan bayi yang dia bantu. Bahkan dirinya rela tidak menyelesaikan kuliah S2 karena merasa lebih baik berbagi kepada anak-anak tersebut, membiayai pendidikan mereka. “Kesuksesan saya adalah kesuksesan anak-anak saya, kesuksesan suami saya, kesuksesan orang tua saya” ucapnya.(*)

     

Nama                             : Endang Yuli Purwati

Tempat Tanggal Lahir      : Madiun, 1 Juli 1959 

Pendidikan                     : S1 Pendidikan Agama Islam, IAIN Sunan Gunung Djati, Bandung.

Pekerjaan/Jabatan          : Guru Agama Islam SMA Negeri 4 Bandung