Pin It

Ateh

Deputi RB, Kunwas dan Pengawasan Kementerian PANRB M. Yusuf Ateh 

 

JAKARTA – Evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang dilakukan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) setiap tahun sudah berlangsung sejak 2006. Evaluasi ini dilakukan secara independen terhadap lembaganya, bukan pimpinan instansi.

"Kami bicara kementerian, bukan menteri, kami bicara mengenai organisasi. Evaluasi ini bukan dilakukan untuk menilai kinerja menteri atau pimpinan instansinya, tetapi untuk mengevaluasi kinerja organisasi untuk menunjukkan sampai sejauh mana dan posisinya," ujar Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas, dan Pengawasan Aparatur Kementerian PANRB, M. Yusuf Ateh di kantornya, Selasa (05/01).

Ditambahkan, evaluasi juga bukan untuk mengejar nilai, tetapi tujuan utamanya adalah terjadinya peningkatan akuntabilitas kinerja, sehingga setiap rupiah yang dibelanjakan oleh instansi pemerintah dapat dipertanggungjawabkan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Dalam evaluasi itu, yang dinilai

Karena itu, evaluasi tersebut dilakukan secara independen, seperti halnya yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memberikan opini atas laporan keuangan instansi pemerintah. “BPK melakukan audit sendiri atas seluruh kementerian/lembaga serta pemda, sedangkan laporan keuangan BPK diaudit dan diberi opini oleh kantor akuntan publik," kata Ateh.

Demikian juga dengan evaluasi akuntabilitas kinerja Kementerian PANRB, tidak dilakukan sendiri, tetapi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Hal itu diamini oleh Kepala BPKP Ardan Adi Perdana.  Sesuai dengan ketentuan, BPKP sudah melakukan evaluasi terhadap akuntabilitas kinerja Kementerian PANRB secara independen, tanpa intervensi dari pihak manapun.

Pelaksanaan evaluasi tersebut mengacu pada pedoman dan standar yang berlaku untuk mengevaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah lainnya. “Hasilnya, lanjut Ardan,  nilai akuntabilitas kinerja Kementerian PANRB pada tahun 2015 mengalami penurunan, dari 77,35 tahun 2014 menjadi 77,00,” ujarnya saat dihubungi via telepon seluler, Selasa (05/01).

Dengan skor itu, Kementerian PANRB mendapat nilai BB bersama 20 kementerian/lembaga lainnya. Nilai BB tidak dikenal dalam evaluasi tahun-tahun sebelumnya. Tahun lalu, dengan skor 77,35, Kementerian PANRB meraih nilai A.  Ini disebabkan standar penilaian berubah, yakni 75 – 85 masuk kategori A. Sementara tahun 2015, nilai A diperuntukkan bagi instansi pemerintah dengan skor 80 – 90, sementara yang skornya  70 – 80 masuk kategori BB. Konsekuensinya, hanya ada 4 K/L yang mendapatkan nilai A, dan sebanyak 21 K/L meraih nilai BB.

Ateh menjelaskan, evaluasi akuntabilitas kinerja sudah dilakukan kepada seluruh instansi pemerintah sejak berlakunya Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Evaluasi tersebut dilakukan sebagai upaya untuk membangun clean and good gouverment. Kementerian PANRB, lanjut Ateh, sangat concern untuk membangun transparansi dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, termasuk pertanggungjawaban penggunaan anggaran.

Untuk melakukan pembinaan, setiap tahun dilakukan evaluasi untuk melihat perubahannya dalam rangka membangun good and clean government. “Bagaimana tingkat pertanggungjawaban setiap instansi pemerintah dari penggunaan anggarannya, karena semua program kegiatan pemerintah yang menggunakan anggaran negara harus dipertanggungjawabkan," ujarnya.

Dalam melaksanakan evaluasi, Kementerian PANRB tidak sendiri, tetapi bersama dengan BPKP, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta  Inspektorat Porvinsi.  Sesuai dengan PP No. 8/2006 tentang Kewajiban Melaporkan Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah,  Kemenetrian PANRB, Kemendagri dan BPKP diamanatkan untuk berkoordinasi. Hal tersebut juga diamanatkan dalam Perpres No. 29/2014 tentang Sistem Akuntabilitas Instansi pemerintah (SAKIP).

Evaluasi itu tidak dilakukan dengan sembarangan, karena harus dilakukan sesuai pedoman yang suidah ditetapkan. Pedoman Evaluasi Akuntabilitas Kinerja disusun bersama-sama dengan elibatkan Kementerian Keuangan, Bappenas dan Kemendagri, karena substansinya sejalan dengan UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional dan UU Otonomi daerah serta Peraturan Pemerintah (PP) turunannya.

Ateh juga menjelaskan bahwa indikator utama dalam evaluasi yang dilakukan adalah perencanaan kinerja yang akan dilihat secara komperhensif atau berkelanjutan. Perencanaan kinerja didalamnya mencakup Renstra, penganggaran kinerja, serta perjanjian kinerja.

Dalam hal ini, penilaian dilakukan untuk mengetahui sejauh mana suatu instansi pemerintah telah membuat perencanaan program yang memberikan manfaat atau hasil atas penggunaan anggaran yang dialokasikan. Anggaran berbasis kinerja bermakna bahwa uang itu ada setelah perencanaannya jelas. “Jadi mau mencapai apa, baru uangnya ada. Setelah itu, kami akan sampaikan rekomendasi perbaikannya," jelas Ateh.

Kedua, pengukuran kinerja yang menggambarkan tolok ukur keberhasilan instansi pemerintah. Jadi setiap instansi harus memiliki ukuran kinerja yang jelas.

Ketiga, pelaporan kinerja, di mana setiap instansi pemerintah harus mampu menjelaskan kinerjanya sesuai anggarannya kepada masyarakat, stakeholder dan pihak berkepentingan lainnya. Keempat, evaluasi kinerja internal yang mencakup upaya-upaya untuk mengidentifikasi kendala dan merumuskan perbaikan secara komperhensif.

Terakhir, lanjut Ateh, capaian kinerja,  yang merupakan outcome, yakni  hasil yang mampu dipertanggungjawabkan. Jadi instansi pemerintah harus berorientasi pada hasil (result oriented government), bukan sekedar proses. (ris/hs/HUMAS MENPANRB)