Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin menghadiri acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Polri 2019 di JS Luwansa Hotel, Jakarta (12/06).
JAKARTA - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mendeklarasikan komitmen pembangunan Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) pada kawasan Bandar Udara, Pelabuhan, serta penegakan hukum dalam Integrated Criminal Justice System (ICJS). Hal tersebut dilaksanakan pada kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Polri 2019, di JS Luwansa Hotel Jakarta, Rabu (12/06).
Deklarasi komitmen yang dilanjutkan dengan penandatanganan oleh 14 Kapolda diseluruh Indonesia tersebut, disaksikan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin, Kapolri Tito Karnavian, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, serta Asisten Kapolri Bidang Perencanaan dan Anggaran (Asrena) Agung Sabar Santoso.
Adapun ke 14 Polda tersebut adalah Polda Metro Jaya, Polda Jawa Barat, Polda Jawa Timur, Polda Jawa Tengah, Polda Sumatera Utara, Polda Sulawesi Selatan, Polda Kalimantan Timur, Polda Bali, Polda Sulawesi Utara, Polda Kalimantan Barat, Polda Kalimantan Selatan, Polda Riau, Polda Sumatera Barat, dan Polda Kepulauan Riau.
Dalam sambutannya, Kapolri Tito Karnavian mengatakan bahwa para anggota Polri harus menghilangkan budaya korupsi di semua unit kerja Polri, sehingga terwujud pelayanan yang bersih, transparan, dan akuntabel. Selain itu, ia mengingatkan agar kegiatan yang dilaksanakan bukan hanya sekedar seremoni melainkan harus diikuti dengan eksekusi, dimana hal tersebut juga untuk pengembangan institusi Polri sendiri.
Pada kesempatan tersebut, Tito juga mendorong para anggota Polri untuk dapat mengutamakan layanan publik berbasis IT. Disampaikan bahwa penggunaan teknologi dalam memberikan pelayanan untuk masyarakat merupakan kebijakan institusi Polri dalam rencana kerja di tahun 2020.
Kapolri Tito mencontohkan apabila seseorang ingin membuat Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) tidak perlu lagi diberikan formulir pendaftaran, namun seharusnya sudah ada data mengenai perilaku orang tersebut, apakah orang tersebut pernah terlibat kasus kriminal atau tidak.
“Hal itu juga dapat memudahkan proses pembuatan SKCK, sehingga waktu pembuatannya pun dapat dipangkas,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan apabila sebuah perencanaan disusun dengan baik maka menjadi separuh penentu keberhasilan, namun jika perencanaan gagal maka ke depannya juga akan gagal. Oleh karena itu, perencanaan yang akan dilakukan harus sejalan dengan kebijakan pemerintah atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Menurutnya, jika salah satu fokus pemerintah di masa mendatang adalah pembangunan SDM, maka Polri harus mendukung fokus tersebut baik pada SDM Polri sendiri ataupun pada Kementerian/Lembaga lainnya. Acara tersebut juga dihadiri Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan Kementerian PANRB M. Yusuf Ateh, serta pejabat di lingkungan Polri. (byu/HUMAS MENPANRB)