Pin It

cover kipp 2019

 

JAKARTA - Hingga akhir tahun 2017, timbunan sampah kantong plastik di Kabupaten Badung, Bali, mencapai 3,7 ton per hari atau sekitar 1.350,5 ton selama satu tahun. Kondisi tersebut memerlukan upaya preventif untuk menekan timbunan sampah kantong plastik melalui pola 3R khususnya reduce. Pemerintah Kabupaten Badung kemudian melahirkan inovasi Badung Anti Kantong Plastik atau BATIK, yang dilakukan dengan pendekatan budaya lokal Tri Hita Karana.

Dalam konsep Tri Hita Karana, ada yang disebut Palemahan, yakni hubungan manusia dengan lingkungan. Tri Hita Karana menjadi pondasi dan potensi untuk membangun komitmen bersama dalam pengurangan penggunaan kantong plastik.

Wakil Bupati Badung I Ketut Suiasa menjelaskan, Gerakan BATIK diikat oleh aturan adat. “Dengan ini mereka sangat taat, patuh, dan mengikuti dengan baik. Mereka juga melakukan aksi secara bersama,” jelasnya dalam Presentasi dan Wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik, di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).

Menurutnya, gerakan berbasis masyarakat dengan aturan adat ini sangat efektif dalam mengurangi sampah plastik. Sejak dilaksanakannya inovasi ini di seluruh wilayah Kabupaten Badung, telah mengurangi penggunaan dan menekan timbunan sampah kantong plastik sebanyak kurang lebih 115.171.370 kantong per tahun, atau kurang lebih 921 ton dengan total objek sasaran atau lokasi sebanyak 11.122 unit.

 

20190716 Inovasi Batik Badung Anti Kantong Plastik Pemkab Badung 1

Wakil Bupati Badung I Ketut Suiasa dalam Presentasi dan Wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik, di Kantor Kementerian PANRB.

 

Pelaksanaan inovasi ini melibatkan berbagai stakeholder seperti Lembaga Adat, Masyarakat Adat, Majelis Madya Desa Pakraman, Majelis Adat Desa Pakraman, serta komunitas-komunitas yang tergabung di dalam Generasi Anti Kantong Plastik (GENETIK). “Perubahan masyarakat drastis, dan mereka semakin sadar, mencintai lingkungan dan mereka bersama-sama melakukan gerakan bahkan ada program lanjutan bersama yaitu Bali Resik,” imbuh Suiasa.

BATIK memberikan dampak pengurangan timbunan sampah kantong plastik melalui pengurangan penggunaan kantong plastik sebesar 68 persen dari pasar modern, toko modern, hotel, restoran/rumah makan, pura atau tempat ibadah, sekolah, kantor pemerintah/swasta, kantor desa, balai banjar dan objek wisata. Sampai saat ini 58 persen dari total objek sasaran tersebut telah melaksanakan inovasi BATIK.

Dengan menetapkan kawasan-kawasan anti kantong plastik berbasis kearifan lokal, diharapkan sampah yang dihasilkan dari kawasan tersebut hanyalah sampah organik sehingga memudahkan dalam penanganannya dan tidak memerlukan pemilahan. BATIK juga merupakan upaya perlindungan dan pelestarian lingkungan dalam mendukung pembangunan berkelanjutan dengan mencegah pencemaran lingkungan.

Suiasa mengatakan, inovasi ini bisa diterapkan di seluruh Indonesia dengan kearifan lokal masing-masing daerah. Masing-masing budaya lokal di setiap daerah memiliki potensi yang bisa dikembangkan dalam upaya menyelamatkan bumi.

Sampah kantong plastik berasal dari masyarakat sendiri, dan sudah menjadi keharusan untuk membersihkan serta menjaga hubungan baik dengan lingkungan sekitarnya. “Dari mereka, oleh mereka, dan untuk masyarakat itu sendiri yang dampaknya dalam kebijakan untuk pembangunan visi misi kita di daerah, dalam hal pelestarian lingkungan,” tutup Suiasa. (don/HUMAS MENPANRB)