Pin It

20180808 Lipsus Top 99

 

JAKARTA – Mengurus museum tak hanya dilakukan oleh pemerintah atau generasi tua. Di Museum Konferensi Asia Afrika (KAA) Bandung misalnya, para remaja dimanfaatkan untuk menjadi volunteer. Keberadaan mereka menjadi pemicu bagi generasi milenial untuk peduli dan mengunjungi museum.

Program itu diinisiasi oleh Ditjen Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri dan dinamakan 'Jadi Relawan Museum itu Penting dan Gaul' (Jarum Pentul). Pengelola museum memiliki sapaan akrab untuk para volunteer dan pengunjung, yakni Sahabat Museum. “Kita mempunyai banyak klub yang ada di museum itu untuk mendorong mengembangkan dan meningkatkan pengertian, pemahaman, terkait nilai-nilai museum KAA,” jelas Direktur Diplomasi Publik Kemenlu, Aziz Nurwahyudi.

Para volunteer yang terdiri dari mahasiswa, komunitas, dan masyarakat umum ini, biasa menggunakan media sosial untuk sarana promosi kegiatan Museum KAA. “Kalau medsos, mereka jagonya. Itu untuk menarik partisipasi dan memberi informasi kepada generasi milenial,” imbuhnya.

Berkat kerja keras dan kreatif para volunteer, terjadi peningkatan pengunjung di Museum KAA. Di tahun 2008, pengunjung di Museum KAA sebanyak 109.971 orang. Meningkat di tahun 2009 menjadi 113.956 pengunjung. Drastisnya peningkatan terjadi pada tahun 2010 yang mencapai 168.354 orang.

Melalui sinergitas relawan dan strategi belajar, Museum KAA merancang produk edukasi berbasis metode demonstrasi. Dalam metode itu, kisah sejarah KAA ditampilkan dengan peragaan seperti teater yang meliputi kejadian, aturan, dan urutan peristiwa.

 

20181019 jarum pentul

 

Pelayanan publik atau program unggulan Museum KAA adalah Night at The Museum, yakni berkeliling sambil belajar mengenai Museum KAA di malam hari. Ada lagi program Bandung Historical Study Games, dan Weekend Tour Services. Kegiatan lainnya adalah Outdoor Museum Guide Tour dan Social Visit.

Dengan program-program itu, Museum KAA meraih sejumlah penghargaan. Pada 2014 dan 2015, Komunitas Jelajah memberikan penghargaan bernama Friendly Museum. Di tahun 2015, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberi penghargaan Museum Terbaik di Lingkungan Kementerian/Lembaga/TNI/Polri/Universitas/BUMN.

Kemudian, Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat memberi Anugerah Kawistara kepada Museum KAA pada tahun 2016. Lalu pada 2017, Komunitas Jelajah kembali memberikan penghargaan kepada Museum KAA dengan predikat Museum menyenangkan.

Aziz menerangkan, inovasi ini diharapkan dapat diimplementasikan di banyak museum di Indonesia. Apalagi, Bumi Khatulistiwa ini memiliki beragam sejarah yang menarik. Museum yang sudah berhasil mereplikasi Jarum Pentul adalah Museum Negeri Sri Baduga Jawa Barat dan Museum Geologi yang dipelopori oleh komunitas Museum Care.

Pentingnya edukasi di museum ini adalah agar pada penerus bangsa dapat mengetahui perjuangan bangsanya, meneruskan nilai sejarah, dan akhirnya menjadi panutan bagi bangsa lain. “Kami bangsa yang besar yag berdaulat dan kita bisa jadi panutan bagi bangsa-bangsa lain di seluruh dunia,” pungkasnya. (don/HUMAS MENPANRB)