Suasana tahapan Presentasi dan Wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2020 hari keempatbelas di Kantor Kementerian PANRB, Kamis (16/07).
JAKARTA – Tahap presentasi dan wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) 2020 memasuki hari terakhir. Sebanyak sembilan inovator memaparkan inovasi di hadapan Tim Panel Independen (TPI) secara daring, yang didominasi inovasi sektor kesehatan di wilayah Indonesia Timur.
Inovasi pertama datang dari Kabupaten Fakfak dengan nama Bela Kaca (Bebas Malaria Kampung Bercahaya) yang disampaikan Bupati Fakfak Mohammad Uswanas. Dijelaskan bahwa inovasi Bela Kaca adalah program membebaskan malaria dari kampung ke kampung dengan melibatkan semua pihak dalam wadah Malaria Center, serta melakukan percepatan penurunan kasus malaria di Kabupaten Fakfak untuk mendukung eliminasi malaria di Provinsi Papua Barat 2027 dan di Indonesia pada tahun 2030.
Kegiatan inovasi yang telah diinisiasi dilakukan dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan para pemangku kepentingan lainnya untuk mencapai program percepatan penurunan kasus malaria di Kabupaten Fakfak, dan eliminasi malaria di Kabupaten Fakfak pada tahun 2023. Hasil yang dicapai adalah kampung yang masih aktif penularan sebanyak 52 kampung (2017) kemudian turun menjadi 8 kampung (2019). Kampung bebas malaria dari 142 kampung (2017) meningkat menjadi 111 kampung (2019). Kasus malaria 1.743 dengan rata-rata 145 kasus perbulan (2017) menjadi 180 kasus dengan rata-rata 15 kasus perbulan (2019).
Terobosan selanjutnya adalah Tanda Aman Calon Pengantin (Tancap Nikah) Menuju Generasi Unggul dari Kota Gorontalo. Wali Kota Gorontalo Marten Taha menyampaikan inovasi Tancap Nikah adalah upaya layanan kesehatan yang diberikan kepada pasangan calon pengantin dalam memenuhi hak reproduksi dan seksual. Sebelum ada inovasi ini, kunjungan pasangan calon pengantin yang datang ke puskesmas untuk mendapatkan suntikan tetanus toksoid sedikit, karena saat itu suntikan tetanus toksoid hanyalah sebatas syarat administrasi untuk menikah yang ditujukan hanya untuk calon pengantin perempuan bukanlah syarat mutlak KUA dalam kelengkapan proses administrasi pernikahan dan pemahaman masyarakat tentang manfaat suntikan tetanus toksoid masih rendah.
“Dengan adanya pemeriksaan kesehatan dan konseling pada saat Tancap Nikah akan menjadi catatan awal dalam dokumen pelayanan kesehatan. Sehingga untuk tindak lanjutnya seperti deteksi awal terhadap kehamilan dan penyakit-penyakit tertentu yang perlu diintervensi lanjut, telah tercatat dalam dokumen kunjungan awal. Identitas yang bersangkutan akan segera dapat diketahui dan akan mempermudah petugas pemberi layanan dalam melakukan pelacakan,” jelasnya, Kamis (16/07).
Layanan Program Tancap Nikah memiliki keunikan yakni, jika sebelumnya hanya berupa pemberian suntikan tetanus toksoid pada calon pengantin perempuan, dalam program inovasi ini keduanya akan mendapatkan layanan pemeriksaan holistik pemeriksaan antropometri, laboratorium dengan lima jenis pemeriksaan (golongan darah, HB, HIV, hepatitis, dan gula darah sesaat). Selain mendapatkan layanan kesehatan secara holistik, pasangan calon pengantin akan mendapat bimbingan pra-nikah di KUA tentang pemahaman dan tanggung jawab sebagai orang tua kelak. Pasangan calon pengantin setelah mendapatkan bimbingan akan diberikan sertifikat Tancap Nikah. Inovasi Tancap Nikah sejak awal dicanangkan pada tahun 2017 langsung menyasar 10 puskesmas di 9 kecamatan se-Kota Gorontalo.
Presentasi selanjutnya diikuti Pemerintah Kota Makassar melalui inovasi Siswa Bebas Asap Rokok (Si Baso). Sekretaris Daerah Kota Makassar Muhammad Ansar menuturkan inovasi Si Baso memiliki keunikan dimana inovasi ini dilakukan dengan jemput bola turun langsung ke sekolah untuk melaksanakan sosialisasi dan konseling layanan upaya berhenti merokok (UBM) di sekolah. Upaya ini dilakukan untuk memudahkan pemberian pelayanan langsung ke pelajar dan mengatasi masalah waktu dan biaya bagi pelajar yang ingin menggunakan fasilitas ini, selain itu kepatuhan siswa lebih tinggi bila dilakukan di sekolah.
Berdasarkan data total remaja yang mengikuti kegiatan inovasi Si Baso pada tahun 2018 terdapat 750 anak yang mengikuti sosialisasi, pemeriksaan kadar Co dan konseling, setelah dilakukan inovasi ini didapatkan hasil 519 anak mengalami penurunan kadar Co. Pada tahun 2019 capaian meningkat total remaja yang mengikuti sebanyak 1.478 anak dan sebanyak 1.134 mengalami penurunan kadar Co. Temuan terkini mengenai Covid-19 menyebutkan bahwa adanya risiko penularan Covid-19 yang lebih tinggi bagi perokok, serta tingkat keparahan yang lebih tinggi pada pasien perokok dibanding dengan pasien non-perokok.
Kemudian dilanjutkan dengan Berdaya Srikandi Oleh Srikandi dari Kota Parepare yang disampaikan Wali Kota Parepare Taufan Pawe. Ia menekankan inovasi Berdaya Srikandi Oleh Srikandi adalah bentuk pemberdayaan masyarakat khususnya perempuan melalui metode pendekatan edukatif-fasilitatif terintegrasi. Pemberdayaan masyarakat untuk memanfaatkan dan mengelola sumber daya tersedia sebagai upaya melibatkan perempuan secara aktif dalam usaha ekonomi produktif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Hal yang unik dalam peningkatan kapasitas perempuan melalui inovasi Berdaya Srikandi Oleh Srikandi dimana pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan memanfaatkan perempuan untuk membina perempuan dalam mengelola sumber daya tersedia dengan mengharuskan para pendamping srikandi adalah sarjana dan ini baru pertama kali di Kota Parepare. Inovasi ini menggunakan metode pendekatan (edukatif-fasilitatif terintegrasi) dengan strategi pemanfaatan srikandi lokal untuk membina srikandi pesisir. Yaitu, mengharuskan pemanfaatan sarjana perempuan lokal sebagai pembina dan pendamping langsung ke lapangan.
Pasca-pelaksanaan inovasi, pada tahun 2019 jumlah partisipasi aktif kerja pengolahan dan pembudidaya perikanan naik sebesar 426% dari 70 menjadi 368 orang. Jenis yang diproduksi menjadi 40 jenis dengan tonase sebesar 173 ton atau naik sebesar 2.783% dan saat ini sudah tersebar di 38 lokasi pemasaran, dengan tingkat rata-rata pendapatan anggota pengelola naik sebesar 140% menjadi Rp1,9 juta perbulan.
Selanjutnya inovasi bernama Satu Bendera Satu Sasaran Kesehatan Ibu dan Anak (Bendera Saskia) yang dipaparkan Bupati Bantaeng Ilham Syah Azikin. Dikatakan, inovasi Bendera Saskia merupakan solusi atas masalah kesehatan ibu dan anak dimana status kesehatannya tidak terpantau secara berkala serta kurangnya kepedulian keluarga, masyarakat, dan pemerintah desa. Bendera Saskia ini dipasang oleh bidan dan kader posyandu yang terdiri dari empat warna untuk ibu hamil yaitu warna hijau, biru, merah muda, merah tua, satu warna untuk bayi yaitu kuning, dan satu warna untuk balita yaitu ungu.
Setelah inovasi Bendera Saskia diimplementasikan, terdapat dampak positif terhadap pelayanan kesehatan ibu dan anak karena sasaran dengan mudah ditemukan oleh petugas kesehatan yang berkunjung sehingga sasaran KIA terpantau secara berkelanjutan. Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan pada tahun 2017 sebesar 93,3 persen, pada tahun 2018 meningkat 6,7 persen sehingga menjadi 100 persen dan pada tahun 2019 bertahan 100 persen. Kemudian pada persalinan yang dilakukan di fasilitas kesehatan pada tahun 2017 sebesar 42,3 persen, pada tahun 2018 meningkat pesat sebesar 100 persen, dan pada tahun 2019 tetap bertahan 100 persen, tetap mempertahankan zero kematian ibu dan bayi.
“Bendera dipasang di pagar rumah, sehingga mudah dilihat oleh siapapun, terkhusus ibu hamil resiko tinggi dan balita gizi kurang akan mendapatkan kunjungan pemantauan status kesehatannya sekali seminggu dari petugas kesehatan serta melakukan tindakan rujukan bila diperlukan,” ujarnya.
Sesi pertama ditutup oleh Bupati Takalar Syamsari Kitta melalui inovasi Pemberdayaan Kader Kelompok Tanaman Obat Keluarga Masyarakat Malewang Sejahtera (Pendekar Togammara). Menurutnya Pendekar Togammara memiliki tujuan meningkatkan pemanfaatan ramuan toga dan pijat akupresur secara luas di masyarakat dengan cara yang efisien sehingga dalam waktu singkat masyarakat mampu hidup sehat secara mandiri. Kegagalan kegiatan pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan ada pada hilangnya kepercayaan dan motivasi masyarakat (trust) untuk mengadopsi program pemerintah. Pemberdayaan harus disandarkan pada kebutuhan masyarakat dan memberi keuntungan maksimal bagi masyarakat. Kegiatan inovasi Pendekar Togammara memberi jaminan bahwa dengan menggunakan obat tradisional masyarakat hidup lebih sehat dan sekaligus meningkat kesejahteraannya. Masyarakat yang menjadi kader diuntungkan dengan adanya kegiatan ini.
Selain keluarganya sehat, kader juga mendapatkan tambahan penghasilan dengan menjual produk herbal merk Togammara. Pengalaman kader juga bertambah karena sering diundang mengikuti lomba dan pameran pangan. Lokus dari kegiatan inovasi ini adalah kader kelompok Asman Toga ‘Gammara’ Kelurahan Malewang. Kunjungan masyarakat Malewang ke puskesmas dan jaringannya cukup tinggi karena berada diatas sasaran yang ditetapkan (101 persen). Data Puskesmas Polongbangkeng Utara menunjukkan bahwa pada tahun 2018 kunjungan sakit warga Malewang mencapai 3.754 orang dengan sasaran sebanyak 3.708 orang. Selain itu dukungan pemerintah Kelurahan Malewang dan keaktifan kader Tim Penggerak PKK Kelurahan Malewang menjadi pertimbangan strategis pemilihan lokasi kegiatan inovasi.
Sesi kedua dibuka oleh Kabupaten Banggai melalui inovasi Posyandu Prakonsepsi. Bupati Banggai Herwin Yatim menerangkan program Posyandu Prakonsepsi merupakan sebuah terobosan pelayanan kesehatan untuk kepentingan perbaikan gizi yang harus dimulai sejak prakonsepsi (sejak menjadi pengantin) kepada wanita usia reproduksi/wanita prahamil untuk memastikan bahwa kondisi dan perilaku ibu pada saat hamil yang dapat menimbulkan resiko bagi ibu dan bayi dapat diidentifikasi dan dikelola agar dapat terdeteksi sejak awal kehamilan.
Sebelum adanya Posyandu Prakonsepsi, program kesehatan fokus kepada ibu hamil. Namun setelah adanya program ini, telah ada kelas khusus untuk wanita prakonsepsi yang melibatkan pihak kantor urusan agama (KUA) dan pemangku kepentingan lainnya yang memberikan konseling kepada wanita prakonsepsi tentang pentingnya kesehatan reproduksi sejak masa prakonsepsi. Program ini juga memberikan kontribusi positif yang ditandai dengan penurunan angka kematian ibu pada tahun 2019 sebesar 56 kasus/100.000 kelahiran hidup. Penurunan angka kematian bayi sebesar 8 kasus/1000 kelahiran hidup pada tahun 2019 dan penurunan prevalensi stunting yang pada tahun 2019 menunjukkan angka 28 .
“Kunci keberhasilan Posyandu Prakonsepsi adalah optimalisasi peran lintas sektor dalam mengatasi masalah gizi dan kesehatan wanita sebelum hamil yang memungkinkan calon pengantin wanita dan yang ingin memiliki anak didampingi untuk mendapatkan pelayanan perbaikan kesehatan dan gizi sebelum hamil (prakonsepsi),” ucapnya.
Inovasi berikutnya datang dari Provinsi Kalimantan Barat melalui Rumah Sakitku Rumah Keduaku. Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji menuturkan inovasi Rumah Sakitku Rumah Keduaku ini dibuat RSUD Dokter Soedarso untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada penyandang thalassaemia tanpa diskriminasi, mudah urusan administrasi, dan akses terhadap rumah sakit serta pelayanan aman, ramah dan nyaman seperti rumah sendiri. RSUD Dokter Soedarso menyediakan rumah singgah penyandang thalassaemia yang berasal dari luar Kota Pontianak. Pembiayaan pengobatan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.
Inovasi pelayanan Rumah SakitKu Rumah keduaKu bagi penyandang thalassaemia pada RSUD Dokter Soedarso Kalimantan Barat mempunyai konsep pelayanan bagi penyandang thalassaemia seperti di rumah sendiri, dengan layanan komprehensif yaitu menjamin proses pengobatan dan tindakan klinis sesuai standar, profesional, tepat waktu, cepat, mudah, dan terjangkau serta penanganan aspek psikologis penyandang thalassaemia dan orang tuanya. Semua obat dan stok darah difasilitasi oleh rumah sakit dibantu Perhimpunan Orang Tua Penyandang Thalassaemia (POPTI) dan PMI. Pelayanan mengutamakan kepentingan penyandang thalassaemia dan orang tuanya sehingga lebih aman dan nyaman melakukan pengobatan seumur hidupnya. Konsep Inovasi ini asli dijalankan pada awal tahun 2019.
Presentasi hari terakhir ditutup oleh inovasi Sinde Muhun Uras Dinun (Simpun) dari Kabupaten Kapuas. Dalam kesempatan tersebut Bupati Kapuas Ben Brahim S. Bahat mengatakan inovasi Simpun adalah sebuah akronim dari Bahasa Dayak Ngaju Kalimantan Tengah dengan arti dalam bahasa Indonesia “Sekali Turun Lapangan Semua Dapat”. Inovasi SIMPUN merupakan kegiatan pelayanan administrasi kependudukan dengan turun langsung ke desa-desa di Kabupaten Kapuas, yang dimulai dari tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen kependudukan yang dilakukan di satu tempat secara terintegrasi.
Inisiatif untuk menerapkan inovasi Simpun adalah sebagai jawaban dan solusi untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat yang terkendala akses pelayanan, akses informasi dan akses transportasi di wilayah Kabupaten Kapuas, memberikan kemudahan pelayanan di bidang administrasi kependudukan serta percepatan kepemilikan dokumen kependudukan di Kabupaten Kapuas. Hal ini sejalan dengan perbaikan dalam Tata Kelola Pemerintahan.
Sejak diimplementasikan pada tanggal 4 Februari 2019, inovasi ini terus konsisten dijalankan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kapuas dengan harapan semua masyarakat memiliki dokumen kependudukan serta dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik yang cepat, mudah, akurat, sederhana, namun tetap transparan dan akuntabel dalam rangka reformasi birokrasi dan mewujudkan penyelenggaraan good governance sejalan dengan visi dan misi pemerintah daerah. (byu/HUMAS MENPANRB)