Pin It

cover kipp 2019

 

JAKARTA – Minimnya pelayanan kesehatan di lembaga pemasyarakatan (lapas) Kelas III Cilegon, memunculkan inisiatif dari Pemerintah Kota Cilegon untuk menciptakan inovasi Kader Gerakan Warga Bindaan Peduli Kesehatan (Gegana Pedes). Alih-alih mengangkat tenaga kesehatan di lapas, Puskesmas dengan Tempat Perawatan (DTP) Cibeber memilih untuk mengkaderisasi para warga binaan pemasyarakatan (WBP) untuk bisa menjadi bagian dari tim kesehatan itu sendiri.

Pemberdayaan para WBP ini dilakukan untuk memenuhi hak narapidana mendapatkan pelayanan kesehatan dan juga meningkatkan akses pelayanan yang sigap, tanggap, dan berkualitas. “Yang benar-benar mengetahui masalah kesehatan (di lapas) adalah WBP. Sehingga untuk meningkatkan askes yang berkualitas adalah dengan melibatkan WBP itu sendiri,” ujar Wali Kota Cilegon Edi Ariadi dalam presentasi dan wawancara Top 99 Kompetisi Inovasi Pelayanan Publk di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).

Edi menerangkan, ada beberapa kegiatan pelayanan kesehatan yang rutin dilakukan di lapas, yakni Pusling (Puskesmas Keliling, Penyuluhan, Pemeriksaan Fisik, Pengobatan, dan Konseling), Mobil VCT (pemeriksaan laboratorium HIV, Sifilis, dan TBC), Promosi Kesehatan (Promkes), Kesehatan Lingkungan (Kesling), dan Kesehatan Olahraga (Kesorga). Kegiatan tersebut tidak hanya mengurangi penyakit pada WBP, tapi juga membuat para WBP menerapkan hidup sehat dalam kesehariannya. “Dampaknya membuat lapas lebih sehat, warga binaan melakukan perilaku hidup sehat, dan juga penyakit berkurang,” ungkap Edi.

 

20190708 Pemkot Cilegon Kader Gegana Pedes 2

Wali Kota Cilegon Edi Ariadi dalam presentasi dan wawancara Top 99 Kompetisi Inovasi Pelayanan Publk di Kementerian PANRB.

 

Diakui Edi, inovasi yang dijalankan sejak 2017 ini tidak banyak membutuhkan biaya, melainkan butuh kesabaran, kegigihan, komitmen bersama, dan kreativitas dari manajemen. Dalam pelaksanaannya, inovasi ini turut melibatkan stakeholder, baik dari perangkat daerah terkait maupun masyarakat yang memberikan bantuan pada penghuni lapas.

Sebagai perpanjangan tangan dari puskesmas, sebanyak 10 Kader Gegana Pedes dilatih agar bisa membantu dan mengawasi masalah kesehatan di lapas. Tidak hanya itu, para kader juga bertugas memberikan penyuluhan kepada sesama WBP dan melaporkan kondisi kesehatan di lapas kepada petugas kesehatan.

Walaupun inovasi ini pertama kali diterapkan di lapas, namun kaderisasi tenaga kesehatan ini berpotensi untuk diadopsi pada daerah lain, terutama daerah pertambangan dan kepulauan. Hal ini dikarenakan daerah-daerah tersebut memiliki karakteristik yang sama dengan lapas, seperti terisolir, akses pelayanan kesehatan yang terbatas, dan juga cenderung memngidap penyakit yang sama.

Lebih lanjut, Edi berharap, inovasi ini dapat terus dikembangkan dan ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan di lapangan, serta diadopsi oleh lapas se-Indonesia. “Kami ingin lapas se-Indonesia membuat miniatur puskesmas keliling seperti inovasi ini,” pungkas Edi. (nan/HUMAS MENPANRB)