Pin It

cover kipp 2019

 

JAKARTA - Tercampurnya minyak kayu putih dengan ekstrak lemak kayu bakar banyak terjadi pada proses penyulingan serta rendemen yang rendah, membuat sering terjadinya kebocoran. Hal ini disebabkan proses penyulingan menggunakan ketel berbahan dasar kayu yang dilakukan sejak tahun 1980.

Bahan bakar penyulingan tersebut berasal dari pohon mangrove yang tumbuh di wilayah pesisir pantai. Hal itu menyebabkan penebangan mangrove dan pohon di hutan secara liar. Penebangan liar berdampak negatif terhadap kelestarian lingkungan sekitar, serta dapat mengakibatkan banjir, sehingga merugikan masyarakat di wilayah tersebut.

Melihat permasalahan yang terjadi, Balai Riset dan Standarisasi (Baristand) Industri Kota Ambon yang dinaungi oleh Kementerian Perindustrian telah membuat inovasi ketel minyak kayu putih Baristand Industri Ambon (Si Telmi Biam). Inovasi ini diciptakan untuk memudahkan perajin minyak kayu putih agar mendapatkan kualitas produk yang lebih baik dan kelestarian lingkungan lebih terjamin karena ketel stainless steel hanya membutuhkan kayu yang sudah tidak terpakai atau pohon yang kering sebagai bahan bakar.

“Perajin minyak kayu putih membutuhkan perbaikan peralatan yang efektif dan efisien. Oleh karena itu, Baristand Industri Kota Ambon, membuat Si Telmi Biam berbahan stainless steel untuk menjawab permasalahan perajin minyak kayu putih,” jelas Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Munandar pada saat tahap wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik di Kantor Kementerian PANRB.

Dijelaskan lebih lanjut, Si Telmi Biam diciptakan untuk memperbaiki kinerja penyulingan ketel kayu di daerah Indonesia Timur. Si Telmi Biam menggunakan sistem pendingin kisi-kisi dengan sirkulasi air berhasil memperbaiki rendemen produksi ketel kayu yang menggunakan sistem pendingin langsung tanpa sirkulasi air. “Inovasi water seal pada Si Telmi Biam berdampak signifikan untuk mempertahankan volume kondensat uap dalam ketel sehingga uap tidak terbuang percuma seperti pada ketel kayu,” ujarnya.

 

20190703 KIPP Day 2 15

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Munandar saat menjelaskan Si Telmi Biam dalam Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik di Kantor Kementerian PANRB.

 

Si Telmi Biam dapat menurunkan waktu produksi dari delapan jam menjadi empat jam sehingga berpengaruh terhadap biaya produksi. Produksi bisa lebih meningkat, untuk satu ketel dalam satu hari dapat dilakukan tiga kali produksi, dengan daya serap bahan baku naik dari 300 kilogram daun per hari menjadi 600 kilogram daun per hari. Total produksi mencapai 7,2 kilogram minyak kayu putih per hari, dan daya serap tenaga kerja juga naik menjadi 12 orang per hari. Proses penyulingan Si Telmi Biam yang cepat, juga memberikan keuntungan bagi masyarakat sekitar.

Inovasi Si Telmi Biam mampu menjadi solusi bagi perajin untuk meningkatkan kualitas produk dan meningkatkan nilai jual. Kedepannya, Si Telmi Biam akan terus diperbaharui sesuai kebutuhan perajin agar mampu memberikan manfaat optimal.

Si Telmi Biam memberikan dampak positif bagi perajin yang merupakan sasaran atau target inovasi dengan meningkatnya hasil penyulingan minyak kayu putih sebesar 0,4 persen. Dampak inovasi ini bagi masyarakat diluar kelompok sasaran yaitu pada pengurut daun kayu putih, dapat dilihat dari meningkatnya penghasilan pengurut daun kayu putih menjadi dua kali lipat atau 100 persen. Si Telmi Biam telah menjadi solusi bagi perajin minyak kayu putih di Maluku dan beberapa daerah di Indonesia. “Namun, implementasinya belum maksimal karena terhambat faktor finansial. Baristand Industri Kota Ambon berharap kepada seluruh instansi pemerintah untuk menjalin kerja sama terkait pengadaan bantuan Si Telmi Biam yang ditujukan untuk perajin minyak kayu putih,” jelasnya.

Melalui kerja sama ini, instansi pemerintah memiliki kesempatan berkontribusi terhadap kesejahteraan perajin. Sebab, dengan Si Telmi Biam, sumber daya di daerah dapat dimanfaatkan secara maksimal. “Si Telmi Biam mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan membuka kesempatan kerja karena proses penyulingan lebih cepat, kualitas produk lebih baik, sehingga nilai jual minyak lebih tinggi,” tandasnya. (ndy/HUMAS MENPANRB)