Untuk membangun komitmen dan membangkitkan semangat anti korupsi, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi E.E. Mangindaan mengimbau agar seluruh pimpinan instansi pemerintah menyelenggarakan kegiatan peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia pada tanggal 9 Desember 2010.
Imbauan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 11 tahun 2010 tentang Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia, tertanggal 29 November 2010. SE tersebut ditujukan kepada para Menteri KIB II, Panglima TNI, Jaksa Agung, Kapolri, para Kepala LPNK, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara dan Lembaga Negara lainnya, para Gubernur, Bupati/Walikota serta para Duta Besar RI.
Menteri mengingatkan, pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden RI telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Setelah enam tahun berjalan, implementasi Inpres tersebut telah menunjukkan hasil yang positif, meski belum sepenuhnya sesuai dengan harapan. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang diterbitkan oleh Transparency International pada tahun 2004 baru 2,0, secara berangsur-angsur meningkat menjadi 2,8 pada tahun 2010.
”Untuk mencapai target IPK tahun 2014 berdasarkan RPJMN II sebesar 5,0, diperlukan komitmen kuat serta upaya yang konsisten dan berkesinambungan dari setiap komponen bangsa, termasuk para pimpinan instansi pemerintah,” ujar Menteri Mangindaan.
Dikatakan, pemberantasan korupsi dilakukan melalui dua cara, yakni penindakan dan pencegahan. Upaya penindakan lebih ditujukan pada kasus-kasus korupsi yang besar, sangat merugikan negara dan menjadi perhatian masyarakat. Namun, penindakan ini lebih merupakan pemecahan masalah jangka pendek.
Adapun untuk mengatasi masalah korupsi secara menyeluruh, diperlukan upaya pencegahan yang terutama dilaksanakan melalui perbaikan sistem bersamaan dengan perbaikan tingkat kesejahteraan aparatur negara. Inpres No. 5/2004 merupakan upaya pencegahan korupsi melalui pembangunan sistem yang dapat memperkecil kesempatan terjadinya tindak pidana korupsi, baik di instansi pusat maupun di daerah.
Semakin peduli
Setiap tahun, Kementerian PAN dan RB menerima laporan pelaksanaan Inpres No. 5/2004 dari instansi pusat dan daerah, yang menggambarkan upaya instansi pemerintah dalam melakukan pencegahan korupsi melalui diktum-diktum Inpres tersebut.
Dari laporan yang masuk, menunjukkan instansi pemerintah semakin peduli terhadap pencegahan korupsi. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah instansi yang menyampaikan laporannya, yang pada tahun 2005 baru 90 instansi (16,51%), menjadi 347 instansi (57,26%) pada tahun 2009. Untuk tahun 2010 diharapkan angkanya semakin meningkat.
Meskipun belum seluruh diktum Inpres No. 5/2004 dilaksanakan penuh, tetapi terdapat perkembangan positif untuk beberapa diktum, yakni diktum 1 dan 2 tentang LHKPN, diktum 3 tentang penetapan kinerja, dan diktum 4 tentang pelayanan publik, serta diktum 11 angka 11 huruf b tentang upaya peningkatan pelayanan publik oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota. Selain itu, semakin banyak instansi pemerintah yang melaksanakan diktum 6, yakni pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik, sehingga semakin efisien dan terhindar dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Diktum 5 Inpres No. 5/2004, yakni menetapkan program dan wilayah bebas korupsi, telah dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian, dan telah dijadikan acuan bagi instansi lain. Dalam waktu dekat, Kementerian Hukum dan HAM akan melaksanakan program tersebut.
Ada dua diktum yang sulit dilaksanakan, yakni diktum 8 tentang memberikan dukungan upaya penindakan tindak pidana korupsi (TPK) dengan cara mempercepat pemberian informasi berkaitan dengan TPK, dan diktum 9 tentang kerjasama dengan KPK untuk melakukan kajian terhadap sistem yang berpotensi menimbulkan korupsi.
Terkait dengan diktum 8, kesulitan itu terkait dengan kenyataan di lapangan berupa perilaku oknum-oknum penegak hukum yang sering memanfaatkan informasi yang didapat untuk tujuan lain dari yang ditetapkan.
Pengawasan intern
Berdasarkan data BPKP, dalam tahun 2010 terdapat 3.548 kejadian penyimpangan penggunaan anggaran dengan nilai Rp. 1,35 triliun. Dari jumlah tersebut telah ditindaklanjuti sebanyak 582 kejadian dengan nilai Rp. 179 miliar, sehingga jumlah temuan yang belum ditindaklanjuti sebanyak 2.966 kejadian dengan nilai Rp. 1,171 triliun.
Aparatur pemerintah yang melakukan penyimpangan telah dijatuhi sanksi administrasi. Banyak pegawai yang menerima sanksi administrasi, tetapi ada juga yang banding ke Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK). Dari 194 yang banding, 176 kasus telah diputuskan dengan keputusan diperberat, diperkuat atau diperingan, 8 kasus dipending dan 10 putusan dibatalkan.
Pencegahan korupsi juga dilakukan dengan penyempurnaan dan penerapan peraturan perundang-undangan. Tahun 2006 telah diterbitkan UU No. 7/2006 tentang Pengesahan Konvensi PBB untuk Anti Korupsi (United Nations Convention Against Corruption) Tahun 2003.
Lahirnya UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik merupakan salah satu pagar yang dapat membantu meningkatkan upaya pemberantasan dan pencegahan praktek-praktek mal-administrasi, diskriminasi, kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Pemerintah juga sudah menyusun RUU tentang Administrasi Pemerintahan, dengan tujuan antara lain mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang. Pemerintah mempertegas larangan menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan, sebagaimana dituangkan dalam pasal 4 ayat (8) Peraturan Pemerintah No. 53/2010 tentang Disiplin PNS.
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah secara elektronik (e-procurement), sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 54/2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, wajib dilaksanakan sejak awal 2012. Tujuan penerapan e-procurement antara lain untuk memperkecil peluang terjadinya tindak pidana korupsi.
Kementerian PAN dan RB sejak tahun 2009 juga menerapkan pemeringkatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang bertujuan untuk mendukung terwujudnya pemerintahan yang berorientasi pada hasil, sehingga memperkecil terjadinya korupsi melalui penyediaan anggaran yang tidak jelas sasarannya. Dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa masih diperlukan upaya peningkatan kinerja instansi pemerintah, selain akuntabilitas keuangan.
Penindakan
Selain upaya pencegahan, penindakan terhadap aparatur negara yang melakukan korupsi juga banyak dilakukan. Tercatat sebanyak 956 kasus tindak pidana korupsi dengan nilai Rp 2,82 triliun, US$ 40,5 juta dan FFr 246 yang ditindaklanjuti oleh penyidik, serta dalam proses hukum oleh Kejaksaan, Kepolisian maupun KPK.
Hingga saat ini, tercatat sebanyak 125 Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang ditindak karena tersangkut kasus korupsi, baik yang sudah divonis, masih disidang, maupun yang proses hukumnya masih berjalan. Terkait dengan hal ini, maka diwacanakan dalam perubahan UU No. 32/2004, seorang Kepala daerah yang sudah berstatus tersangka langsung bisa diberhentikan sementara. (HUMAS MENPAN-RB)