Dari ketiga hal itu, komitmen politik dan sumber daya manusia sebagai mesin penggerak reformasi birokrasi dinilai masih mengkhawatirkan. “Terutama kalau kita bicara pada level kementerian dan pemerintah daerah,” ujarnya pada penutupan Bureaucracy Reform Exhibition, Conference and Stakeholder Meeting 2012, di Jakarta, Rabu (29/8).
Pasalnya, lanjut Eko Prasojo, dari pengalaman yang telah terjadi, reformasi birokrasi di daerah sangat ditentukan oleh komitmen dari kepala daerah merupakan sangat penting dalam reformasi birokrasi.
Diakuinya, agenda reformasi birokrasi sangat ambisius, dan merupakan momentum kita dalam dua tahun ini. “Kalau kita gagal dalam 2 tahun ini, akan sulit sekali mencari momentum berikutnya, karena trust public akan hilang,” tambah Wamen.
Dalam percepatan reformasi birokrasi, terdapat 10 agenda reformasi sebagai pengungkit perubahan. Kesepuluh agenda itu adalah : (1) assesmen kelembagaan kementerian/lembaga; (2) system rekruitmen PNS (nasional) berbasis teknologi informasi, yakni dengan CAT system; (3) sistem promosi terbuka untuk 6.400 pejabat eselon I dan II melalui assessment centre; (4) sistem monitoring pelayanan publik; (5) sistem penanganan pengaduan masyarakat secara nasional; (6) sistem manajemen sumberdaya pemerintah; (7) reformasi internal Kementerian PAN dan RB; (8) kampanye publik untuk reformasi birokrasi; (9) penilaian kompetensi PNS secara nasional; (10) integrasi sistem kompetensi SDM berbasis elektronik.
Acara Bureaucracy Reform Exhibition, Conference and Stakeholder Meeting 2012 yang berlangsung dari tanggal 27 – 29 Agustus 2012, menampilkan 52 pemakalah. Sebagai pembicara utama Menteri PAN dan RB Azwar Aubakar, Ketua Tim Independen Reformasi Birokrasi Erry R. Hardjapamengkas, Kepala BPKP Mardiasmo, Walikota Denpasar IB Rai D. Mantra, Deputi Kepala LKPP Bima Wibisana. Pembicara lain adalah Ketua UKP4 Kuntoro Mangkusubroto, President IIAS, Pan Suk Kim, Commisioner of APSC Stephen Sedgwick, Guru Besar UGM Prof. Sofian Effendi, Kepala LAN Agus Dwiyanto.
Di samping itu juga dihadirkan para pembicara dari kalangan pers yang membahas peran massa media dalam mempromosikan reformasi birokrasi, antara lain Pemimpin Redaksi The Jakarta Post Meidyatama Suryadiningrat, pakar Komunikasi UI Ade Armando, Ketua AJI Eko Maryadi, Dadan S. (JPIP), dan Imam Prakoso dari USAID.
Dari beberapa pembicara terungkap, bahwa Kementerian PAN dan RB sudah banyak mengeluarkan kebijakan peningkatan pelayanan public. Dengan dibuatnya film spot tentang masih buruknya berbagai pelaksanaan publik, Menteri PAN dan RB Azwar Abubakar pasang badan siap menerima berbagai pengaduan dari masyarakat. Hal ini belum pernah ada sebelumnya. “Kalau masyarakat tidak puas dengan pelayanan publik bisa mengadukan ke Ombudsman Republik Indonesia dan itu dilindungi Undang Undang No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik,” ujar Menteri Azwar Abubakar.
Kuntoro Mangkusubroto mengatakan, sebetulnya sudah banyak capaian seperti disebutkan Island of Reform baik di pemerintah pusat dan daerah. Namun diakuinya, bahwa masih banyak tantangan. “Capaian ini harus dikomunikasikan kepada masyarakat. Juga perlu adanya desakan dari berbagai pihak, sehingga birokrasi merasa terdesak dan bangkit untuk mengatasi masalah ini,” ujarnya.
President of IIAS, Prof. Pan Suk Kim mengatakan, dari pengalaman yang ada, faktor kepemimpinan sangat penting. Dia mengambil contoh pada saat krisis di Korea Selatan, Presiden turun langsung untuk menggerakkan dan mensukseskan reformasi birokrasi. Karena itu, dia berharap hal serupa juga dilakukan di Indonesia. (swd/HUMAS MENPAN-RB)