Pin It

cover kipp 2019

 

JAKARTA – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia seringkali menjadi permasalahan yang terjadi setiap memasuki musim kemarau. Karhutla disebabkan oleh faktor biofisik dan faktor aktifitas manusia. Untuk menangani karhutla dengan lebih cepat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai koordinator penanggulangan karhutla membuat inovasi Sistem Informasi Deteksi Dini Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Web atau disebut SIPONGI. Sejak 2015, titik api atau hotspot menurun hingga 80 persen.

SIPONGI meningkatkan efektivitas kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan menjadi lebih baik dengan indikasi respon cepat dari personel di lapangan dan pelaporan yang lebih efektif. "Jika SIPONGI digunakan secara baik oleh para stakeholder di lapangan, maka hotspot-nya akan menurun drastis. Dibandingkan dengan tahun 2015, hotspot menurun sampai 80 persen," jelas Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono, saat presentasi dan wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2019 di Kementerian PANRB.

 

20190806 SIPONGI 1

Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono (tengah), saat presentasi dan wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik 2019, di Kementerian PANRB.

 

Sistem ini mampu memperpendek rantai komando serta mempercepat proses pengambilan keputusan. Efektivitas kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan dapat meningkat karena lebih terkoordinir dan tepat sasaran, serta merupakan salah satu aspek penting dalam penurunan luas karhutla. Ketika informasi titik api atau hotspot terdeteksi oleh SIPONGI, Menteri KLHK segera mengambil keputusan dan memerintahkan gubernur untuk melakukan siaga darurat.

Bambang menambahkan, pimpinan dapat langsung melihat perkembangan kejadian karhutla secara langsung untuk dianalisis sesuai kebutuhan. “Koordinasi antar-stakeholder di bidang pengendalian karhutla dapat lebih cepat dan terarah karena menggunakan sumber data yang sama dan akurat menggunakan SIPONGI,” imbuh Bambang.

SIPONGI juga mendapatkan informasi titik api yang diperoleh dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang bisa mendeteksi titik api dengan satelit. “Sehingga bisa dijadikan dasar pengambilan keputusan penanggulangan api di lapangan," jelas Bambang Hendroyono.

 

20190806 SIPONGI 3

 

Pencegahan perluasan kebakaran hutan dan lahan telah dilakukan dengan cara patroli di lapangan, tetapi volumenya tinggi saat sedang kemarau. Area yang tidak dapat dijangkau dengan patroli, bisa dipantau melalui SIPONGI.

Sistem ini sangat penting bagi proses pengendalian karhutla di Indonesia yang dahulu relatif tertinggal di bidang pemantauan peringatan dan deteksi. Sebelum adanya sistem ini, pemantauan dilakukan secara terbatas, informasi yang disebarkan hanya untuk kalangan terbatas, dan mailing list sulit diakses oleh publik. Namun, SIPONGI terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat dan dapat dengan mudah diakses dalam rangka keterbukaan informasi.

Presiden, menteri, pemerintah daerah, hingga publik (masyarakat dan swasta) bisa langsung mengakses informasi SIPONGI dan turut serta memberitahukan jika ada titik api. Selain itu, masyarakat umum dapat berpartisipasi aktif dengan melaporkan kejadian kebakaran hutan serta berdiskusi tentang kebakaran hutan melalui fasilitas SMS center, call center, dan media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan YouTube. “Hal ini membuat rasa ingin tahu masyarakat lebih tinggi dan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap isu-isu lingkungan terutama terkait isu kebakaran hutan dan lahan,” tandasnya. (ndy/HUMAS MENPANRB)