Pin It

“Laporan Pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Nanggroe Aceh Darussalam -Nias Semester II Tahun 2008 adalah laporan terakhir yang disusun oleh BRR NAD-Nias tentang Program Percepatan Pemberantasan Korupsi” demikian disampaikan Gunawan Hadisusilo, Deputi MenegPAN Bidang Pengawasan, dalam sambutannya pada acara Penyerahan Aset BRR-NAD Nias dan Penyampaian Hasil Evaluasi Laporan Pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi di Banda Aceh tanggal 6 April 2009.

 

Hal ini disampaikan dalam sambutan Deputi MenegPAN Bidang Pengawasan mengingat masa tugas BRR NAD - Nias akan berakhir pada tanggal 16 April 2009, yaitu 4 (empat) tahun setelah dibentuknya BRR sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2005.

  Selanjutnya dikatakan “Hasil evaluasi atas Laporan tersebut menunjukkan bahwa BRR telah melaksanakan seluruh diktum-diktum dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2004 secara lengkap dan baik” Kedeputian Bidang Pengawasan-Kementerian Negara PAN memang tidak melakukan evaluasi di lapangan ataupun menguji terhadap bukti-bukti pendukung terhadap pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 oleh BRR NAD-Nias. Keabsahan laporan ini akan diuji melalui survei pendapat masyarakat oleh lembaga survei yang kompeten serta penilaian masyarakat melalui media lainnya.

  Namun demikian, transparansi dan kelengkapan informasi yang terdapat pada Laporan Pelaksanaan Inpres No. 5 Tahun 2004 BRR NAD-Nias dapat menjadi contoh bagi instansi lain dalam penyusunan laporannya terutama bagi Pemerintah Daerah di wilayah Provinsi NAD.

  Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) Nomor 2 Tahun 2005 setelah terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias. Perpu ini kemudian disahkan menjadi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2005. Tugas utama BRR NAD-Nias sesuai amanat undang-undang adalah membangun kembali infrastruktur fisik, kehidupan masyarakat dan pemerintahan di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara yang lumpuh setelah dihantam gempa bumi dan tsunami besar pada 26 Desember 2004.

  Dengan tugas dan tanggung jawab BRR NAD-Nias yang besar ditambah dengan rumitnya permasalahan maka diperlukan segala upaya untuk terlaksananya tugas tersebut dan sekaligus menjaga kredibilitas negara dan bangsa Indonesia di mata internasional. Kredibilitas memang dipertaruhkan disini mengingat bencana gempa bumi dan tsunami di wilayah NAD dan Nias telah menarik simpati, partisipasi, dan perhatian dunia dalam bentuk dana bantuan yang mengalir dalam jumlah yang cukup besar.

  Hal yang menjadi catatan pada saat itu, bahwa Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia berada pada tingkat yang cukup rendah, yaitu 1,9 pada tahun 2003 dan 2,0 pada tahun 2004.  Dengan IPK serendah itu, masyarakat internasional banyak yang mempertanyakan, apakan dana yang mereka akan salurkan nantinya bisan sampai kepada yang dituju atau malah akan habis dikorupsi oleh para pengelolanya.

  Untuk itu BRR telah berupaya menerapkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dalam pengelolaan tugasnya dan pengelolaan dana yang masuk ke NAD-Nias. Prinsip good-governance yang menonjol di implementasikan oleh BRR adalah prinsip transparansi, akuntabilitas, dan integritas.

Dibentuknya unit “Satuan Anti Korupsi” (SAK) pada BRR merupakan praktik yang “unik” dan belum pernah ada di instansi pemerintah yang lain. SAK mempunyai tugas melaksanakan pemberantasan korupsi melalui aspek pendidikan, pencegahan, dan investigasi. Dengan adanya SAK ini maka kegiatan-kegiatan pemberantasan korupsi di lingkungan BRR dapat berjalan dengan baik. Dengan adanya organisasi kormonev yang juga dibentuk dilingkungan BRR, maka laporan Pelaksanaan Inpres 5 Tahun 2004 juga dibuat dengan sangat baik dan lengkap. Akhirnya, diharapkan pula agar BRR dapat dikenang atas kinerjanya yang baik, khususnya bagi masyarakat Aceh dan bagi bangsa Indonesia pada umumnya. (Humas Menpan)