Menteri PANRB Syafruddin saat menghadiri Upacara Dies Natalis ke-63 Universitas Hasanuddin (Unhas) di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (10/09).
MAKASSAR – Era globalisasi menuntut perubahan paradigma dalam penyelenggaraan pendidikan. Untuk menghadapi hal tersebut, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin mengemukakan lima strategi untuk dapat mendorong Univeritas Hasanudin (Unhas) menjadi world class university atau center of excellence.
“Pertama, rampungkan road map humaniversity untuk melakukan transformasi secara bertahap pada berbagai area,” ujarnya dalam Upacara Dies Natalis ke-63 Universitas Hasanuddin (Unhas) di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (10/09). Transformasi dibutuhkan dalam area proses bisnis, penguatan kelembagaan dan SDM, penggunaan teknologi, serta budaya organisasi.
Humaniversity dimaksudkan sebagai suatu konsep keseimbangan dalam kemanusiaan dan ilmu pengetahuan di ranah pendidikan tinggi. Sehingga tidak meninggalkan nilai-nilai yang digunakan oleh lembaga pendidikan tinggi yang sekarang sering tergoyahkan akan persaingan dengan lembaga pendidikan tinggi lainnya.
Strategi kedua adalah Unhas harus dapat memiliki basis entrepreneur, gesit, fokus, dan akuntabel dalam melihat apa yang dipelajari oleh mahasiswa. Strategi ini dapat menyiapkan lulusan yang siap untuk bekerja, baik di sektor publik maupun privat, dengan menciptakan inovasi-inovasi yang dapat untuk menjawab kebutuhan publik.
Pada sektor publik, lulusan yang menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dapat menjadi generasi ASN yang mendinamiskan roda pemerintahan agar bisa beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Salah satunya, mengembangkan kapasitas melalui program gelar master ganda (double degree) yang telah bekerja sama dengan University of Melbourne, Australia dan Victoria University of Wellington, Selandia Baru.
Ketiga, lanjutnya, Unhas perlu melakukan evaluasi bagi mahasiswa terbaik yang dimiliki oleh Unhas dalam menularkan pengalamannya sebagai lulusan yang bekerja sehat dan menjadi masyarakat global. “Universitas ini sebagai think tank dari pemerintah untuk melahirkan berbagai kebijakan publik,” ujar Ketua Majelis Wali Amanat Unhas ini.
Selanjutnya adalah membangun desain strategi transformasi ganda dari sisi lulusan dan teknologi. Transformasi dari lulusan Unhas diharapkan dapat mendorong organisasi, baik privat maupun publik, agar lebih responsif, serta penerapan teknologi yang dijadikan sebagai dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan organisasi. Transformasi dalam bentuk pendidikan dan penelitian akan memiliki basis pemecahan masalah yang mengutamakan kreativitas dan kolaborasi.
Terakhir, Syafruddin mengajak civitas akademika Unhas untuk menyiapkan diri menghadapi perkembangan teknologi yang semakin mendominasi, seperti artificial intelligence, analytics augmented, virtual reality, robotic telepresence, dan cyber defense. “Perkembangan teknologi ini memungkinkan akan memimpin pembelajaran di universitas dalam era digital di 20 tahun yang akan datang,” sebutnya.
Dengan melakukan lima strategi tersebut, maka Unhas sebagai lembaga pendidikan tinggi tidak hanya akan berorientasi pada penguasaan ilmu akademis dan peningkatan kapasitas mahasiswa saja. Namun juga berperan aktif dalam menyiapkan lulusan sebagai SDM unggul yang inovatif, kreatif, dan adaptif dalam menguasai teknologi sehingga dapat langsung mengisi pasar tenaga kerja dan siap bersaing secara global.
Agar kelima strategi tersebut optimal, juga harus memaksimalkan kekuatan universitas. Menteri Syafruddin mengemukakan bahwa universitas sebagai lembaga pendidikan tinggi memiliki dua kekuatan. “Kekuatan universitas adalah langsung melahirkan pekerja yang siap bersaing dalam situasi global dan membantu lulusannya untuk menciptakan lapangan kerja baru,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Chairman CT Corp Chairul Tanjung yang juga anggota MWA Unhas menjelaskan bahwa universitas harus mampu menjadi bagian dari ekosistem inovasi untuk dapat menjawab tantangan di masa depan.
Ia menilai bahwa saat ini universitas belum sepenuhnya dapat menjawab tantangan masa depan. “Akses pendanaan riset terbatas dan keputusan di birokrasi yang lambat dan berbelit memicu ketidakmampuan perguruan tinggi untuk tidak dapat mengembangkan ekosistem inovasi,” ujar mantan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Indonesia ini.
Ketidakmampuan universitas untuk menjawab tantangan tersebut memicu berkembangnya ekosistem inovasi dan perguruan tinggi harus bisa masuk menjadi bagian dari ekosistem inovasi tersebut. “Dari universitas, lahir para inovator,” ungkapnya.
Inovator membutuhkan venture capital agar dapat membiayai inovasi yang bisa menjadi hasil untuk dikomersialisasikan. Venture capital tersebut akan memberikan pandangan bagi inovator mengenai komersialisasi inovasi sehingga industri bisa masuk untuk dapat memproduksi masal inovasi tersebut. “Disinilah peran pemerintah masuk untuk membuat ekosistem inovasi menjadi ekosistem yang berkelanjutan,” jelasnya.
Selain menjadi basis dari ekosistem inovasi, universitas juga harus menghasilkan SDM unggul yang memiliki kemampuan untuk berinovasi, kreatif, dan entrepreneurship. Ia mengatakan bahwa efisiensi dan produktivitas saja tidak cukup untuk menang dalam kompetisi global karena dua hal tersebut hanya mampu untuk menjadi faktor bertahan dan bukan untuk menang.
“Saya mendorong agar Unhas semakin maju, berkembang, dan mampu mencetak SDM yang unggul dari seluruh Indonesia,” pungkasnya. (ald/HUMAS MENPANRB)