JAKARTA – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi akan memberikan sanksi administrasi kepada para pejabat yang ada di kantor Wali Kota Semarang. Sanksi ini berdasarkan hasil inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Menteri Yuddy pada Rabu (7/10) lalu. Dalam sidak tersebut, tidak satu pun pimpinan atau pejabat, mulai dari Wali Kota, Sekda, Kepala Dinas, sampai Inspektur yang berada di tempat.
“Saya akan mengirim surat kepada Wali Kota Semarang sebagai bagian dari sanksi administratif, yang tembusannya juga disampaikan pada Menteri Dalam Negeri,” kata Yuddy di Jakarta, Jumat (9/10).
Dikatakan, dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo ini revolusi mental harus dilakukan oleh seluruh aparatur negara, untuk mengubah pola pikir sehingga ASN memiliki loyalitas dan disiplin dalam melaksanakan tugas. “Jangan seenaknya meninggalkan tugas, jangan seenaknya mengabaikan jam kerja, jangan seenaknya melayani orang lain. Semua itu tercermin dari kedisiplinan dan pelayanan di semua instansi pemerintahan,” kata Yuddy.
Menurut Yuddy, sanksi administratif yang dilayangkan Kementerian PANRB kepada pejabat di kantor Wali Kota Semarang bukan hanya sanksi di atas kertas, karena akan melibatkan BPKP untuk memeriksa laporan keuangan Kota Semarang. Sanksi tersebut juga akan berpengaruh terhadap hal lain, termasuk dalam memperoleh dana alokasi khusus. “Presiden kan punya program memberikan bantuan dana alokasi khusus Rp 100 miliar untuk satu tahun. Jadi kota – kota seperti itu jangan harap bisa mendapatkannya,” kata Yuddy.
Selain itu, kata Yuddy, sanksi administrative tersebut juga akan menghambat promosi pejabat yang ada di kantor tersebut. “Jangan harap orang – orang seperti itu bisa ikut open bedding di tingkat provinsi. Promosi mereka akan terhambat karena adanya catatan,” katanya.
Menurut Yuddy, sidak yang dia lakukan bukan semata – mata untuk mencari kesalahan namun untuk memastikan bahwa penyelenggaraan pemerintahan berjalan dengan baik. Dia pun mengaku shock dengan kondisi di kantor Wali Kota Semarang, karena saat itu hanya ada Satpol PP dan petugas administrasi.
“Ini sangat fatal karena tidak ada satupun unsur pimpinan yang berada di kantor tersebut. Ini harus menjadi warning bag daerah lain. Jadi mereka harus selalu siap, tanpa harus diberi tahu,” kata Yuddy. (ns/HUMAS MENPANRB)