Deputi SDM Aparatur Kementerian PANRB Setiawan Wangsaatmaja dalam acara Rakor dan Sosialisasi Kebijakan Integritas dan Disiplin ASN, di Yogyakarta, Kamis (28/03).
YOGYAKARTA - Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) pada kubu politik berdampak pada indeks efektivitas pemerintahan yang semakin membaik. Pada 2017, indeks efektivitas pemerintahan 46 (skala 0-100), kemudian meningkat tajam pada 2018 yang meraih nilai 53.
Pada tahun 2016, efektivitas pemerintah Indonesia tercatat berada di peringkat 121, naik 23 peringkat ke posisi 98 pada tahun 2018. Untuk meningkatkan nilai dan peringkat itu, seluruh ASN harus terus menjaga netralitas. "ASN harus tetap berjalan siapa pun pimpinan kita, harus tetap jaga profesionalisme," ujar Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Setiawan Wangsaatmaja, dalam acara Rakor dan Sosialisasi Kebijakan Integritas dan Disiplin ASN, di Yogyakarta, Kamis (28/03).
Diingatkan, netralitas ASN sudah diatur dengan jelas dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Di tahun kontestasi politik ini, ASN yang netral menjamin demokrasi yang sehat dan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, mandiri, jujur, dan adil (luber jurdil). Namun sebaliknya, apabila ASN tidak netral, akan sangat merugikan negara hingga masyarakat sebagai penerima layanan.
Sebagai upaya menjaga netralitas ASN, Menteri PANRB telah menerbitkan surat nomor B/94/M.SM.00/2019 yang mengingatkan pentingnya netralitas dan penegakannya di lingkungan instansi pemerintah. Selain itu, terhadap ASN yang menjadi calon anggota legislatif agar diberhentikan dari ASN. “Penegakkan hukum terhadap pelanggar kode etik ASN dan strategi pencegahan korupsi yang optimal, adalah bukti bahwa birokasi tak bisa diintervensi oleh kepentingan politik,” ungkap Setiawan.
Untuk menjaga para abdi negara tetap memiliki integritas, Setiawan mengungkapkan ada empat poin penting yang harus dipegang teguh, yakni kejujuran, kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, kemampuan bekerjasama, dan pengabdian kepada masyarakat. "Hal itu sesuai dengan Pasal 69 Ayat 4 UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN," imbuhnya.
Setiawan juga menjelaskan, ada tiga hal yang melandasi lemahnya integritas ASN. Tiga hal tersebut dikenal dengan sebutan The Fraud Triangle, yakni tekanan, pembenaran akan kesalahan, dan kesempatan melakukan pelanggaran. "Tanpa integritas yang kuat, akan sulit bagi seseorang untuk mengatasi hal tersebut," tegasnya.
Untuk mengatasinya, lanjut Deputi SDMA, ada tiga hal yang menjadi strategi dalam menguatkan integritas ASN. Pertama, membentuk sistem yang mereduksi kebiasaan korupsi, baik korupsi uang maupun waktu. Kedua, memperkuat budaya menolak segala jenis penyelewengan, dan ketiga, setiap pekerjaan yang dilakukan oleh ASN harus terukur dan akuntabel.
Namun demikian, integritas dan netralitas ASN juga perlu pengawasan dari masyarakat. Asisten Deputi Pembinaan Integritas dan Disiplin SDM Aparatur, Bambang Sumarsono menambahkan, setiap instansi pemerintah harus menerima semua aduan dengan prinsip 'No Wrong Door Policy'.
Dalam hal menjaga netralitas jelang pemilu Presiden dan Wakil Presiden dan Pileg dalam waktu dekat, setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) bisa meneruskan aduan masyarakat ke Bawaslu atau Panwaslu. "Aduan akan diproses oleh PPK. Jika PPK tidak mengeluarkan rekomendasi, akan diteruskan ke Kementerian PANRB atau bahkan Presiden," pungkas Bambang. (don/HUMAS MENPANRB)