JAKARTA – Perbedaan kelembagaan di tubuh Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) dengan Lembaga Non Strukltural (LNS) lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), membuat pemerintah sulit melakukan penataan kelembagaannya. Pasalnya, dalam Undang-Undang No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaiangan Usaha Tidak Sehat, Sekjen ditetapkan oleh KPPU. Padahal di lembaga lain, seperti KPK, Sekjen ditetapkan dan diangkat oleh Presiden.
Hal itu terungkap dalam pertemuan antara Menteri PANRB Yuddy Chrisnandi dengan Ketua KPPU, di kantor Kementerian PANRB, Senin (14/09). Dalam pertemuan tersebut Menteri Yuddy didampingi oleh Sekretaris Kementerian PANRB Dwi Wahyu Atmaji, Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Rini Widyantini, dan Deputi Bidang SDM Aparatur Setiawan Wangsaatmaja. Sementara para Komisioner KPPU yang hadir yaitu R. Kurnia Sya’ranie, M. Nawir Messi, Tresna Priyana Soemardi, Sukarmi, Munrokhim Misanam, Saidah Sakwan, Chandra Setiawan, dan Kamser Lumbanradja.
Kehadiran Komisioner KPPU itu meminta Kementerian PANRB memperjelas status lembaga yang dibentuk berdasarkan UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaiangan Usaha Tidak Sehat itu. “Kedatangan kami ke Kemenpan untuk meminta kepada Menteri PANRB untuk memperjelas status kelembagaan kami. Karena selama ini kami kesulitan dengan status kelembagaan yang membuat pegawai KPPU merasa tidak memiliki jaminan status kepegawaian,” kata Ketua KPPU, M. Syarkawi Ra’uf.
Menteri Yuddy sendiri mengaku kaget dengan perbedaan status kelembagaan antara KPPU dengan KPK. Padahal, menurutnya, kedua lembaga non struktural tersebut merupakan lembaga yang sangat penting. “Ke depan kami akan menyetarakan status lembaga – lembaga non struktural, seperti KPPU dan KPK ini. Kita akan lihat perubahannya apakah dengan Perpres, Keppres atau Undang-Undang. Kita buat rujukannya, mana yang bisa diubah,” kata Yuddy.
Deputi kelembagaan dan Tatalaksana Rini Widyantini mengaatakan, sejak dulu pihaknya sudah mencoba membantu KPPU mengenai masalah status kelembagaannya. “Tetapi persoalannya ada di undang-undang, yang menetapkan bahwa Sekjen ditetapkan oleh KPPU. Padahal di lembaga lain. Sekjen ditetapkan dan diangkat oleh Presiden,” ujarnya.
Di KPK, lanjut Rini, meski dibentuk dengan UU, tetapi, Sekjen harus diisi PNS. KPK juga dapat memiliki pegawai tetap KPK. “Kami akan mengupayakan menyusun Perpres, tetapi tentunya harus dikoordinasikan dan mendapat persetujuan Setkab dan Setneg. Kalau sudah ada perubahan, nanti akan diikuti dengan pengukuhan kembali,” kata Rini.
Syarkawi menambahkan, KPPU memiliki 320 pegawai yang berada di lima wilayah yaitu Kalimantan Timur, Makassar, Medan, Surabaya, dan Batam. Dari seluruh pegawai hanya 11 orang yang berstatus sebagai PNS. “Status PNS itu pun hanya untuk diperbantukan. Selama dia masih di KPPU, mereka juga sulit mendapatkan promosi jabatan,” imbuhnya.
Sejak 15 tahun berdiri sudah lebih dari 150 pegawai yang mengundurkan diri. Padahal tugas KPPU terbilang berat. Sudah lebih dari Rp 500 miliar uang negara yang berhasil diselamatkan sejak 15 tahun KPPU lalu. "Untuk itu kami meminta agar Kemenpan bisa memberikan solusi yang jelas. Kalau soal pegawai, kami tidak akan menuntut untuk dijadikan PNS, tetapi kami hanya meminta solusi untuk status KPPU sendiri,” kata Syarkawi. (ns/HUMAS MENPANRB)