Pin It

cover kipp 2019

 

JAKARTA – Di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, ada kebiasaan suatu desa harus melamar ke desa penyangga, agar bisa saling melindungi jika terjadi bencana letusan Gunung Merapi. Seperti melamar pengantin, lamaran itu bisa diterima, ditolak, sudah diterima namun gagal menjadi pasangan pengantin desa. Konsep unik ini merupakan bagian dari inovasi Paseduluran Deso (Paseso) yang diciptakan Pemkab Magelang melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Konsep tersebut diterapkan Pemkab Magelang dengan harapan dapat memberikan nuansa seolah-olah mereka mengungsi di rumah saudaranya. “Sehingga bisa merasa sedikit lebih nyaman, walaupun tidak senyaman di rumah sendiri sebagai pasangan pengantin yang harmonis,” jelas Bupati Magelang Zaenal Arifin saat mempresentasikan program yang masuk dalam Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2019 ini, di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).

Paradigma penanggulangan bencana telah bergeser dari respon darurat atau responsif, ke arah preventif dengan menekankan pengurangan risiko bencana berbasis pemberdayaan masyarakat. Paseso atau disebut juga dengan sister village adalah inovasi dari Kab. Magelang terkait penanganan pengungsi letusan Gunung Merapi. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan membentuk persaudaraan antar-desa untuk pengurangan risiko bencana.

Zaenal menjelaskan, secara umum, inovasi ini memperbesar skala pengungsian dari rumah ke rumah menjadi desa ke desa. “Dengan adanya sister village ini maka saudara-saudara kita yang berada di kawasan rawan bencana sudah memiliki suatu kepastian untuk bagaimana mengungsi. Ini merupakan langkah kita dalam penanganan prabencana bagaimana kita mencoba untuk melindungi dan meminimalkan korban atau zero to korban,” imbuh Zaenal.

 

20190710 Misteri Calon Pengantin Paseso Merapi

Bupati Magelang Zaenal Arifin saat  presentasi dan wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik 2019 di Kementerian PANRB.

 

Setelah diterapkannya Paseso, sudah terbentuk 19 pasang desa bersaudara berbasis situs dengan memanfaatkan Sistem Informasi Desa (SID) di Kawasan Rawan Bencana dan di 42 desa penyangga sehingga penanganan pengungsi lebih tertata dan korban dapat diminimalisir. Sebelumnya, jika mengungsi terjadi kesemrawutan dan ketidakpastian tempat mengungsi. Adanya Paseso dikuatkan dengan MoU kedua belah pihak, lengkap dengan buku nikah selayaknya sepasang pengantin.

Menurut Zaenal, inovasi penanganan pengungsi letusan Gunung Merapi dapat diterapkan oleh daerah lain di seluruh Indonesia yang mempunyai karakteristik bencana yang sama. Terlebih, Indonesia adalah negara yang masuk dalam lingkar cincin api.

Keberhasilan Paseso dapat dilihat dari sudah direplikasinya inovasi ini di berbagai daerah lain dalam penanganan pengungsi, seperti Gunung Kelud di Kediri, Gunung Agung di Bali dengan (program Semeton), dan Gunung Sinabung di Medan. “Inovasi ini diharapkan dapat terus dikembangkan, agar kita sebagai penyelenggara pelayanan publik sesuai dengan amanat undang-undang dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat manakala terjadi ancaman bencana,” tandas Zaenal. (del/HUMAS MENPANRB)