JAKARTA - Kebutuhan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) masih sering terabaikan karena kurangnya pengetahuan keluarga dan masyarakat. Kendala yang dihadapi masyarakat adalah ketidaktahuan cara merayu ODGJ untuk berobat, ketakutan terhadap ancaman, perilaku kekerasan, penggunaan senjata tajam, serta ketakutan terhadap ancaman bahwa ODGJ akan membalas orang yang membawa ke rumah sakit. Ketidaktahuan dan ketidakmampuan masyarakat ini menginspirasi Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Surakarta membuat terobosan Pelayanan Penjemputan Pasien Ngamuk (Payjem Pas Ngamuk) untuk memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi keluarga dan masyarakat.
Keinginan dan komitmen kuat Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melatarbelakangi lahirnya inovasi ini. Payjem Pas Ngamuk hadir untuk memberikan pelayanan yang profesional dan manusiawi kepada ODGJ. “Pasien ngamuk adalah pasien sakit jiwa yang biasanya dijemput dengan tidak manusiawi kami jemput dengan manusiawi, menghadirkan peralatan yang cukup, nilai-nilai kemanusiaan dan kepakaran,” ungkap Gubernur Provinsi Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat presentasi dan wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik 2019, di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta.
Penanganan ODGJ yang tidak tepat dan kurang professional, menurut Ganjar, akan menimbulkan masalah baru. Beberapa ODGJ dibawa oleh keluarga dengan posisi diikat menggunakan tali rafia, tali tambang, stagen, selendang, karet ban dengan simpul yang sangat kuat, tidak beraturan, dan sulit untuk dilepas. Tidak jarang penanganan ini menimbulkan luka pada area yang diikat, pembengkakan, patah tulang bahkan kelumpuhan anggota gerak.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah saat mempresentasikan inovasi Payjem Pas Ngamuk pada Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik tahun 2019 di Kementerian PANRB.
Ganjar mengaku, pelayanan penjemputan pasien ngamuk ini mendapat respon yang baik dari masyarakat karena memudahkan dalam membawa ODGJ berobat ke rumah sakit, meminimalkan cedera, dan kejadian lainnya yang membahayakan pasien, keluarga, dan masyarakat. “Aplikasi ini membuat keluarga senang dan mereka para ODGJ aman,” imbuh Ganjar.
Pelayanan penjemputan pasien menjadi implementasi dari Seruan Nasional Stop Stigma dan Diskriminasi terhadap ODGJ, yaitu senantiasa memberikan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan, baik akses pemeriksaan, pengobatan, rehabilitasi, maupun reintegrasi ke masyarakat pascaperawatan di rumah sakit jiwa atau panti sosial. Payjem Pas Ngamuk merupakan salah satu contoh inovasi yang melibatkan peran masyarakat secara langsung.
Pelayanan penjemputan pasien dengan cara yang profesional, manusiawi, dan menjamin keamanan dapat menjadi contoh untuk masyarakat tentang penanganan ODGJ yang tepat. Pengetahuan yang didapatkan ini akan mengikis stigma negatif dan menumbuhkan kesadaran bahwa ODGJ harus diperlakukan dengan baik. Tidak hanya perlakuan yang baik, ODGJ juga berhak untuk mendapat layanan kesehatan.
Ganjar berharap usaha baik ini dapat terus dilakukan. Inovasi Payjem Pas Ngamuk dapat menjadi gerbang pembuka perbaikan penanganan ODGJ. Melalui perawatan dan pemberian dukungan yang tepat dan profesional, ODGJ diharapkan dapat berperan optimal dalam kehidupan sosialnya sehingga mereka tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat. “Payjem Pas Ngamuk juga udah teruji selama tiga tahun, jadi tentu harus dilanjutkan,” pungkasnya. (rum/HUMAS MENPANRB)