Peningkatan jumlah instansi pemerintah yang melaporkan pelaksanaan Inpres No. 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi merupakan indikasi adanya komitmen dari jajaran birokrasi dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan bersih. Namun, dari hasil monitoring di lapangan pelaksanaan inpres tersebut belum mencakup seluruh diktum yang ada, sehingga masih diperlukan upaya penyempurnaan dan pelaksanaannya.
Demikian dikatakan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, EE Mangindaan dalam pembukaan rapat regional Koodinasi, Monitoring dan Evaluasi (Kormonev) wilayah barat di Batam, Rabu (13/10). ”Saya sedang menyiapkan usulan penyempurnaan kebijakan percepatan pemberantasan korupsi,” ujar Menteri.
Penyempurnaan itu, lanjutnya, antara lain didasarkan pada hasil evaluasi atas implementasi Inpres No. 5/2004 yang telah dilaksanakan instansi pemerintah baik pusat maupun daerah. Penyempurnaan juga disesuaikan dengan perkembangan lingkungan, baik nasional maupun global, terutama terkait dengan adanya rencana perubahan UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu juga tidak lepas dari penerapan UU No. 7/2006 tentang Ratifikasi United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) 2003.
Berdasarkan kedua peraturan perundnagan itu, pemerintah sedang menyusun strategi nasional pemberantasan korupsi 2010-2025. “Penyempurnaan Inpres No. 5/2004 merupakan unsur pendukung strategi nasional pemberantasan dalam lingkup instansi pemerintah,” tambahnya.
Hasil monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan Kementerian PAN dan RB menunjukkan adanya peningkatan jumlah provinsi, kabupaten dan kota yang melaporkan upaya-upaya dalam percepatan pemberantasan korupsi. Pada tahun 2005 baru ada 90 instansi (16,51%), menjadi 345 instansi pemerintah (56,93%) pada tahun 2009.
Keberhasilan program percepatan pemberantasan korupsi juga dapat dilihat dari indeks persepsi korupsi (IPK) yang trennya membaik, dari 2,3 pada tahun 2005 menjadi 2,8 pada 2009. Hal itu juga dibarengi dengan perbaikan peringkat kemudahan berusaha (doing business). “Kedua parameter ini merupakan indikator keberhasilan yang obyektif dalam upaya pemberantasan korupsi,” tambah Menteri PAN dan RB.
Lebih lanjut Menteri mengatakan, percepatan pemberantasa korupsi merupakan salah satu program yang mendukung tujuan reformasi birokrasi, yang pada hakekatnya merupakan proses pembaharuan dalam tubuh birokrasi. Reformasi birokrasi dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, melalui langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif, dan sistemik, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
“Melalui implementasi diktum-diktum Inpres No. 5/2004, secara bersamaan telah terlaksana pula sebagian program reformasi birokrasi, sehingga dengan satu upaya, beberapa program dapat dijalankan sekaligus,” demikian Menteri Mangindaan.
Namun, menurut Menteri, keberhasilan pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dilakukan melalui pelaksanaan program aksi yang bersifat formalitas, tetapi harus disertai komitmen tinggi, serta konsistensi dan integritas dari para pelaksananya. Untuk itu penanaman kembali nilai-nilai integritas bangsa merupakan suatu pilihan yang baik dan telah dilakukan di berbagai negara.
Untuk itu Kementerian PAN dan RB mendorong semua instansi pemerintah berkomitmen dalam pencegahan korupsi mulai dari instansi masing-masing, melalui penerapan pakta integritas secara nyata. “Bukan sekadar pernyataan di atas secarik kertas yang hanya bersifat formalitas,” tandasnya.
Ketua panitia penyelenggara rakor regional Kormonev wilayah barat Iskandar Hasan mengungkapkan, rapat yang berlangsung tanggal 13 – 14 Oktober 2010 itu diikuti oleh para Sekretaris Daerah dan Inspektur dari 10 provinsi dan 151 kabupaten/kota di wilayah Pulau Sumatera.