MAKASSAR - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dengan melakukan berbagai inovasi dan percepatan pelayanan. Namun demikian, walaupun sudah melakukan berbagai upaya meningkatkan kualitas pelayanan, inovasi harus terus dilakukan karena tuntutan terhadap pelayanan publik oleh masyarakat terus meningkat.
Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan bahwa salah satu program prioritas dalam masa kepemimpinannya adalah memacu perbaikan dan inovasi dalam pelayanan publik. "Kami di Sulawesi Selatan, yang salah satu kita pacu adalah pelayanan, kami masuk dalam pelayanan jam, tidak kenal pelayanan hari, pelayanan minggu," ujarnya.
Sementara percepatan pemberian izin dan bentuk layanan lainnya terus digenjot, Syahrul juga mengungkapkan bahwa jajarannya terus berupaya meningkatkan pengawasan dengan bekerja sama dengan BPK dan BPKP. Ini dilakukan guna mengontrol pelayanan dan memberikan kepastian kepada masyarakat.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi menegaskan bahwa pelayanan cepat yang sudah diterapkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan jangan menjadi alasan untuk berhenti berinovasi dalam pelayanan publik. "Disini memang perijinan sangat cepat, hitungannya jam, tetapi kita harus terus bergerak mengikuti perkembangan, percepat menjadi hitungan menit, inilah prime mover," tegas Yuddy.
Dengan adanya prime mover yang digerakkan langsung oleh Gubernur, Menteri Yuddy berharap masyarakat akan merasakan secara langsung efek dari inovasi pelayanan. "Tapi menurut catatan kami, masih banyak Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan yang harus melakukan berbagai perbaikan," katanya.
Deputi Pelayanan Publik Kementerian PANRB, Diah Natalisa, juga menuturkan bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan menjadi lebih baik, diperlukan strategi, terobosan, bahkan upaya yang luar biasa yang berasal dari ide dan gagasan yang memunculkan inovasi. "Mengapa perlu inovasi pelayanan publik? Karena jumlah populasi kelas menengah di Indonesia mencapai lebih dari 50% (56,5%). Ekspektasi publik meningkat tajam terhadap kualitas pelayanan, oleh karena itu tidak bisa memberikan pelayanan yang biasa-biasa saja," katanya. (ris/HUMAS MENPANRB)