JAKARTA – Kementerian PANRB akan segera menyusun sejumlah kebijakan terkait pengisian jabatan pimpinan tinggi (JPT), sebagai acuan bagi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dalam melakukan pengawasan. Hal itu dimaksudkan untuk mencegah terjadinya dampak negatif yang terjadi dalam pengisian JPT, baik di kementerian, lembaga maupun pemda.
Hal itu terungkap dalam rapat koordinasi antara Deputi Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan Kementerian PANRB di Jakarta, Jumat (10/7). Rapat yang dipimpin oleh Sekretaris Kementerian PANRB Dwi Wahyu Atmaji tersebut dihadiri oleh mantan Wakil Menteri PANRB Eko Prasojo, Deputi RB Kunwas M. Yusuf Ateh, Deputi SDM Aparatur Setiawan Wangsaatmadja, pimpinan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan sejumlah pejabat di Kementerian PANRB.
Eko Prasojo mengapresiasi pelaksanaan pengisian JPT yang saat ini tengah bergulir di sejumlah kementerian/lembaga. “Banyak kalangan yang menilai positif penerapan promosi jabatan secara terbuka ini. Saya mengapresiasi bahwa promosi terbuka telah menimbulkan image sangat positif. Tapi secara mainstream, hal itu diterima oleh seluruh masyarakat, khususnya yang ada di daerah,” ujarnya.
Meskipun demikian, ada juga pihak yang menilai negatif. Menurut Guru Besar FISIP UI ini, ada tiga faktor utama penyebab adanya penilaian yang negatif terhadap promosi terbuka dalam pengisian jabatan pimpinan tinggi (JPT). Pertama, adanya ketidaksiapan instrumen untuk melakukan seleksi, seperti pemilihan anggota panitia seleksi, dan penetapan assessment center.
Kedua, adanya restrukturisasi besar-besaran di sejumlah kementerian/lembaga, yang menyebabkan proses promosi terbuka menjadi terkesan dipaksakan. “Jadi instrumennya tidak lengkap tetapi prosesnya dipaksakan sehingga menjadi chaos. Apalagi pada kementerian yang terkena restrukturisasi,” kata Eko.
Ketiga, adanya ketidaksiapan individu secara psikologis dalam proses promosi jabatan. Menurut Eko, selama ini masyarakat di pemerintahan masih terfokus pada sistem seleksi yang tertutup. “Jadi selama ini kan sistem untuk pengisian jabatan itu masih yang closed carrier. Dalam memilih orang yang kompeten di bidangnya, saat ini berganti menjadi open recruitmen, dimana masyarakat luar juga bisa mendaftar,” jelasnya.
Dikatakan, dalam seleksi JPT Madya dan Pratama harus diatur melalui Peraturan Menteri, diantaranya yaitu Peraturan Menteri mengenai Tata Cara Pembentukan Panitia Seleksi Dalam JPT. “Harus dijelaskan syarat untuk menjadi anggota Pansel dan bagaimana prosesnya,” lanjut Eko.
Selain itu, perlu juga dibuat peraturan menteri mengenai instrumen yang digunakan dalam pengisian jabatan. Permen ini mengatur mengenai sertifikasi assessment center, cara untuk melakukan wawancara dan mengetahui rekam jejak si pendaftar. “Peraturan Menteri mengenai JPT non PNS juga harus segera diselesaikan,” imbuhnya..
Menanggapi hal tersebut, Deputi Bidang RB, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan Kementerian PANRB, M. Yusuf Ateh mengakui jika masih banyak tugas yang harus diselesaikan. Menurutnya, semua kebijakan terkait pengisian JPT Madya dan Pratama harus segera disusun sebagai acuan bagi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dalam melakukan pengawasan.
“Semua pengalaman yang pernah dilakukan oleh panitia seleksi dalam pengisian JPT ini memang merupakan proses belajar yang sangat penting. Sehingga kami akan koordinasi juga dengan Kedeputian SDM terkait proses ini,” kata Ateh.
Hal itu diamini Deputi SDM Aparatur Setiawan Wangsaatmaja,seraya menambahkan bahwa pengisian JPT saat ini merupakan proses belajar yang sekaligus diterapkan. Namun, dia optimis jika pemerintah bisa mempertanggungjawabkan semua proses yang sudah dilakukan. (ns/HUMAS MENPANRB)