JAKARTA - Kementerian PAN dan RB melakukan pencanangan gerakan nasional pembangunan zona integritas menuju wilayah bebas dari korupsi di lingkungan kementerian, lembaga dan pemerintah daerah. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan dokumen Pakta Integritas yang dilakukan seluruh pimpinan dan staf instansi pemerintah, berdasarkan Inpres No. 17/2011 tentang rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012.
Gerakan Nasional ini ditandai dengan penandatanganan Piagam Pencanangan Pembangunan Zona Integritas (ZI) Menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) oleh Menteri PAN dan RB, Menteri Dalam Negeri, Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Gubernur Sulawesi Utara, Walikota Sukabumi, Walikota Banjarbaru, Bupati Bima dan Bupati Aceh Tengah.
Pencanangan itu disaksikan oleh Ketua/Pimpinan KPK Busryo Muqodas dan Ketua Ombudsman RI Danang Girindrawardana, dan dihadiri oleh 160 pimpinan dari 160 K/L dan pemda yang dinilai siap membangun ZI menuju WBK. “Pemberantasan korupsi harus dimulai dari diri kita sendiri, mulai dari yang termudah dan mulai dari sekarang. Kalau bukan kita, siapa lagi ? Kalau bukan sekarang, kapan lagi,” ujar Menteri Azwar Abubakar di Jakarta, Selasa (17 April 2012).
Dikatakan lebih lanjut, program WBK sebagai salah satu amanat dari Instruksi Presiden No. 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, selama ini implementasinya sangat minim. Pasalnya, untuk mewujudkan WBK harus didahului dengan komitmen pemberantasan korupsi oleh seluruh unsur dalam instansi pemerintah, baik kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah.
Komitmen pemberantasan korupsi, lanjut Menteri Azwar Abubakar, diwujudkan melalui pernyataan atau komitmen dalam dokumen Pakta Integritas yang dilanjutkan dengnan pembangunan zona integritas (ZI) di lingkup K/L/pemda. Hal itu dicirikan dengan adanya program pencegahan korupsi yang konkret, sebagai bagian dari upaya percepatan reformasi birokrasi dan pelayanan publik, disertai dengan sosialisasi dan upaya penerapan program tersebut secara konsisten. “Untuk itu diperlukan pedoman sebagai acuan bagi kementerian/lembaga dan pemda dalam mewujudkan zona integritas,” ujarnya.
Berdasarkan pedoman yang disusun oleh Kementerian PAN dan RB yang telah dibahas bersama KPK dan Ombudsman RI, setiap pimpinan instansi pemerintah melakukan pencanangan, bahwa instansi yang dipimpinnya telah siap menjadi ZI sebagai persiapan menuju WBK. Terwujudnya WBK di kementerian/lembaga/pemda akan mendorong percepatan pemberantasan korupsi melalui pencegahan. “Upaya ini diperlukan untuk mempercepat pencapaian IPK Indonesia mencapai nilai 5,0 pada tahun 2014, sebagaimana ditetapkan dalam RPJMN II,” ujar Menteri Azwar Abubakar.
Pencanangan zona integritas, didahului dengan penandatanganan pakta integritas oleh seluruh pegawai, yang dipublikasikan secara luas agar dapat dipantau, dikawal, diawasi secara luas oleh masyarakat, sehingga mereka juga bisa berperan dalam pelaksanaan pencegahan korupsi, reformasi birokrasi serta peningkatan kualitas pelayanan publik.
Menurut Menteri PAN dan RB, pelaksanaan proses pembangunan zona integritas harus dilaksanakan dengan perencanaan yang baik, karena di sini akan menentukan keberhasilan atau kegagalannya. Untuk itu diperlukan pembinaan oleh Unit Penggerak Integritas (UPI) yang secara ex-officio dilaksanakan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) masing-masing K/L/Pemda.
Setelah proses pembangunan ZI berlangsung dalam waktu yang cukup memadai, pimpinan instansi pemerintah yang sudah memperoleh opini minimal wajar dengan pengecualian (WDP) dari BPK melakukan identifikasi unit kerja yang dipandang berkinerja baik, dan dapat diusulkan menjadi unit kerja yang berpredikat WBK. Selanjutnya dapat diusulkan kepada Menteri PAN dan RB untuk dilakukan penilaian.
Penilaian ini dilakukan oleh Tim Indenenden yang beranggotakan Kementerian PAN dan RB, KPK, ORI dan unsure terkait yang dianggap perlu. Ada dua indicator yang digunakan, yaitu indikator mutlak, dan indikator operasional. Indikator mutlak berupa minimum requirement harus dipenuhi, sebagai pre requisite untuk penilaian selanjutnya berdasarkan indicator operasional.
Indicator mutlak meliputi nilai minimum indeks integritas berdasarkan penilaian KPK; dan indeks kepuasan masyarakat berdasarkan pedoman Kementerian PAN dan RB; jumlah maksimum keruigian negara yang belum diselesaikan berdasarkan penilaia BPK, maksimum temuan in-efektif, dan in-efisien berdasarkan penilaian APIP; jumlah maksimum pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin karena penyalahgunaan pengelolaan keuangan berdasarkan keputusan pejabat Pembina kepegawaian; jumlah atau pessentase pegawai yang menjadi tersangka korupsi berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Sedangkan indikator operasional, terdiri dari dua hal. Pertama, indikator utama pencegahan korupsi yang memiliki bobot penilaian 60 persen, dan kedua, indikator penunjang dengan bobot 40 persen. Di sini mencakup berbagai hal, antara lain tingkat kepatuhan menyampaikan LHKPN, nilai evaluasi AKIP, system perlindungan pelapor, kode etik, jumlah pengaduan masyarakat yang dapat diselesaikan dalam waktu satu tahun, promosi jabatan secara terbuka, e-procurement dan keterbukaan informasi publik.
Untuk dapat ditetapkan sebagai unit kerja WBK oleh Menteri PAN dan RB, nilai dari kedua indikator tersebut harus lebih besar dari 80. “Penetapan bisa dicabut apabila di kemudian hari ditemukan hal-hal yang mengakibatkan tidak dipenuhinya lagi indikator penilaian,” tegas Menteri. (HUMAS MENPAN-RB)