DEPOK - Undang-Undang (UU) ASN nomor 5 tahun 2014 memuat banyak perubahan besar dalam dinamilka birokrasi di Indonesia. Salah satu yang cukup menonjol adalah penerapan sistem merit dalam promosi jabatan secara terbuka.
Hal itu dikatakan Wakil Ketua Komite Aparatur Sipil Negara (KASN) Irham Dilmy dalam seminar bertajuk Mengawal Kebijakan, Implementasi melalui Keterlibatan Policy Communities dan Evidence Based Policy di kampus UI Depok, Kamis (02/04). "Sistem merit memiliki dua konsekuensi, yakni semua jabatan harus memiliki standar kompetensi dan seluruh pejabat harus memahami tugas dan target kerjanya," ujarnya.
Dikatakan, standar kompetensi dalam hal ini adalah adanya kecakapan terkait jabatan yang direbutkan dalam agenda open recruitment. Sedangkan mengenai konsekuensi kedua, para calon pemangku jabatan diharapkan paham mengenai garis besar tugas kerja yang akan diembannya.
Kedua hal ini, menurut Irham, mutlak dipenuhi oleh calon pemangku jabatan agar tercipta profesionalitas. “Konsekuensi tentu akan menghasilkan implikasi, dan dalam kaitannya dengan manajemen kepegawaian, sistem merit mampu memberikan enam implikasi baik bagi instansi-instansi terkait,” tambah Irham.
Implikasi pertama adalah penataan jabatan yang lebih jelas sehingga kinerja instansi-instansi yang menaungi semakin efisien dan akuntabel. Selanjutnya, sistem merit akan menghasilkan implikasi berupa penyusunan kualifikasi dan standar kompetensi pemangku jabatan yang lebih terstruktur.
Sedangkan implikasi ketiga adalah terciptanya penerapan sistem penilaian yang kinerja pemangku jabatan yang lebih obyektif dan transparan. Adapun implikasi keempat adalah penyempurnaan sistem remunerasi agar terciptanya efisiensi biaya kinerja ASN.
Irham menggaris bawahi remunerasi sebagai salah satu masalah yang cukup pelik dalam reformasi birokrasi di bidang anggaran, karena kerap kali penetapan gaji tidak sesuai dengan tingkat kerja yang ditunjukkan oleh aparat pemangku jabatan terkait.Oleh sebab itu, sistem merit diharapkan mampu memilih kandidat yang tepat untuk mengisi jabatan-jabatan starategis di kementerian, lembaga negara, dan pemerintahan daerah.
Untuk implikasi yang kelima adalah mengenai penempatan pegawai, yang diharapkan dapat mengurangi kesenjangan penempatan PNS yang masih cukup sering dialami oleh banyak instansi di seluruh Indonesia. Sedangkan untuk implikasi terakhir yaitu penyusunan rencana pengembangan karir bagi ASN yang di dalamnya terdapat pembahasan mengenai diklat.
Menurut Irham, pengembangan karir sangatlah penting untuk meningkatkan motivasi dan potensi kerja ASN. “Konsep merit tidak akan berjalan dengan sempurna jika tidak dibarengi dengan pengawasan proses seleksi yang ketat sehingga Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) dapat terjamin kaulifikasi dan legalitasnya,” tukas Irham.
Untuk mencapai tujuan pengawasan tersebut, Irham menyebut empat tahapan yang harus dikerjakan dengan baik. Pertama adalah pelaksanaan sikap proaktif dan reaktif dalam menilai kandidat JPT. Hal itu harus diikuti tahapan kedua berupa pemberian peringatan dan reaksi terhadap proses dan metode yang terjadi dalam seleksi, jika ditemui kejanggalan.
Selanjutnya, pengawasan proses seleksi juga memberi wewenang untuk pemberian endorsement jika panitia terkait menolak hasil seleksi karena tidak memenuhi kualifikasi yang diharapkan. Adapun tahapan keempat adalah penggenapan legalitas yang dilakukan dengan menggandeng Sekretariat Kabinet dalam rapat pra-JPT. (hfu/ HUMAS MENPANRB)