Asdep Koordinasi Pelaksanaan, Kebijakan, dan Evaluasi Pelayanan Publik Wilayah II Jeffrey Erlan Muller saat memberikan penjelasan dalam acara monitoring dan tindak lanjut penerapan standar pelayanan, di Denpasar Bali, Selasa (26/03).
DENPASAR - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mendorong para pemerintah daerah untuk dapat melibatkan masyarakat dalam hal penyusunan standar pelayanan publik. Asisten Deputi Koordinasi Pelaksanaan, Kebijakan, dan Evaluasi Pelayanan Publik Wilayah II Jeffrey Erlan Muller menjelaskan bahwa masyarakat wajib dilibatkan dalam membuat kebijakan, sekaligus evaluasi terhadap pelayanan yang diberikan pemerintah.
“Pelibatan masyarakat itu sesuai dengan amanat UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang mengamanatkan penyelenggara wajib mengikutsertakan masyarakat sebagai upaya membangun sistem yang adil, transparan, dan akuntabel,” ujarnya dalam acara monitoring dan tindak lanjut penerapan standar pelayanan, di Denpasar Bali, Selasa (26/03).
Menurutnya, pembentukan standar pelayanan harus melalui komunikasi dua arah, antara penyelenggara layanan dengan penerima layanan atau masyarakat. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui tanggapan serta mencari masukan berkaitan dengan kebijakan penerapan standar pelayanan di masing-masing unit penyelenggara layanan.
Selain itu Jefrrey mengatakan dalam mengakomodir aspirasi masyarakat dalam pembentukan standar pelayanan melalui Forum Konsultasi Publik (FKP), yang dapat dilakukan melalui kegiatan dialog, diskusi, maupun Forum Group Discussion (FGD) antara penyelenggara layanan, masyarakat, akademisi, serta stakeholder terkait.
Dikatakan bahwa saat ini tidak sedikit masyarakat masih mengeluhkan layanan yang dilakukan oleh pemerintah, baik dari waktu layanan, prosedur layanan, maupun adanya biaya yang dibebankan kepada masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat wajib dilibatkan disetiap pembentukan kebijakan ataupun standar pelayanan melalui FKP, upaya tersebut agar masyarakat mengetahui prosedur serta mekanisme yang akan diterapkan pada sebuah unit layanan.
Dalam kesempatan yang sama, Analis Kebijakan Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah (Puslatbang KDOD) Lembaga Administrasi Negara (LAN) Tri Wahyuni mengungkapkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap penyelenggara layanan berupa kecepatan, ketepatan, dan akurasi. Untuk menghilangkan ketidakpercayaan masyarakat perlu pelibatan masyarakat itu sendiri dalam pembentukan standar pelayanan. Karena dengan hal tersebut masyarakat dapat mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajibannya.
“Namanya standar harus dibikin mudah agar mudah dipahami, tidak menggunakan bahasa yang susah dimengerti, partisipatif, akuntabel, transparansi, dan mudah diakses. Jangan sampai mereka kesusahan dalam melihat dan mengakses standar layanan,” ujarnya.
Disampaikan bahwa penetapan standar pelayanan merupakan amanah dari UU, yang juga sebagai sarana informasi dan panduan yang jelas baik bagi pelaksana pelayanan atau pengguna layanan. Selain itu, standar pelayanan juga bertujuan memberikan kepastian, meningkatkan kualitas, dan kinerja pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan selaras dengan kemampuan penyelenggara sehingga mendapat kepercayaan dari publik.
Sementara itu, peneliti Puslatbang KDOD LAN Andi Wahyudi menilai bahwa FKP bertujuan memperoleh pemahaman hingga solusi antara penyelenggara dan masyarakat, mulai dari rancangan hingga evaluasi. FKP sendiri merupakan wadah bagi penyusunan standar pelayanan, penyusunan kebijakan publik, serta pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik.
“Manfaat dari FKP menyelaraskan kemampuan penyelenggara layanan, karena setiap SKPD memiliki kemampuan berbeda, ada daerah kaya bisa beli sarana dan prasarana dan kasih intensif untuk pegawai, ada yang tidak bisa beli sarana dan prasarana, jadi selaraskan kemampuan dan kemauan masyarakat,” pungkasnya. (byu/HUMAS MENPANRB)