JAKARTA - Berangkat dari permasalahan kepuasan pelanggan yang belum mencapai target, RSUD KRT Setjonegoro Kabupaten Wonosobo membuat inovasi bernama Rumah Sakit Rasa Toyota. Inovasi ini adalah wadah bagi unit kerja untuk melakukan inovasi, yang nilai-nilainya mengadopsi dari perusahaan Kalbe Coorporate dan perusahaan otomotif Toyota. Dimulai sejak tahun 2017, beragam inovasi pun lahir dari 32 tim Quality Control Circle (QCC) yang tersebar di berbagai unit.
Kegiatan ini menjadi ajang kompetisi bagi setiap unit dalam rumah sakit dengan tujuan menyelesaikan permasalahan demi meningkatkan kepuasan pelanggan. “Inovasi ini membuat wadah atau ruang untuk menciptakan banyak inovasi dengan konvensi mutu,” jelas Bupati Wonosobo Eko Purnomo dalam wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik 2019 di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).
Rumah Sakit Rasa Toyota merupakan perpaduan konsep pemecahan masalah yang diterapkan di perusahaan obat Kalbe dan budaya Kaizen dari Toyota. Kalbe memiliki tim pengendali dan konvensi tahunan untuk memecahkan masalah. Sementara Kaizen adalah sebuah sistem perbaikan terus menerus pada kualitas, teknologi, proses, budaya perusahaan, produktivitas, keselamatan, dan kepemimpinan yang diusung oleh Toyota.
Pemerintah Kabupaten Wonosobo saat mempresentasikan inovasi Rumah Sakit Rasa Toyota dalam KIPP 2019 di Kantor Kementerian PANRB.
Setidaknya terdapat lima poin penting dalam Kaizen yang bisa disebut sebagai 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke). Poin-poin dalam 5S kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi 5R, yakni Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin.
Dikatakan, inovasi ini memanfatkan unit-unit di rumah sakit untuk memecahkan masalahnya sendiri dengan dukungan dari top management. Setelah satu masalah selesai, berlanjut untuk memecahkan masalah berikutnya. Masalah diselesaikan dari bawah ke atas, atau secara runtut dan berkesinambungan dengan indikator kesuksesan 5R. Setelah itu, pemenangnya akan mengikuti konvensi tingkat provinsi yang diselenggarakan oleh Balai Pengembangan Produktivitas Tenaga Kerja (BP2TK) Provinsi Jawa Tengah.
Kesuksesan kinerja tim QCC dapat dilihat dari peningkatan persentase efisiensi pelayanan dan kesuksesan program. Sebagai contoh, salah satu tim QCC berhasil menurunkan waktu tunggu pasien untuk mendapatkan satu resep non-racik dari 71 menit menjadi 30 menit. Sementara tim QCC lainnya mampu meningkatkan kesesuaian tindakan dan program rehabilitasi medik pasien tumbuh kembang dari 90,91 persen menjadi 96,46 persen.
Inovasi ini diharapkan tidak hanya membawa kemajuan pada internal rumah sakit saja, tapi juga menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa pelayanan publik sudah semakin baik. “Inovasi kami tidak sekadar membawa kemajuan tapi juga membuat masyarakat kaget karena pelayanan yang semakin baik,” tutup Eko. (clr/HUMAS MENPANRB)