Pin It

Untuk membangun iklim usaha yang kondusif, diperlukan keberanian untuk menggabungkan ijin-ijin di daerah yang sejenis, sehingga ijin yang bersifat penunjang dapat dikurangi jumlahnya.

  Demikian ditegaskan Meneg PAN Taufiq Effendi dalam sambutannya pada acara uji materi dan harmonisasi RPP tentang Pedoman Umum Pengaturan Tatalaksana Perijinan dan Non Perijinan di Jakarta, Rabu (2/2). “Adapun pengaturan retribusi dan pungutan lainnya yang terkait ijin, sebaiknya diatur dalam suatu peraturan tersendiri,” ujarnya menambahkan.

  Diungkapkan, dari rekap pendataan perijinan pada instansi pemerintah, Pemda yang mengatur prosedur perijinan, judulnya didahului dengan retribusi ijin usaha. Adapun jenis ijin daerah yang wajib dimiliki investor yang akan menanamkan modal di daerah masih cukup banyak. Ada ijin lokasi, lingkungan, daftar perusahaan, HO, IMB, pasang papan nama/reklame, SIUP, tempat usaha peruntukan penggunaan tanah, tanda daftar gudang, pengambilan air tanah dan lain-lain.

  Untuk mewujudkan pelayanan prima dalam bidang perijinan guna meningkatkan investasi, diperlukan reformasi perijinan dan non perijinan melalui sistem yang berpihak kepada masyarakat. Karena itu, ke depan harus ada perubahan paradigma perijinan, dari yang sifatnya budgeter menjadi reguleren (pengaturan).

  Paradigma yang selama ini digunakan dalam pengaturan perijinan dan non perijinan sebagai salah satu instrumen untuk perolehan pendapatan asli daerah (PAD), sangat tidak tepat. ”Paradigma itu harus diubah. Perijinan seharusnya menjadi alat pengatur perilaku masyarakat,” ujar Menteri.

  Dewasa ini pemerintah sedang melakukan deregulasi, dengan memperbaiki waktu, biaya dan prosedur perijinan. Namun, upaya ini terhambat oleh pengaturan dari sementara pemerintah daerah yang masih menyebutkan sebagai alat retribusi.

  Penyusunnya RPP ini merupakan salah satu instrumen strategis untuk memperbaiki perekonomian nasional periode 2010 – 2014, melalui peningkatan inestasi serta memperbaiki pelayanan publik.

  Sesuai dengan ketentuan pasal 20 UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik, PP ini selanjutnya akan menjadi pedoman umum bagi seluruh instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah dalam menyempurnakan pengaturan tatalaksana perijinan dan non perijinan, atau yang sering disebut dengan istilah deregulasi dan debirokratisasi.

  Menurut Menpan, reformasi  terhadap regulasi merupakan pilihan tepat dalam dinamika globalisasi, yang menghadapkan kita pada dua pilihan, melakukan perubahan secara fundamental atau semakin terperosok pada posisi yang makin sulit.

  Adapun langkah penting yang harus dilakukan adalah dengan memperbaiki standar prosedur perijinan dan non perijinan, dengan harapan akan membuka pintu terciptanya iklim investasi. ”Ini penting untuk memperkokoh daya saing bagi pelaku usaha, dan Indonesia sebagai sasaran investasi,” tambahnya.

Dalam kesempatan itu, Deputi Tatalaksana Kementerian Negara PAN, Ismail Mohamad mengatakan, penyusunan RPP ini diprakarsai oleh Kementerian Negara PAN bersama-sama Kementerian Koordinator Perekonomian, BKPM, dan Depdagri. Dia berharap agar RPP yang terdiri dari 10 bab, yang meliputi 37 pasal ini dapat segera difinalikan, dan diharmonisasikan di Depkum HAM, untuk selanjutnya ditetapkan menjadi PP.

  Bertindak sebagai pembicara dalam uji materi ini, adalah Deputi Tatalaksana Kementerian Negara PAN, Ismail Mohamad, Deputi Meko Perekonomian Bidang Industri dan Niaga, Edy Putra, Deputi Pengembangan Iklim Investasi BKPM, Azhar Lubis, dan Guru Besar UI, Eko Prasojo. (HUMAS MENPAN)