Pin It

20200616 Webinar Polri Sarpras Kaum Rentan 1Pembina Bandung Independent Living Center (BILiC) Cucu Saidah saat untuk memberikan materi dalam Lokakarya Daring Penyelenggaraan Pelayanan Publik Ramah Kaum Rentan di Era New Normal, Senin (15/06).

 

JAKARTA – Unit layanan Kepolisian memiliki kewajiban untuk menyediakan pelayanan yang aksesibel dan inklusif bagi kaum rentan termasuk penyandang disabilitas. Untuk menciptakan pelayanan ramah kaum rentan tersebut, diperlukan beberapa langkah perbaikan dan peningkatan dalam layanan dan kebijakan di lingkup Polri.

Untuk mengakomodir hal tersebut, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) yang diberikan mandat untuk melakukan pendampingan dan pemantauan kinerja pelayanan publik mengundang Pembina Bandung Independent Living Center (BILiC) Cucu Saidah untuk memberikan materi dalam Lokakarya Daring Penyelenggaraan Pelayanan Publik Ramah Kaum Rentan di Era New Normal, Senin (15/06). BILic adalah sebuah organisasi penyandang disabilitas non-pemerintah yang memiliki konsep dasar pergerakan kemandirian bagi difabel.

Cucu memberi beberapa kiat yang dapat dilakukan dalam mewujudkan layanan aksesibel dan inklusif. Hal pertama yang dapat dilakukan yakni mengadakan pelatihan layanan bagi penyelenggara layanan. "Adanya pelatihan rutin pelatihan layanan yang aksesibel dan inklusif, mungkin juga bisa dibuat dalam kurikulum," ujarnya.

Kedua terkait fasilitas. Ketersediaan fasilitas bagi kaum rentan dipandang sangat penting, seperti tersedianya fasilitas cuci tangan yang aksesibel (tidak terlalu tinggi) dan mengatur ruangan yang berkaitan langsung dengan masyarakat atau ruangan yang paling sering digunakan masyarakat untuk dimodifikasi atau diadaptasi dilantai dasar agar lebih mudah dijangkau. Terakhir mengenai kebijakan yang menjadi kunci bagaimana membuat standar operasional prosedur (SOP) yang termasuk didalamnya tersedianya akomodasi layak, seperti juru bahasa isyarat.

 

20200616 Webinar Polri Sarpras Kaum Rentan 3

 

Lebih lanjut, Cucu menjelaskan delapan prinsip hak penyandang disabilitas yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan konvensi perlindungan hak disabilitas. Yang utama terkait penghormatan terhadap martabat dan otonomi individu, dimana penyandang disabilitas sering dianggap tidak memiliki otonomi secara individu. “Sering sekali yang memutuskan itu pendampingannya atau keluarganya, bahkan pelayan publik yang berinteraksi atau berkomunikasi kepada pendamping atau keluarganya. Padahal yang membutuhkan adalah yang bersangkutan,” ungkapnya.

Kemudian prinsip kesetaraan kesempatan, prinsip tidak diskriminasi, dan prinsip memastikan aksesibilitas. Aksesibilitas perlu dipastikan dimana aksesibilitas tidak hanya bermanfaat dan digunakan oleh penyandang disabilitas tetapi untuk semua orang. “Karena prinsip aksesibilitas sendiri tidak hanya kemudahan untuk menjangkaunya tetapi juga ada didalamnya tentang keamanan dan kemandirian,” ujar Cucu.

Prinsip lainnya adalah partisipasi penuh dan efektif ditengah masyarakat. Prinsip menghormati dan menerima bahwa penyandang disabilitas adalah sebagai bagian dari keberagaman kebhinekaan serta prinsip menghormati perkembangan anak dengan disabilitas dan haknya untuk mendapat identitas.

Dimasa pandemi Covid-19, kaum disabilitas memiliki potensi paling beresiko terapapar virus corona. Hal tersebut bukan dikarenakan disabilitasnya, tetapi karena situasinya. Bahkan sebelum adanya pandemi Covid-19, banyak hambatan atau terbatasnya akses kesehatan atau pelayanan publik lainnya.

 

20200616 Webinar Polri Sarpras Kaum Rentan 2

 

Dalam kesempatan tersebut, Cucu menjelaskan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam penanganan dan penanggulangan Covid-19 dan mamastikan inklusi pada disabilitas, diantaranya pengarustamaan disabilitas diseluruh penanganan dan pemulihan Covid-19. Kemudian memastikan aksesibilitas informasi, fasilitas, dan layanan program penanganan pemulihan Covid-19. Selanjutnya, memastikan melibatkan penyandang disabilitas dan organisasi perwakilannya secara aktif diseluruh tahapan penanganan dan pemulihan Covid-19. Terakhir, membangun mekanisme akuntabilitas untuk memastikan inklusi disabilitas dalam penanganan Covid-19.

Pembina BILic ini juga menyoroti rekomendasi spesifik tiga sektor. Rekomendasi pertama terkait perlindungan penyandang disabilitas yang tinggal di institusi seperti di panti, pondok, dan asrama. Menurutnya, perlu ada kesiapan dari institusi untuk pencegahan dan penanganan potensi terpapar virus, dan bagaimana mengurangi jumlah penghuni penyandang disabilitas di lapas. Rekomendasi kedua terkait layanan pendukung, Cucu menyarankan harus dipastikan layanan pendukung beroperasi dengan baik dan perluas dukungan masyarakat bagi penyandang disabilitas.

Rekomendasi ketiga terkait pencegahan dan penanganan terhadap kekerasan, yang mana pada sektor ini harus dipastikan layanan bantuan aksesibel dan inklusif serta meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang pencegahan kekerasan berbasisis disabilitas. “Karena ketidaktahuan pihak kepolisian berinteraksi terkadang memberatkan si korban jadi inilah bagaimana kita harus memperbaiki atau meningkatkan pelayanan ini,”pungkasnya. (fik/HUMAS MENPANRB)