Pin It

Presiden Jokowi memberikan arahan saat bertemu Pengurus AKLI dan APEI di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/6) siang. (Foto: Humas/Rahmat).

JAKARTA - Presiden Jokowi mengakui, perizinan di Indonesia ini, pertama ruwet, yang kedua bertele-tele, yang ketiga dari meja ke meja enggak rampung-rampung, yang keempat harus bayar semuanya. “Bapak/ibu mengalami semuanya lah, pindah meja nanti bayar, pindah meja nanti ini. Ini kita harus selesaikan, tapi ini pekerjaan besar. Pekerjaan besar. Bukan pekerjaan yang mudah,” ujarnya saat menerima Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia (AKLI) dan Pengurus Pusat Asosiasi Profesionalis Elektrikal Indonesia (APEI), di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/6).

Dalam kesempatan itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima berbagai keluhan mengenai kesulitan memperpanjang izin usaha yang disampaikan oleh Ketua Umum AKLI Puji Muhardi. Presiden menunjuk contoh penghapusan 3.143 Peraturan Daerah (Perda) soal perizinan dan retribusi, yang dinilainya menambah masalah dan menambah ruwet saja. Hal yang sama juga terjadi di kementerian-kementerian, menurut Presiden, sudah banyak yang dihapus. Padahal, lanjut Presiden, kita ini berhadapan dengan kompetisi, berhadapan dengan persaingan antar negara. Sehingga perlu kecepatan, kecepatan memutuskan, kecepatan bertindak di lapangan. 

Presiden lantas mengisahkan pengalamannya datang ke kantor  yang mengurusi SIUP. “Saya datangi, coba saya mau ngerti mengurus SIUP itu yang benar berapa hari atau berapa jam sih. Saya datang nih syaratnya, di ketik komputer, tek tek tek tek tek… saya rasa hanya 2 menit rampung. Lah kok bisa berminggu-minggu? Saya tanya, ini sudah jadi kok bisa berminggu-minggu. Itu ruwetnya di mana,” ungkap Jokowi mengisahkan pengalamannya.

Selanjutnya, kata Presiden, dia diminta ke kantor lantai 3 karena yang tanda tangan di sana. “Tanda tangan itu kan enggak sampai satu menit, ya ndak? Apa sih tanda tangan ini (bisa lama padahal)2-3 detik rampung gitu loh. Saya sampai jengkel, saya naik ke atas ke lantai 3. Saya datangi, untung saja kepala kantornya itu enggak ada. Kepala kantornya ada, enggak tahu mungkin kalau ada saat itu saya gaplok betul saat itu,” tutur Presiden Jokowi disambut tertawa para pengurus AKLI dan APEI.

Menurut Presiden Jokowi kerumitan itu bukan hanya terjadi saat mengurus SIUP saja, di pembangkit listrik juga begitu. Presiden mengisahkan, untuk mengurus pembangkit listrik saja perlu 59 izin. Lembarnya ada 270 lembar coba.

“Ini gila-gilaan kita ini. Sudah kita potong menjadi 22, 22 izin, dari 59 izin kita potong jadi 22 juga masih lama. Masih 256 hari, ya masih hampir satu tahun, ini urusan apa ini. Kapan kita mau cepat? Enggak bisa. Artinya ini problemnya. Ini bukan hanya di kelistrikan saja, di semua sektor itu kita bermasalah,” jelas Jokowi.

Karena itu terkait 3143 Peraturan Daerah (Perda), Presiden memerintahkan langsung dihapus saja enggak perlu pakai kaji-kajian. Sebab, kalau dikaji sebukan hanya menyelesaikan 7 Perda. “Berapa puluh tahun ini akan rampung kalau kayak gini. Ini nggak bisa, kita enggak bisa nunggu-nunggu seperti itu,” ujarnya.

 Presiden mengingatkan, bahwa kita ini bangsa besar, negara besar. Jadi kalau cara-carnya masih cara-cara lama yang digunakan, sudah kesalip itu sama negara-negara lain, karena integrasi antar negara, integrasi antar kawasan enggak bisa ditolak sudah.

“Negara sudah tanpa batas. Kita ini baru masuk ke Masyarakat Ekonomi ASEAN, nanti masuk lagi ke TPP, masuk lagi ke EFTA-nya Uni Eropa, sudah tidak bisa ditolak seperti itu,” tegas Presiden Jokowi.

Satu-satunya jalan yang bisa dilakukan, menurut Presiden, adalah mempersiapkan SDM kita, mempersiapkan skillkita, mempersiapkan keahlian-keahlian kita agar mampu bersaing dengan mereka.  “Saya yakin kita mampu, kita mampu melakukan itu. Tapi harus dengan cepat, jangan ketinggalan dengan mereka,” tuturnya.

Pada kesempatan itu, Presiden Jokowi berpesan kepada pengurus AKLI dan APEI yang merupakan pelaku-pelaku di lapangan, agar menyampaikan kepada seluruh anggota untuk menjaga kualitas pekerjaan.

“Tolong sampaikan kepada seluruh anggota kalau kualitas pekerjaan ini akan sangat menentukan nantinya kalau ada standardisasi internasional maupun SNI kita. Jadi harus betul-betul, karena mau tidak mau dalam era keterbukaan seperti ini standar-standar itu pasti akan muncul, pasti. Entah bisa dua tahun, tiga tahun, entah lima tahun atau enam tahun pasti akan muncul,” terang Presiden seraya menambahkan, siapa yang punya kualitas baik, harganya efisien, dan kecepatan pekerjaan bisa dilakukan, maka itu yang akan menang.  (FID/ES)

sumber : www.setkab.go.id