Deputi RB, Kunwas M. Yusuf Ateh, Deputi Pelayanan Publik Diah Natalisa, Deputi Kelembagaan dan Tatalaksana Rini Widyantini, Deputi SDM Aparatur Setiawan Wangsaatmadja dan Staf Khusus Sri Rachma Chandrawati dalam acara Forkompanda di Bukit Tinggi, Jumat (08/04)
BUKIT TINGGI – Pegawai Negeri Sipil (PNS) berijazah SMA ke bawah tidak perlu khawatir dengan rencana kebijakan rasionalisasi yang akan mulai diberlakukan tahun 2017. Pasalnya, rasionalisasi hanya berlaku bagi aparatur sipil negara yang tidak berkinerja, tidak memenuhi kualifikasi dan tidak memiliki kompetensi.
Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Setiawan Wangsaatmadja mengungkapkan, rasionalisasi ASN akan didasarkan pada kajian mendalam yang menekankan pentingnya aspek kinerja, kualifikasi, dan kompetensi. “Jadi tidak perlu khawatir bagi pegawai berijazah SMA yang berkinerja. Masih bisa diberikan kesempatan untuk pendidikan," ujarnya dalam acara Forkompanda di Bukit Tinggi, Jumat (08/04).
Hal itu disampaikan menanggapi Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Ali Asmar yang mengatakan bahwa saat ini marak diperbincangkan di media terkait permasalahan pensiun dini aparatur sipil negara yang memiliki ijazah SMA ke bewah. Isu tersebut membuat aparatur yang bekerja di lingkungan Provinsi Sumatera Barat mengalami keresahan.
Ali Asmar mengungkapkan, dari 8.025 PNS yang bekerja di lingkungan Provinsi Sumatera Barat, 3.156 PNS atau sekitar 38,7% diantaranya berijazah SMA. "Itupun memang dahulunya berasal dari tenaga honorer K1 maupun K2," katanya.
Ali juga mengungkapkan bahwa Pemerintah Provinsi Sumatera Barat pernah mengajukan untuk membuat regulasi pensiun dini, namun belum bisa direalisasikan pada saat itu karena belum ada payung hukum yang kuat. "Maka sebaiknya ditetapkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), sehingga bisa kita patuhi bersama," tuturnya.
Sekda juga mengeluhkan kurangnya jumlah tenaga pendidik di Provinsi Sumatera Barat, yang saat ini hanya ada 19 ribu tenaga pendidik. Jumlah itu terdiri dari 7.000 tenaga pendidik non-PNS, dan selebihnya berstatus PNS yang tersebar di 19 Kabupaten/Kota.
Lebih lanjut Setiawan mengatakan, Kebijakan rasionalisasi juga dilakukan dalam rekruitmen CPNS. Dalam dua tahun ke depan, rekruitment PNS harus beorientasi pada program wajib dan prioritas yang di dalamnya termasuk delapan program pokok pemerintah. "Oleh karena itu moratorium kami kecualikan bagi tenaga kesehatan dan pendidikan," katanya.
Setiawan juga mengungkapkan bahwa tantangan manajmen SDM ke depan adalah globaliasi, kompetisi antar negara, teknologi informasi dan digitasi, serta high colaboration. Oleh karena itu SDM Aparatur harus di genjot agar mampu berkompetisi di era kompetisi seperti saat ini.
"Kami sudah mencanangkan bahwa tahun 2019, kita harus mewujudkan smart ASN, yaitu ASN yang berwawasan global, menguasai IT/digital dan bahasa asing, serta berdaya networking tinggi (memiliki poin bekerja sama)," ujarnya. (ris/HUMAS MENPANRB)