Menteri Yuddy didampingi Deputi Kelembagaan dan Tatalaksana Kementerian PANRB Rini Widyantini, memukul gong sebagai tanda pembukaan sosialisasi UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan di Surabaya, Senin (12/10)
SURABAYA - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terus melakukan sosialisasi terkait Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Sosialisasi ini diperlukan agar tidak menimbulkan keraguan bagi para pejabat dalam mengambil kebijakan.
Yuddy mengatakan, saat ini Kementerian PANRB sudah menyelesaikan penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Sanksi Administratif yang merupakan turunan dari UU Adpem. “PP tersebut sudah disampaikan ke Presiden, dan sedang menunggu untuk ditandatangani serta penerbitan penomorannya,” ujar Menteri saat membuka acara sosialisasi UU Administrasi Pemerintahan untuk wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara dan Kalimantan Barat di Surabaya, Senin (12/10).
Dikatakan, Undang-Undang Administrasi Pemerintahan ini tidak hanya harus dipahami oleh pejabat negara, tetapi juga oleh aparat penegak hukum. “Kami masih menerima laporan di daerah, banyak aparatur penegak hukum yang melakukan pemeriksaan-pemeriksaan terkait masalah administrasi," kata Yuddy.
Padahal, dalam UU Adpem dijelaskan bahwa jika ada kebijakan yang diambil pejabat negara tidak bertendensi atau tidak masuk dalam ranah pidana, maka sanksinya hanya bersifat administratif. Jika seandainya berpotensi menimbulkan kerugian, maka pejabat yang bersangkutan bisa diberikan sanksi untuk mengembalikan uang tersebut, sehingga tidak harus dipidanakan.
Yuddy juga mengatakan, UU Administrasi Pemerintah ini juga mengatur posisi kepolisian dan kejaksaan. Menurutnya, setiap adanya dugaan pelanggaran terkait suatu kebijakan, maka polisi atau pun jaksa tidak boleh langsung memeriksa sebelum inspektorat atau pengawas internal melakukan proses pendalaman bersama dengan PPK.
"Jika ada pelanggaran administrasi maka sanksinya pun hanya bersifat administrasi sehingga tidak ada lagi kriminalisasi. Dengan adanya arahan Presiden atas terbitnya Undang-Undang dan PP ini diharapkan seluruh pejabat daerah bisa betul-betul memahami," imbuh Yuddy.
Kenyataan tersebut menjadi alasan utama, pentingnya terus dilakukan sosialisasi UU ini, sehingga tidak menimbulkan keraguan di kalangan pejabat Pemda ketika ingin mengambil kebijakan. Karena kebijakan penting yang tidak berpretensi untuk menguntungkan diri sendiri atau kelompok, tidak bermaksud untuk menyalahgunakan wewenang tidak dikategorikan masuk dalam tindak pidana.
Menurut Yuddy, yang paling penting para pejabat harus jujur, memiliki rasa tanggungjawab, amanah, kedepankan profesionalisme, dan berada di atas aturan-aturan yang berlaku. “Kalau berjalan dengan baik, orientasinya untuk memperlancar program-program pembangunan dalam rangka pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik, maka kita tidak akan dipidanakan," kata Yuddy.
Asistem Deputi 5 Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB, Hastori mengatakan, sosialisasi UU Administrasi Pemerintahan telah dilaksanakan di pusat maupun daerah dalam dua tahapan pelaksanaan yaitu Denpasar, Solo, Batam, Makassar, dan Surabaya, dan Jakarta. Sosialisasi di Surabaya ini diikuti oleh peserta dari wilayah regional Kalimantan dengan jumlah kurang lebih 250 orang.
Para pejabat yang diundang meliputi para Gubernur/Bupati/Walikota, Kepala Kepolisian Daerah, Kepala Kejaksaan Tinggi, para Sekretaris Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, para Kepala Biro/Bagian yang menangani hukum, inspektur dan dan Kepala Pengadilan Negeri/Pengadilan Tata Usaha Negara.
Melalui sosialisasi ini diharapkan akan terbentuk persamaan pemahaman dari seluruh jajaran pejabat pemerintahan maupun masyarakat pada umumnya mengenai materi yang diatur dalam Undang-Undang ini. UU ini akan menjadi dasar bagi pejabat pemerintahan dalam penetapan keputusannya, dan masyarakat akan terlindungi hak-haknya dalam penyelenggaraan pelayanan oleh pemerintah. (ns/HUMAS MENPANRB)