Presiden SBY : Pastikan RUU Adpem Tepat dan Benar
JAKARTA – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak jajaran Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II untuk memastikan bahwa RUU Administrasi Pemerintahan (Adpem) tepat dan benar, sebelum dibahas bersama DPR. “Sebelum dibahas bersama dengan DPR RI, mari kita pastikan bahwa RUU ini (download klik disini) tepat dan benar. Semua pasal yang ada, materi dan esensi dari UU ini harus tepat dan benar,” ujar SBY dalam Sidang Kabinet Terbatas tentang RUU Administrasi Pemerintahan, Kamis (10/01).
Dalam sidang kabinet terbatas dengan agenda tunggal, membahas Rancanagan Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan yang dihadiri oleh Wakil Presiden Boediono itu, Presiden SBY menegaskan bahwa UU ini penting untuk dihadirkan di Indonesia, agar penyelenggaraan pemerintahan di seluruh tanah air itu memiliki ketentuan dan kepastian. Dengan demikian, semua tugas-tugas pemerintahan dapat dilaksanakan dengan baik, efektif, dan berhasil. “Dengan hadirnya UU ini Insya Allah tidak ada lagi sesuatu yang tidak jelas,” ujarnya.
Presiden menyebut bahwa UU ini ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi, UU Adpem memberikan kepastian kepada pejabat pemerintah, kewenangan apa saja yang diberikan kepadanya untuk mencapai tujuan organisasi serta dalam mengemban tugas pokoknya. Hal ini diperlukan agar pejabat tidak menyalahgunakan kewenangan (abuse of power), karena diatur dengan jelas dalam UU ini. Di sisi lain, UU Adpem justeru dimaksudkan untuk melindungi pejabat pemerintah, manakala sudah melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Kehadiran undang-undang ini dinilainya tepat, ketika bangsa Indonesia tengah sangat serius melaksanakan pemberantasan korupsi, dan menjadi agenda sangat penting dan harus kita sukseskan. Dalam hal ini, para pejabat pemerintahan serta pejabat negara harus betul-betul mengetahui mana yang boleh dan harus dilakukan, dan mana yang tidak boleh dilakukan. Kehadiran UU ini diharapkan akan memberikan kepastian.
Dalam kesempatan itu, SBY mengingatkan kembali agar reformasi yang baru berusia 15 tahun kita selamatkan dan kita jaga. “Dengan demikian, semua tujuan reformasi bisa kita capai dan rakyat kita hidup lebih tenteram, lebih baik, dan mereka punya harapan tahun demi tahun negaranya memiliki kemajuan, yang bisa mendatangkan kebaikan bagi seluruh rakyat Indonesia,” tutur Presiden.
SBY mengakui, seiring dengan euphoria demokrasi, eksekutif jangan memiliki kewenangan terlalu besar. Pemerintah (eksekutif) yang sangat kuat, sementara yang lain lemah tidak bagus. Namun sebaliknya, kalau parlemen terlalu kuat sementara pemerintahnya lemah, Presidennya lemah, tidak mungkin bisa melaksanakan tugas dengan baik. “Padahal eksekutif bertugas menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, menjaga keamanan publik, melindungi kedaulatan Negara dan sekian banyak tugas lain yang harus dilaksanakan oleh eksekutif,” ujarnya.
Karena itu, lanjutnya, eksekutif, harus juga diberikan kewenangan dan ruang yang cukup untuk bisa menjalankan tugas-tugas dengan baik. “Itulah demokrasi yang sehat, itulah sistem yang kita kehendaki dan hendak kita tegakkan di negeri tercinta ini. Tentu salah kalau yang terjadi bukan checks and and balances, tetapi salah satu, lembaga-lembaga negara itu kelihatan too strong,” tambahnya.
Disinggung juga bahwa belakangan ini ada diskursus, polemik, atau wacana, yang mengatakan bahwa yang diperlukan itu orang kuat atau institusi yang kuat. Padahal, menurut SBY, dalam negara demokrasi sebenarnya yang diperlukan institusi yang kuat, sistem yang terbangun dengan baik, termasuk pemerintah yang tidak mudah jatuh. Pemerintah yang bekerja sesuai dengan sistem dan aturan main, sehingga negara stabil, dan semua tugas-tugas pemerintahan dapat dilaksanakan termasuk pembangunan.
Kalau orangnya yang kuat, lanjutnya, kita punya pengalaman di waktu yang lalu. Hal serupa juga banyak dialami negara-negara di dunia. Kalau tidak waspada, hal itu justeru bisa menjurus ke otoritarian, bisa menjadi diktator, bisa keluar dari sistem, bisa berbuat apa saja untuk rakyatnya, untuk bangsanya, dan untuk negaranya.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar mengatakan, salah satu tujuan pembuatan UU Administrasi Pemerintahan (download klik disini) dalam memberikan landasan hukum bagi pejabat pemerintah atau pejabat Negara dalam membuat kebijakan. Saat ini, ketentuan mengenai hal itu baru diatur dalam hokum tata acara, yakni Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Tapi hukum materiil pemerintah belum ada,” ujarnya.
Dalam RUU ini setidaknya ada dua isu krusial, yakni, apakah kebijakan itu bisa dipidanakan dan masalah diskresi pejabat. RUU Adpem mengatur perlindungan hokum bagi pejabat yang melakukan diskresi bila situasi memeng menuntut demikian. Misalnya bila terjadi bencana alam. (ags/HUMAS MENPAN-RB)