JAKARTA - Persepsi masyarakat terhadap reformasi birokrasi semakin baik dari tahun ke tahun. Memang istilah “reformasi birokrasi” belum secara luas dikenal masyarakat, namun berdasarkan parameter perubahan, masyarakat menilai pelaksanaan reformasi birokrasi cukup baik.
Demikian terungkap dalam hasil Survei Persepsi Masyarakat Terhadap Gerakan Reformasi Birokrasi. Survei ini dilakukan Sigma Research Indonesia pada periode 25 September – 24 Desember 2015. Survei ini bertujuan untuk mengukur persepsi / image masyarakat umum mengenai birokrasi Indonesia dan pelaksanaan reformasi birokrasi di beberapa kota besar di Indonesia.
Dalam survei dilakukan terhadap 1.200 responden di 12 kota, reformasi birokrasi dipersepsikan “cukup baik” oleh masyarakat dengan indeks sebesar 6.50. Hasil itu menunjukkan indeks reformasi birokrasi pada tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 0,29 persen dibandingkan periode sebelumnya. Pada survei gelombang pertama 2014, indeks persepsi masyarakat ialah 5,70, kemudian pada gelombang kedua 2014 meningkat menjadi menjadi 6,21 dan terus meningkat pada survei 2015.
Survei tersebut menggunakan delapan parameter reformasi birokrasi, yakni mental aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kelembagaan, tata laksana, SDM Aparatur, peraturan per-UU-an, dan pelayanan publik. Dari delapan parameter itu yang dinilai paling tinggi oleh masyarakat adalah tata laksana dan pelayanan publik. Sementara yang dinilai paling rendah adalah pengawasan dan akuntabilitas.
Meski berdasarkan delapan parameter, persepsi masyarakat “cukup baik”, namun istilah ‘reformasi birokrasi” sendiri belum dikenal luas masyarakat. Hanya 32,1 persen responden yang mengaku pernah mendengar gerakan reformasi birokrasi.
Sumber informasi utama masyarakat mengetahui tentang reformasi birokrasi sebagian besar adalah melalui televisi yaitu 80,5 persen. Berikutnya melalui teman atau kerabat 7,5 persen, media cetak 3,6 persen, internet 3,4 persen, serta seminar dan diskusi 2,9 persen.
Dua belas kota yang disurvei ialah Medan, Palembang, jakarta, bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Banjarmasin, Makassar, Ambon, dan Jayapura. Survei menggunakan metode p[enelitian kuantitatif dan survei tatap muka pada interval kepercayaan 95,0 persen dan error sampling kurang lebih 2,83 persen. (vd/HUMAS MENPANRB)