JAKARTA - Kota Ambon dipersepsikan masyarakat sebagai kota yang sangat baik dalam gerakan reformasi birokrasi. Sementara kota yang dipersepsikan “kurang baik” adalah Kota Jayapura.
Hal ini terungkap dalam hasil Survei Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) bekerjasama dengan Sigma Research yang dilaksanakan pada 25 September – 24 Desember 2015. Survei tersebut bertujuan untuk mengukur persepsi masyarakat terhadap gerakan reformasi birokrasi, khususnya pada layanan sektor publik.
Dari 12 kota yang disurvei, Kota Ambon dipersepsikan paling baik dengan indeks sebesar 8,15. Indeks persepsi masyarakat terhadap Kota Ambon ini meningkat. Sebab pada survei tahun 2014, indeks persepsi gerakan reformasi birokrasi di ibukota Maluku itu hanya 5,50.
Setelah Ambon, kota besar yang dipersepsikan baik ialah Kota Denpasar (7,22), DKI Jakarta (7,17), Kota Bandung (6,93), Kota Banjarmasin (6,91), Kota Palembang (6,87), Kota Surabaya (6,78), Kota Yogyakarta (6,25). Sementara kota-kota yang indeksnya dibawah 6 ialah Kota Semarang (5,95), Kota Makassar (5,94), Kota Medan (5,26) dan paling rendah Kota Jayapura dengan indeks sebesar 4,58.
Meski demikian, secara umum masyarakat menilai gerakan reformasi birokrasi di Jawa masih lebih baik dibandingkan di lar Jawa. Indeks Persepsi di Pulau jawa sebesar 6,70 sementara di luar Jawa 6.30.
Total responden dalam survei ini mencapai 1200 orang di 12 kota besar. Penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan pengambilan data melalui survei tatap muka. Sampling erorr pada survei kurang lebih 2,83 persen pada interval kepercayaan 9,50 persen.
Survei juga menunjukan secara keseluruhan gerakan reformasi birokrasi dipersepsikan “cukup baik” oleh masyarakat dengan indeks sebesar 6.50. Hasil itu menunjukkan indeks reformasi birokrasi pada tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 0,29 persen dibandingkan periode sebelumnya.
Terdapat delapan parameter reformasi birokrasi yang diukur. Ke-delapan parameter tersebut ialah mental aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kelembagaan, tata laksana, SDM Aparatur, Peraturan per-UU-an, dan pelayanan publik. Dari delapan parameter itu yang dinilai paling tinggi oleh masyarakat adalah tata laksana dan pelayanan publik. Sementara yang dinilai paling rendah adalah pengawasan dan akuntabilitas.
Meski berdasarkan delapan parameter, persepsi masyarakat “cukup baik”, namun istilah ‘reformasi birokrasi” sendiri belum dikenal luas masyarakat. Hanya 32,1 persen responden yang mengaku pernah mendengar gerakan reformasi birokrasi. (vd/HUMAS MENPANRB)