Pin It

20181114 menteri lan rini1

Deputi Kelembagaan dan Tatalaksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini dalam Seminar Nasional Grand Design Public Administration Indonesia 2045, di Kantor Lembaga Administrasi Negara (LAN), Jakarta, Rabu (14/11).

 

JAKARTA Reformasi kelembagaan dan birokrasi merupakan salah satu pengungkit bagi terwujudnya Visi Indonesia 2045. Dimulai sejak level makro untuk dapat mendesign kebijakan reformasi secara lebih komprehensif. Agar membumi, kebijakan tersebut harus dibangun melalui keterkaitan antar pelaku birokrasi, oleh karenanya kebijakan level meso yang mengkhususkan kepada pengembangan bridging strategy tata kelola. Sementara itu, kebijakan level mikro yang bersifat sektoral perlu dibangun agar menciptakan rantai nilai yang outcome-nya untuk pelayanan publik.

Demikian diungkapkan Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini dalam Seminar Nasional Grand Design Public Administration Indonesia 2045, di Kantor Lembaga Administrasi Negara (LAN), Jakarta, Rabu (14/11).

Dikatakan, dalam mewujudkan visi Indonesia 2045, reformasi kelembagaan dan birokrasi adalah satu komponen dari pilar pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan. Reformasi pada struktur organisasi pemerintahan akan mewujudkan struktur yang adaptif, berbasis isu atau tematik, bersifat lintas sektor, dan responsif terhadap isu internasional. “Tata kelola pemerintahan pusat maupun daerah, akan berbasis teknologi informasi,” ujarnya.

Di masa depan, budaya dan manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) khususnya para Aparatur Sipil Negara (ASN)  harus berpikir kreatif, sistemik, evidence-based, berwawasan global, inklusif, dan mampu mengelola perubahan. “Juga memiliki etos kerja yang tinggi dan produktif. Pelayanan proaktif sesuai kebutuhan publik,” imbuh Rini.

Rini menjelaskan, penguatan reformasi birokrasi dan kelembagaan bertujuan untuk mewujudkan peran dan fungsi pemerintah dalam pencapaian kepentingan publik. Tujuan lain adalah untuk mencapai kelembagaan birokrasi yang andal dan modern dengan ASN yang profesional dan mampu mengelola perubahan dengan baik.

Dalam reformasi kelembagaan dan birokrasi itu ada tiga isu strategis, yakni level makro, meso, dan mikro. Pada level makro, reformasi ini berguna untuk mengembangkan kelembagaan yang fleksibel dan adaptabel guna optimalisasi capaian pembangunan nasional secara sinergis antara pemerintah pusat, daerah, dan lembaga. Pemerintah juga menjaga keberlangsungan arsitektur kelembagaan pemerintah dalam periode lima tahunan atau Machinery of Government (MoG).

Sementara, di level meso, pemerintah tengah mengembangkan arsitektur tata kelola yang adaptif terhadap dinamika dalam konteks pembangunan lintas sektor. Penggunaan dan pengembangan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) juga merupakan suatu keharusan menuju digital government. Nantinya, ada Forum Koordinasi lintas K/L/D berbasis IT atau screen to screen coordination.

Sedangkan isu strategis dalam level mikro, ialah penguatan koordinasi inter-organisasi dan intra-organisasi K/L/D dalam siklus penuh sejak perencanaan sampai pelaksanaan pembangunan lintas sektor.

Tujuan akhir dari reformasi birokrasi ini adalah peningkatan pelayanan publik. Kini, Kementerian PANRB tengah gencar memberikan konsultasi terhadap pemda untuk mengembangkan konsep Mal Pelayanan Publik (MPP). “Untuk mengurus banyak hal, masyarakat hanya butuh satu tempat itu. MPP harus bersama dengan terintegrasinya sistem,” ujar Rini.

Layanan berbasis elektronik itu harus bisa diakses masyarakat selama 7x24 jam dengan cepat dan rendah biaya. Menurut Rini, dengan sistem digital ini semua data dan kebutuhan informasi masyarakat reintegrasi secara nasional dengan mengedepankan konsep transparansi satu data.

Reformasi kelembagaan dan birokrasi dimulai sejak level makro untuk dapat mendesain kebijakan reformasi secara lebih komprehensif. Kebijakan tersebut tidak dapat membumi apabila tidak dibangun melalui keterkaitan antar pelaku birokrasi, oleh karenanya kebijakan level meso yang mengkhususkan kepada pengembangan bridging strategi tata kelola. “Sementara itu, kebijakan level mikro yang bersifat sektoral perlu dibangun agar menciptakan rantai nilai yang outcome-nya untuk pelayanan publik,” pungkas Rini. (don/HUMAS MENPANRB)