Seluruh masukan Forkompanda yang berlangsung di Pekanbaru tanggal 1 – 2 Nopember 2010, akan menjadi bahan pembahasan dalam Rapat Kerja Nasional Pendayagunaan Aparatur Negara yang akan diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 23 – 24 November 2010.
Deputi Program dan Reformasi Birokrasi Kementerian PAN dan RB Ismail Mohamad mengatakan, dari paparan dan diskusi telah diketahui arah kebijakan dan hasil yang diharapkan dari Reformasi Birokrasi. “Kita telah memperoleh informasi tentang best practices dari beberapa daerah dan masukan dari para peserta. Forum ini juga telah mengidentifikasi berbagai permasalahan dalam Pendayagunaan Aparatur Negara dan percepatan reformasi birokrasi,” ujarnya.
Salah satu permasalahan yang berhasil diidentifikasi adalah, di satu pihak pemerintah pusat melakukan pembatasan terhadap pembentukan kelembagaan di daerah, tetapi di lain pihak banyak peraturan perundang-undangan mengharuskan pemerintah daerah untuk membentuk kelembagaan baru.
Hal lain, organisasi perangkat daerah cenderung mengikuti nomenklatur kementerian/lembaga di pusat. Sasarannya, umumnya untuk memperoleh akses anggaran. Perubahan kelembagaan yang saat ini sedang dilakukan atas dasar PP No. 41 Tahun 2007, ternyata memiliki dampak yang luas bagi aparatur di daerah, sehingga perlu ditinjau ulang.
Permasalahan lain, banyak peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat yang satu dengan lainnya saling tumpang tindih sehingga sering membingungkan dalam implementasinya di daerah.
Pejabat pembina kepegawaian yang saat ini berlaku menurut peraturan perundang-undangan, lanjut Ismail, juga memberikan dampak negatif terhadap pengembangan karir pegawai di daerah. Proses tatalaksana penyelenggaraan pemerintahan masih belum sepenuhnya berjalan dengan efektif dan efisien.
Dalam proses pengadaan dan seleksi pegawai dirasakan juga belum sesuai dengan kebutuhan riil, baik mengenai jumlah dan kompetensi pegawai, penempatan PNS pada SKPD dan jabatan struktural, pada umumnya belum sesuai dengan standar kompetensi jabatan (pendidikan dan pengalaman). “Upaya peningkatan kompetensi PNS melalui diklat aparatur juga belum sesuai dengan kebutuhan riil pelaksanaan tugas pemda, karena pemda belum melakukan analisis kebutuhan diklat aparatur,” tambahnya.
Terkait dengan pola pemberian penghargaan (reward) bagi PNS yang berprestasi, dan penegakan sanksi (punishment) bagi PNS yang melanggar disiplin, hingga kini belum dilaksanakan secara efektif. Besaran tunjangan kinerja/insentif juga tidak sama antar satu daerah dengan daerah lain, dan kualitas pelayanan di daerah masih belum sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat.
Kendati demikian, Ismail mengakui bahwa pemerintah daerah juga sudah banyak melakukan inovasi-inovasi yang perlu diinformasikan kepada daerah-daerah lain sebagai best practices untuk percepatan reformasi birokrasi. (HUMAS MENPAN-RB)