TASIKMALAYA - Kemandirian, kedaulatan dan kesejahteraan sulit sekali digapai, apabila mentalitas kita masih menjadi penadah hutang ke forum-forum internasional. Sesulit apapun, kita harus melakukan upaya-upaya penghematan, sembari menambah cadangan devisa, agar terdapat surplus yang bisa kita gunakan untuk pembangunan infrastruktur.
Demikian ditegaskan Menteri PANRB Yuddy Chrisnandi, dalam orasi ilmiahnya pada acara wisuda sarjana Institut Agama Islam dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Latifah Mubarokiyah, di Pndok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya Jawa Barat, Kamis (03/09).
Lebih lanjut Yuddy mengatakan, revolusi mental merupakan cara untuk menghindari resiko besar kemanusiaan, dengan cara mematut-matut diri kita sendiri, memotivasi diri sendiri, guna menghadapi beragam keluhan dan pesimisme di tengah-tengah masyarakat yang sedang dan terus berubah. “Revolusi mental adalah cara untuk mengurangi resiko korban manusia dan kemanusiaan dengan memperbaiki diri sendiri,” ujarnya.
Dikatakan, setidaknya ada delapan upaya yang dapat dilakukan, yakni :
- Karakter bangsa. Kita harus menguatkan kembali karakter bangsa berdasarkan nilai-nilai dalam Pancasila sehingga lebih mendalam melekat pada seluruh hati dan jiwa bangsa kita, serta menjadi ciri karakter yang membedakan dengan bangsa lain dimanapun dia berada.
- Totalitas. Yang saya maksud dengan totalitas adalah keseluruhan daya dan upaya maksimal dari seluruh jajaran pimpinan dan seluruh elemen masyarakat untuk bersatu dan berjuang bersama membangun kembali Indonesia.
- Kampanye nasional. Kita perlu mengkampanyekan gerakan revolusi mental secara masif, diseluruh lapisan masyarakat melalui berbagai cara dan media. Kampanye secara langsung, melalui media massa, media elektronik bahkan media sosial.
- Role model/Keteladanan. Totalitas, keseluruhan daya dan upaya tidak akan dapat berjalan jika tidak dilengkapi dengan contoh-contoh teladan dari seluruh jajaran pimpinan bangsa ini. Mulai pimpinan tertinggi – Presiden/Wakil Presiden, para menteri, para pemimpin politik, para pejabat pemerintah, para tokoh agama dan masyarakat, para tokoh di lingkungan pemerintah daerah, kecamatan, kelurahan, desa, sampai ada RT/RW dan para kepala keluarga. Masyarakat kita sangat mengidolakan contoh-contoh yang baik untuk menjadi panutan dalam berperilaku.
- Kebanggaan nasional. Kita juga harus menciptakan kebanggaan nasional, eksistensi bangsa ini di lingkungan global yang akan membuat kita menjadi bangga sebagai bangsa Indonesia. Seluruh bidang harus kita dorong bekerja keras untuk berkarya, berinovasi, dan berprestasi. Di bidang olah raga, misalnya, kita dorong atlet-atlet kita untuk selalu meningkatkan prestasinya di tingkat internasional. Demikian juga di bidang-bidang lainnya. Ikon-ikon nasional harus terus dicari dan dijadikan potensi bangsa yang membanggakan. Kebanggaan nasional juga harus didorong untuk lebih percaya pada kemampuan bangsa sendiri, menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
- Instrumentasi implementasi dan penegakan. Kita juga harus membangun atau menegakkan instrumen-instrumen yang mengarahkan setiap bangsa ini untuk berperilaku sesuai karakter bangsa yang kita inginkan. Instrumentasi ini dilakukan melalui kebijakan pemerintah, penegakan hukum, pendidikan dari mulai tingkat dasar, penerapan sanksi sosial, pengungkapan keberhasilan, dan lainnya. Sebagai contoh yang paling mudah kita peroleh adalah perilaku para pengguna jalan yang sudah sedemikian mencemaskan kita, yang mencerminkan betapa buruknya perilaku bangsa ini. Tidak ada jalan lain untuk merubah perilaku tersebut kecuali dengan menegakan aturan lalu lintas secara tegas.
- Aparatur sebagai inisiator, motivator dan penjaga. Aparatur memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong terbangunnya karakter bangsa. Tidak hanya harus memberikan contoh, tetapi dalam berbagai kesempatan aparatur harus mampu memberikan motivasi, menjaga keberlanjutan proses revolusi mental dan menjaga agar masyarakat tetap berada dalam jalur perilaku yang diinginkan melalui penegakan hukum/aturan.
- Reformasi birokrasi. Saya menekankan pentingnya reformasi birokrasi. Karena aparatur memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan, aparatur harus melakukan revolusi mental di lingkungan birokrasi. Aparatur harus mampu memberikan pelayanan yang berkualitas, pelayanan yang cepat, tepat, adil, pasti yang diberikan dengan penuh senyum, sapa dan salam, keramahan, kepekaan, ketulusan, dan kesabaran. Untuk mendukung revolusi mental di lingkungan aparatur, maka harus diciptakan budaya kerja, dan nilai-nilai yang bersumber dari keindonesiaan, yang akan memberikan batas-batas dan pagar yang jelas tentang perilaku yang harus dipraktikkan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menjaga agar aparatur tetap berada dalam koridor perilaku ini, harus pula dilakukan perbaikan seluruh sistem yang melingkupinya;
Tiga masalah bangsa
Dalam kesempatan itu, guru Besar FISIP Universitas Nasional Jakarta ini mengatakan, bangsa Indonesia menghadapi 3 masalah pokok, yaitu: (1) Merosotnya kewibawaan negara; (2) Melemahnya sendi-sendi perekonomian nasional; dan (3) Merebaknya intoleransi dan krisis kepribadian bangsa. Masalah tersebut saling terkait satu sama lainnya, sehingga jika dapat memperbaiki salah satu dari masalah tersebut, maka hasil perbaikannya akan membawa pengaruh positip pada permasalahan lainnya.
Namun masalah ini mustahil dapat diatasi tanpa adanya perubahan yang bersifat mendasar berupa terobosan (breakthrough), baik dalam pola pikir (mind set) maupun budaya kerja (culture set) oleh segenap komponen bangsa, termasuk diantaranya ASN. Perubahan mendasar ini lebih populer disebut “Revolusi Mental”.
Presiden Jokowi, lanjut Yuddy, mengajukan konsep revolusi mental, bukan hanya sekedar sebuah konsep yang datang begitu saja dan bukan hanya slogan saja, tetapi sebuah pemikiran yang muncul dari rasa kekuatiran, kepekaan dan lebih jauh lagi dari rasa keindonesiaan.
Revolusi mental berangkat dari keinginan untuk mengubah bangsa menjadi bangsa yang mandiri, percaya diri, bangga dengan karakter yang dimiliki, bangga dengan kekuatan sendiri, dan tetap tangguh dalam keterbatasan, membuatnya tergugah untuk menyampaikan pemikiran bahwa bangsa ini tidak akan maju jika tidak memiliki rasa ke-Indonesiaan yang kuat di dalam hati masing-masing. "Tidak ada cara lain yang dapat dilakukan, kecuali melalui revolusi mental. Ditambahkan, Revolusi mental lahir dari sikap yang kritis melihat ketergantungan Indonesia kepada sumberdaya alam yang kita miliki," tegas Yuddy.
Selama ini, kekayaan alam Indonesia sama sekali tidak digunakan untuk hajat hidup orang banyak, melainkan jatuh ke tangan kelompok-kelompok kecil, baik di dalam maupun di luar negeri. Padahal, sumberdaya alam kita tidak tak terbatas. Di bidang minyak, Indonesia bukan lagi eksportir, melainkan importir. “Kelangkaan atas minyak pernah kita alami dalam masa pemerintahan sebelumnya, akibat ulah para spekulan. Sementara, tiap hari, kita menyaksikan betapa minyak dibuang percuma di jalanan, akibat penggunaan kendaraan bermotor yang berlebihan,” imbuh Yuddy. (rr/ags/HUMAS MENPANRB)